6. Kondangan

183 21 0
                                    

Celestial — Ed Sheeran

...

Jam menunjukkan pukul tujuh malam tepat. Di luar sana bintang dan bulan sedang bersinar terang di garis horizon. Tak ada tanda-tanda awan hitam yang akan menguasai malam.

Dengan sebuah gaun simpel bermotif batik, Melody menatap pantulan dirinya di kaca sambil memberi perona berwarna peach di pipi. Sebentar lagi Jeje akan menjemput, tetapi ia belum menyelesaikan make up-nya, alhasil Melody pun melakukan kegiatan dandan dengan terburu-buru, dia takut si ketua Batavia akan menunggu lama.

Saat ia sedang mengoleskan liptint pada bibir, pintu kamarnya dibuka dari luar oleh seseorang. Ayah yang menenakan kaos polo berwarna putih terheran dengan penampilan putrinya yang tampak rapi.

"Mau kemana, Mel?" tanya ayah Melody dengan kebingungan.

Sial, Melody lupa memberitahukan pada ayahnya jika ia akan keluar pada malam ini.

"Eum ... aku mau pergi ke acara nikahannya kakak kelas," jawabnya agak ragu. Gadis dengan rambut digelung indah itu takut bila ayah tak memberi izin.

"Kakak kelas? Kamu 'kan kelas 12, Mel, masa punya kakak kelas?"

"Kakak kelas yang dulu maksudnya."

"Oh .... Sama siapa?"

Ah, ini pertanyaan yang paling Melody takutkan. Ia menggaruk kepalanya dengan bingung. "Sama temen," jawabnya singkat.

"Cowok atau cewek?" Rasanya seperti sedang diinterogasi oleh algojo berbadan besar dan pistol mengerikan.

"Cowok." Dia mencicit.

Benar saja, dahi ayah Melody mengekerut tak senang. "Kenapa nggak bilang ke Ayah dari kemarin? Ayah nggak suka loh kalau kamu nutup-nutupin gini." Pria itu menunjukkan kekecewaannya.

"Aku nggak nutupin kok, cuma lupa ngasih tau aja, Yah. Maaf ya ...."

"Siapa cowok itu? Kenapa bisa sampai lupa ngasih tau Ayah? Pacarmu, Mel?"

Mata Melody sontak membulat lebar. Mengapa ayah bisa sampai berpikir jika laki-laki yang datang bersamanya ke kondangan adalah pacarnya? Cepat-cepat dia menggeleng. "Bukan lah, Yah! Masa iya aku punya pacar, ya nggak mungkin lah." Dia memberi klarifikasi.

"Terus siapa hayo ...?" Ayah malah menggodanya.

"Temen doang, anak kelas sebelah." Gadis itu menghentakkan kaki ke lantai dengan manja. Bersama dengan ayah, Melody tak malu menunjukkan berbagai jenis ekspresi.  "Boleh ya, Yah, aku berangkat ke sana? Aku udah terlanjur ngeiyain permintaan dia soalnya." Melody memberi tatapan memohon agar diberi izin. Bisa gawat jika tiba-tiba ayah melarang. Entah bagaimana nasib Jeje nantinya.

"Ayah lihat dulu temenmu kayak gimana penampilannya." Apakah ayah berpikir jika Jeje adalah seorang preman berbadan besar yang gemar memalak di pasar? Sebab itu sangat aneh.

Bertepatan dengan pembicaraan mereka yang usai, bel rumah dibunyikan oleh seseorang, pasti itu Jeje. Ayah dan anak tersebut segera menuju pintu untuk membukakan. Benar saja, laki-laki setinggi 180 cm itu berdiri di depan sana dengan menggunakan celana kain serta kemeja polos berwarna biru tua, rambutnya pun ditata dengan sangat rapi tak seperti biasanya.

"Melody," sapa laki-laki itu pada mulanya, sampai dia tersadar lalu sedikit terkejut saat melihat kehadiran ayah sang gadis yang ternyata juga ada di sana. "Halo, Om, selamat malam." Dia ikut menyapa sambil menyalami tangan pria dewasa tersebut.

"Temennya Melody, ya?" tanya ayah.

"Iya, Om," balas Jeje sambil tersenyum malu.

"Nama kamu siapa?"

Hundred MilesWhere stories live. Discover now