39. Sang Penentang Takdir

Mulai dari awal
                                    

"Sosok yang dikatakan sebagai penentang takdir, mampu mengubah takdir yang sudah ditetapkan. Kamu bahkan tegas dan berpikir secara kritis! Kini, aku yakin kamu adalah orangnya! Bahkan roh angin yang agung dan dikatakan memiliki ego yang tinggi pun tunduk padamu!"

Hah? Sedari tadi, apa sih, yang elf itu bicarakan? Setiap suku kata yang diucapkannya bagai dia tengah bertemu idolanya, matanya yang berwarna hijau nampak berkilauan, dan senyuman aneh di bibirnya agak menakutiku karena terlalu aneh.

Dan entah atas alasan apa, aku merasa bahwa aku seperti sedang ditatap dengan tajam dari sampingku. Sosok yang ada di sampingku adalah angin puyuh, Sora. Sepertinya, dia tidak sudi dikatakan sebagai roh angin yang tunduk padaku. Arogansinya masih melekat walau kontrak kami telah terukir.

"Aelen! Kamu kembali?"

Kami menolehkan kepala pada sumber suara. Di sana, aku melihat seorang elf lagi, tetapi elf itu adalah seorang pria. Rambutnya berwarna emas cerah, agak mencolok dibandingkan dengan elf lainnya yang rata-rata memiliki warna rambut cokelat. Telat kujelaskan, nona elf yang membawaku kemari pun memiliki warna rambut yang serupa, emas cerah, sehingga dia pun sangat menonjol di antara yang lainnya.

"Kak Arran!" sapa elf yang membawaku kemari, rupanya Aelen adalah namanya. "Kak Arran, aku menemukan orangnya!" serunya, lalu menunjukku dengan antusias.

Walaupun seorang pria, paras dari para elf memang tidak kalah jauh rupawan. Pakaiannya kuno dengan memperlihatkan bagian dadanya yang bidang dan berotot, dia juga memiliki cap simbol aneh berwarna merah di bagian dahinya, tetapi wajahnya yang sangat tampan membuat fokus hanya tertuju pada wajahnya, tidak pada pakaian kuno anehnya. Arran, nama elf itu, dia berjalan mendekatiku dengan sorot terperangah.

"Apakah kamu yang sosoknya terukir di dalam ramalan rasi bintang?"

Oke, ramalan rasi bintang ini sangat membuatku kebingungan. "Apa itu ramalan rasi bintang?" tanyaku.

Arran kini berjalan menghampiriku, dan berhenti tepat di depanku. Hei, ini terlalu dekat, sampai-sampai aku harus melangkah mundur satu kali. Namun, belum sempat aku mundur, pergelangan tanganku dicekal secara halus, dan dia membuka telapak tanganku.

Arran menelisik telapak tanganku dengan saksama. Aku berada dalam situasi yang canggung, sehingga aku hanya bisa diam, memperhatikan.

Tak lama kemudian, Arran berseru, "Tidak salah lagi! Kamu adalah sosok yang diukir dalam ramalan itu! Selamat datang, wahai penentang takdir!"

Suara Arran menggelegar, keras sekali saat menyambutku. Vokalnya yang kuat membuat atensi para elf lainnya teralihkan dari aktivitas mereka, kemudian tepat menatap kami dengan sorot kejut yang jelas.

"Penentang takdir?"

"Apakah yang diramalkan sudah tiba?"

"Tetua kita akan selamat!"

"Bangsa elf kita akan semakin maju jika ada sang penentang takdir!"

Bisik-bisik, yang sebenarnya tidak bisa dikatakan saling berbisik, mulai memenuhi udara. Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi beberapa elf untuk turut menghampiriku dan menanyaiku perihal kebenaran dari ramalan rasi bintang. Kini, sudah banyak elf yang berkerumun di sekitarku. Hal ini membuatku merasa jadi selebritis dadakan, tapi bukan ini masalahnya. Kerumunan dari para elf ini membuat napasku sesak karena tak banyak oksigen yang bisa aku hirup, suhu tubuhku pun memanas karena terhimpit. Kemudian, energi kehidupanku juga masih belum pulih, nyaris kosong, sehingga aku kembali merasa sangat pusing. Ditambah, para elf yang berkumpul membuat kebisingan di kedua telingaku, aku jadi kebingungan siapa saja yang bicara, ataukah semuanya yang bicara, tengah bertanya ini-itu yang tidak kupahami sama sekali.

Suddenly, I Became the Hero's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang