4. Kondangan

131 17 0
                                    

Shintia Ayudya itu tipikal perempuan yang amat berisik, banyak bicara, dan tak bisa diam. Masih bingung? Jeje adalah Ayudya dalam versi laki-laki.

Bayangkan rasanya menjadi Genta yang tinggal sekelas dengan dua orang gila tersebut. Setiap hari isinya hanya ocehan tak masuk akal mereka, telingannya bahkan terasa sakit tiap kali Jeje dan Ayudya berlomba main game di ponsel. Parahnya lagi, Genta duduk sebangku dengan Jeje, sedangkan Ayudya duduk di sebelah bangkunya. Bisa dibilang, kanan dan kirinya adalah makhluk astral pembuat telinga pengang.

Seperti siang ini, guru seni budaya tidak datang karena anaknya sedang sakit, dan dua orang gila itu sedang  mengadakan pertandingan di aplikasi game online pada ponsel masing-masing. Gendang telinga Genta serasa pecah karena teriakan dan umpatan mereka. Ingin kabur dari kelas dan bersantai di kantin saja bersama dengan Arsena, tetapi dia tak dapat keluar sebab jalannya ditutup oleh makhluk aneh bin ajaib ini. Genta telah menyuruh mereka untuk berpindah sebentar, namun, dia malah dimarahi karena mengganggu permainan mereka. Ia sudah gila rasanya.

"GUE MENANG!" Ayudya berteriak super kencang, dia telah memenangkan pertandingan. "Ayo, Pak Ketu, sekarang lo harus traktir gue seblak mbak Ida." Mereka sempat melakukan taruhan tadi, jika Jeje menang, maka Ayudya harus menjemput dan mengantarkannya pulang selama tiga hari. Sedangkan, jika Ayudya yang menang, Jeje harus membelikan gadis itu seporsi seblak spesial.

"Ye anjir ... iya gue beliin sepulang sekolah nanti."

"Harus seblak spesial, ya!"

"Iya, Yu, iya."

Genta harap telinganya baik-baik saja. Dua makhluk dengan pita suara nyaring ini berteriak sepanjang waktu dan melarang laki-laki tersebut pindah barang satu sentimeter pun. Namun, sekarang mereka telah selesai, Genta harus pergi sebelum dicegat lagi oleh mereka.

Sosok setinggi 183 cm itu berusaha melompati meja yang menjadi penghalangnya. Tak peduli akan ocehan Jeje dan Ayudya yang tanpa henti. Akan tetapi, sebelum ia berhasil melewati meja, tangannya ditahan lebih dahulu oleh si kawan sebangku.

"Mau kemana?"

"Kemana aja asalkan gak ada lo berdua." Nyaris tanpa nada saat Genta mengucapkan kalimat itu.

"Jahat amat lo," sahut Ayudya saat mendengar suara Genta.

"Gue ikut, Ta," pinta Jeje pada Genta yang masih berusaha melompati meja.

"Udah lo di sini aja sama Ayu."

"Ya elah, Ta, ajak sana homo-an lo."

Ayolah, gara-gara Jeje yang tak pernah punya pacar semenjak kelas 10 dan ia selalu menempel pada Genta, orang-orang selalu mengejek Genta sebagai pasangan gay Jeje. Apalagi Genta yang selalu terang-terangan menolak para gadis cantik membuat candaan itu makin terasa benar saja.

Genta itu normal, hanya tak mau sibuk dengan urusan percintaan saja, toh dia masih SMA. Belum lagi maminya di rumah yang gencar menjodoh-jodohkan sang putra pada anak teman arisannya membuat Genta jadi makin malas. Dia masih SMA, mami menyuruhnya untuk mencari pacar lalu segera menikah. Yang benar saja? Genta masih ingin menggapai mimpi.

Jika Jeje sendiri, entahlah Genta tak tahu. Laki-laki itu akrab dengan semua orang baik pria maupun wanita. Dia sangat humble, humoris, tampan, memegang jabatan besar, pasti banyak gadis yang menyukainya. Akan tetapi, mengapa tak ada gadis yang gencar mengejar Jeje selayaknya Helena, Yola, dan Shella kepada Genta? Genta iri dengan ketenteraman itu.

"Yaudah deh." Dia hanya bisa pasrah menerima Jeje.

Saat kawan sebangkunya itu bersiap untuk berdiri, sebuah notifikasi pesan masuk melalui ponsel, yang mana membuat Jeje mengurungkan niat. "Bentar, Ta, bang Harsa chat di grup, kali aja ada yang penting."

"Iya." Genta kembali duduk pada kursi. Ia ikut membuka ponselnya yang juga menampilkan pesan dari salah satu seniornya.

