44. Titik Jungkir Balik

99 17 1
                                    

Tidak ada yang lebih mengejutkan dibanding apa yang baru saja kepala sekolah beritakan di hadapan semua murid saat kegiatan upacara bendera selesai. Pria berkepala agak botak itu berhasil membuat semua orang tercekat dengan informasinya. Suara pekikan terdengar di setiap sudut lapangan utama sekolah, tetapi sekumpulan laki-laki itu hanya bisa diam tanpa berkata apapun.

Tidak ada seorang pun yang menebak ini akan terjadi. Sosok yang paling sering disorot oleh semua orang, paling sering dipandang tiap kali melintas, paling banyak disukai para gadis, Phantera Gerald Dirgantara menyembunyikan sebuah rahasia besar padahal terang terlihat.

Pak kepala sekolah memohon doa untuk salah satu murid kesayangannya, Genta. Laki-laki berhidung mancung itu dikabarkan dalam kondisi buruk akibat penyakit tumor yang bersarang di otak sejak satu setengah tahun lalu.

Pihak sekolah pun baru mengetahuinya semalam, saat diberitahu oleh orang tua Genta. Jangankan pihak sekolah, kawan sekelas, kawan sebangku, dan kekasihnya saja tidak ada yang tahu. Semua orang hanya bisa terdiam dengan rasa shock yang memenuhi relung dada.

Genta menyembunyikan penyakit ini dari semua orang. Tak ada yang menyadari, padahal bila dilihat lagi, terjadi banyak perubahan pada dirinya, mulai dari fisik hingga perilaku. Contoh lainnya, tubuh laki-laki itu makin mengurus, sering pingsan, juga beberapa kali kawannya mendapati Genta sedang muntah. Anehnya, tidak ada yang benar-benar sadar.

Gadis dengan rambut yang dikepang itu berdiri dengan wajah penuh pertanyaan atas diri sendiri. Itu bukan Panthera Hanaraya, melainkan Monalisa Yolanda. Seakan ada ribuan anak panah menembus ulu hati tanpa berniat membunuh, ini dikarenakan Yola mengingat sesuatu.

Sebagian besar orang berusaha menyelami diri sendiri, dengan mengingat-ingat apakah Genta pernah bercerita mengenai penyakitnya? Namun berbeda dengan semua orang, ingatan Yola langsung terlempar ke hari itu, saat laki-laki berusia 18 tahun tersebut tiba-tiba pingsan kala sedang berolahraga, dan Yola tak sengaja menangkap pemandangan itu dari dalam kelasnya. Kemudian, mereka berakhir di mobil merah sang gadis, dengan Yola yang mengantarkan Genta pulang ke rumah.

Selama ini Yola tak pernah memikirkan kata-kata Genta dengan serius karena pikirnya laki-laki itu sedang hiperbola. Gadis tersebut ingat sekali apa yang Genta katakan, apakah ia akan meninggal karena penyakit pusing di kepala?

Pikir Yola, itu hanyalah tingkah berlebihan kaum lelaki yang tidak tahan dengan sedikit rasa sakit. Akan tetapi, siapa yang menyangka bila Genta sedang mengungkapkan sedikit rahasia besarnya pada Yola? Sepatutnya Yola tidak meremehkan kalimat Genta dengan tawa.

Kini gadis itu berjalan dengan kaki gemetar di sepanjang perjalanan menuju kelas Jenardian. Mendengar dari bisik-bisik, ketua Batavia itu akan menjenguk sekaligus memberi semangat pada sang sahabat supaya terus bertahan hidup. Tak hanya seorang diri, Jeje bersama beberapa orang lainnya akan mengunjungi Genta di rumah sakit, seperti anggota Batavia, kawan sekelas, juga kekasih laki-laki tersebut.

Keinginan Yola saat ini sederhana, ia ingin menemui Genta untuk memastikan maksud akan kata-katanya beberapa bulan lalu. Apakah Genta sengaja mengatakan hal itu atau dia hanya spontan? Bila Genta memang ingin mencurahkan perasaan yang dialami, bayangkan betapa bodohnya Yola hingga ia tak menyadari hal sebesar ini. Jika saja gadis tersebut menyadari sejak awal, mungkin Genta akan mendapatkan banyak semangat dan dukungan dari sahabat dekatnya.

Sosok dengan rambut dikepang itu mendapati kelas Jeje yang satu-satunya masih ramai, padahal ruangan lain telah sepi karena bel pulang sudah berbunyi sejak tadi. Yola agak ragu untuk masuk dan bergabung bersama mereka. Bagaimana pun dia adalah orang yang selalu terang-terangan menyukai Genta. Jika sekarang dia ikut menjenguk laki-laki yang telah memiliki kekasih itu, apa pandangan orang lain terhadap dirinya?

Hundred MilesWo Geschichten leben. Entdecke jetzt