46. Dari Gerald

69 11 2
                                    

Pernahkah kamu merasa terbang dibawa ke atas awan tanpa pengaman apapun yang mengikat di badan? Tubuh terasa ringan bak bulu angsa di dalam bantal. Bulu itu akan menari-nari terbawa angin, lalu berhamburan mengotori seluruh kasur.

Entah halusinasi karena sudah sebulan ini berada di ranjang rumah sakit dengan dikelilingi selang dan kabel atau karena ia akan segera bertemu dengan Tuhan, Gerald tak tahu pasti. Semuanya terasa putih, kosong, juga dingin.

Bak apel yang membusuk, pengelihatan dan pendengaran Gerald makin memburuk tiap harinya. Mami yang saat ini sedang duduk di samping ranjang tak bisa lagi dia lihat dengan jelas wajahnya. Semua yang dapat Gerald rasakan hanyalah kehangatan juga sapuan halus dari wanita yang telah melahirkannya itu.

Bibir mami bergerak, beliau terlihat sedang berbicara, tapi Gerald tak yakin apakah yang dia dengar benar atau tidak. Lalu papi yang duduk di sofa hanya bisa diam sambil meremas wajah sendiri. Rahangnya mengetat, seakan ada sesuatu yang sedang ditahan-tahan.

Samar Gerald mendengar. "Dokter sudah berusaha, Ge." Singkat sekali pendengarannya, tetapi dia tahu pasti apa maksud mami.

Glioblastoma, tumor otak primer yang bersifat agresif. Biasanya pasien yang memiliki penyakit ini telah berusia senja dengan rata-rata umur 64 tahun. Progonosis tumor ini cukup buruk karena tidak banyak pasien yang dapat bertahan hidup lebih dari beberapa bulan setelah terdiagnosis penyakit ini. Jika mendapatkan terapi, maka pasien bisa bertahan selama kurang lebih 12-24 bulan. Akan tetapi, jika tidak mendapatkan terapi, maka kemungkinan bertahan hanya sekitar 4 bulan saja.

Penyebab dari penyakit ini belum diketahui sebab tumor timbul spontan, walaupun kadang ada riwayat glioma dalam keluarga. Ada pula penyakit genetik seperti; tuberous sclerosis, sindrom turcot, multiple endocrine neoplasia tipe IIA, dan
neurofibromatosis tipe I. Lalu radiasi, pestisida, dan logam-logam tertentu merupakan faktor fisik yang meningkatkan kemungkinan perkembangan tumor.

Usia Gerald tidaklah 64 tahun, keluarganya juga tidak memiliki riwayat penyakit genetik seperti apa yang telah disebutkan di atas. Namun, dia merasakan rasa sakit selama satu setengah tahun akibat tumor ini.

Semuanya dimulai saat liburan tengah semester kelas 11, sekitar satu setengah setahun lalu. Kala itu Gerald merasakan kepalanya nyeri, tetapi dibiarkan karena pikirnya dia sedang lelah atau kurang tidur. Terus ia bertahan dengan rasa sakit itu selama kurang lebih lima bulan sampai ia merasa seperti mengalami rasa lelah yang luar biasa nyaris tak bisa beraktivitas, kadang diiringi muntah yang tidak dapat ditahan. Perlahan pandangannya kabur juga menjadi ganda.

Pada awal kenaikan kelas 12, mami menyarankan Gerald untuk memeriksakan rasa pusing yang dialami. Saat dilakukan CT scan, ditemukan adanya tumor di lobus oksipital dekat cerebellum atau otak kecil. Tak ada yang lebih mengejutkan daripada kabar tersebut di seumur hidup orang tua Gerald. Apalagi setelah dokter memberitahu jika survival rate pasien kurang lebih satu tahun, dan hanya 5% yang dapat bertahan hidup lebih dari lima tahun. Mami langsung menangis detik itu juga.

Pemeriksaan lebih lanjut pun dilakukan, dokter mendapatkan hasil pemeriksaan histopatologi dengan kesan sesuai gambaran glioblastoma multiforme. Dari sanalah semuanya berasal.

Jalan pengobatan mulai dicari. Radioterapi, kemoterapi oral, hingga operasi pun juga diusulkan. Namun, karena letak tumor berada di bagian yang beresiko dan dekat dengan batang otak, dokter bedah syaraf tidak lagi menganjurkan tindakan operatif. Jadi, radioterapi dan kemoterapi oral dengan temozolomide yang menjadi satu-satunya jalan.

Selama lima bulan Gerald bertahan dengan obat-obatan juga radioterapi. Namun, tidak ada tanda untuk kunjung membaik, malah semakin buruk dari hari ke hari. Dia sering pingsan dan muntah, juga pengelihatannya jadi tak awas lagi.

Hundred MilesМесто, где живут истории. Откройте их для себя