Bang Harsa
Siang kawan-kawan dan adik-adikku sekalian :)
Kabar ini pasti akan mengejutkan anda-anda semua, namun, tolong pengertiannya untuk tidak tanya aneh-aneh :)
Minggu depan gue nikah, jangan lupa dateng.
Undangan menyusul. Thengs.

Mata Genta dan Jeje kompak membulat. Mereka saling menatap antara satu sama lain begitu membaca isi pesan tersebut. Harsa, kakak kelasnya yang berbeda lima tahun itu akan segera melangsungkan pernikahan. Wajar sebetulnya karena laki-laki matang itu telah rampung dalam pendidikan dan mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih dari cukup untuk membeli sebuah ponsel setiap bulannya. Namun, yang mengherankan, Harsa tidak pernah terlihat dekat dengan seorang pun perempuan apalagi sampai berpacaran, tetapi kini ia akan menikah. Baik Genta maupun Jeje jadi heran.

...

Sosok yang menjadi topik hangat di grup Batavia akhirnya menampakkan diri seusai membuat kehebohan siang kemarin. Harsa si laki-laki berusia 23 tahun itu akan melangsungkan pernikahan. Padahal, ia sendiri berkata bila akan menikah di usia kepala tiga sebab masih ingin menggapai mimpi. Namun, karena berita kemarin, semua anggota Batavia jadi bertanya-tanya mengenai apa yang terjadi.

Genta yang saat itu sedang sibuk membantu Jeje mengganti onderdil motor mendengar suara sorakan dari arah luar. Suara itu makin mendekat, lalu terlihatlah si tokoh utama grup chat Batavia sejak kemarin. Laki-laki itu tertawa-tawa sambil membawa sebungkus plastik bening yang Genta yakini isinya adalah undangan pernikahan.

"Bro, lo duluin gue, anjir." Christian selaku anggota Batavia yang paling tua dan masih aktif sampai saat ini pun memprotes.

"Makanya, sat-set, Bro. Jangan sibuk kerja mulu, pikirin diri sendiri." Harsa sok-sokan memberi wejangan.

"Bang, cewek lo hamil duluan, ya?" Pertanyaan tak masuk akal tanpa sopan santun itu jelas berasal dari si ketua, yakni Jenardian. Memangnya kapan remaja itu repot berpikir sebelum berbicara?

"Enak aja lo kalau ngomong." Harsa membantah tentu saja. "Emang yang bilang calon gue cewek siapa coba?" Semua orang yang ada di Batamulia sontak melotot.

"Bang!"

Laki-laki 23 tahun itu tertawa kencang begitu melihat respons beragam kawan-kawannya, padahal ia hanya bercanda. "Bercanda, guys,"

"Lagian lo gak pernah punya pacar masa tiba-tiba nikah."

"Nikah kan gak harus pacaran. Ada tuh yang baru ketemu langsung jatuh cinta, besoknya nikah."

"Kalau itu namanya bego." Sergio yang saat itu datang bersama dengan Harsa ikut menimpali.

Harsa tertawa saja. "Ya enggak lah, masa iya baru ketemu besoknya langsung nikah? Itu mau nikah atau training kerja?"

"Cantik gak, Bang, calon istri lo?" Jeje kembali bertanya.

"Cantik kalau buat gue, kalau buat lo jelek."

"POSESIF! POSESIF!" Dia mendapatkan sorakan penuh ejekan dari semua orang akibat kalimat konyol tersebut.

Lagi dan lagi Harsa hanya tertawa, aura bahagia terlihat sangat jelas di wajah laki-laki itu. Tak biasanya Genta melihat sang senior itu tersenyum begitu riang hanya karena seorang perempuan. Apakah jatuh cinta memang semengerikan itu? Haduh ... melihat Harsa, Genta jadi ingat wejangan dari mami yang memintanya untuk segera menikah.

"Udah-udah, nih undangannya. Harus dateng plus isiin amplopnya pakai duit warna merah lima lembar." Dia sempat bercanda saat membagikan undangan cantik berwarna putih gading itu.

Genta membaca nama perempuan istimewa yang mengisi relung hati si kakak kelas, Kayena Aditirta—dari nama pun perempuan ini terdengar sangat anggun. Pasti Harsa sangat bahagia saat berhasil meminang si pujaan hati.

"Tapi kawan-kawanku yang jomblo sekalian, kalian gak boleh dateng sendirian ke nikahan gue. Malu banget lihat cowok-cowok ganteng, keren, hits, eh sampingnya cowok juga. Apa kata orang? Oleh sebab itu, kalian yang jomblo harus cari gandengan cewek. Gak peduli entah itu temen lo, mantan lo, HTS lo, pokoknya nggak boleh dateng sendirian. Ajak siapapun boleh, asal bukan bawa nyokap apalagi saudara sendiri, kelihatan banget jomblonya."

"BANG!"

...


31 Mei 2023.

Hundred MilesWhere stories live. Discover now