18. Kite

2.5K 297 40
                                    

Halo sayang~

Forgive me karena lama gak update soalnya aru tipe orang yang suka menunda nunda pekerjaan dengan mindset "nanti aja deh,".

/SELAMAT MEMBACA

Harapannya untuk pulang hilang, sekarang Halilintar mengerti jika dia akan terus terjebak disini tanpa mengetahui  bentuk kasih lagi.

Ironisnya, kenapa harus dia yang mengalami hal ini. Kalaupun harus mati, Halilintar ingin mati dengan tenang tanpa mengenal penderitaan lebih dulu.

Seingatnya ia tak pernah melakukan kesalahan yang merugikan puluhan bahkan jutaan orang didunia ini. Bahkan, bertemu orang saja jarang.

"Darimana kamu?!".

Halilintar diam tak menjawab, dia bahkan tak memandang Boboiboy sama sekali dan lebih memilih objek lain yang menurutnya lebih menarik.

"Saya tanya, kamu darimana?".

Halilintar mendongak untuk melihat Boboiboy yang lebih tinggi darinya.

Plaak!

Halilintar menoleh kedamping saat tangan kasar Boboiboy mendarat di pipinya. Halilintar tak menangis, justru dia malah kebingungan dengan keadaan saat ini.

"Kenapa kamu pergi? Bagi kamu Ice itu apa? Mainan? Perabot?!" sentak pria itu dengan wajah penuh amarah.

Halilintar mempertahankan wajah datarnya, ia tak boleh terlihat lemah ataupun emosional saat ini, "apa maksud Papa? Aku baru aja pulang, kenapa Papa udah buat masalah aja?".

"Berani—beraninya!" Boboiboy mendorong tubuh Halilintar ke dinding di belakangnya dan menjambak rambut Halilintar yang mulai memanjang sehingga memudahkan Boboiboy untuk memegangnya.

"Kamu tau kesalahan kamu disini?!".

Mata penuh amarah itu, Halilintar pernah melihatnya namun, ia tak mengingat kapan dan dimana tepatnya.

"Kamu mau membunuh saudara kamu sendiri?".

"Jawab saya, Halilintar!!" Boboiboy membenturkan kepala Halilintar ke tembok lumayan keras.

Menurut Halilintar, sakitnya tidak seberapa dibandingkan dengan rasa lapar yang ada di perutnya sekarang. Tahu begitu Halilintar akan makan diluar saja dibanding pulang untuk makan yang berakhir diperlakukan layaknya budak begini.

"Gara-gara kamu sekarang Ice sakit lagi, puas kamu liat Ice menderita?!" Boboiboy menarik rambut Halilintar memaksa anak itu untuk menatapnya.

"Lepasin, Pa!" titah Halilintar, kedua matanya menatap Boboiboy tanpa minat.

Asal Boboiboy tahu saja, kulit kepalanya perih karena ditarik terus, bisa-bisa Halilintar botak tanpa perlu di gunduli dengan mesin clipper.

"Ikut saya!" Boboiboy memang melepaskan rambut Halilintar saat ini namun pria itu beralih menarik tangan Halilintar menuntun cowok tersebut untuk pergi ke suatu tempat yang Halilintar benci.

"Aku bilang lepasin! Papa mau bawa aku kemana?!" Halilintar tak bisa menarik tangannya, kepalan tangan Boboiboy terlalu kuat mentang—mentang dia duda.

Boboiboy berbalik dan menatap Halilintar. Matanya seolah menusuk dalam ke jantung bahkan sampai menembus ginjal mungil Halilintar. Halilintar takut padahal Halilintar tahu juga orang ini bukanlah ayahnya namun entah kenapa tatapannya sangat mengintimidasi.

Boboiboy dibutakan oleh amarah, tanpa sadar dia mendorong sekuat tenaga tubuh Halilintar tepat ke arah meja yng terbuat dari kaca yang ada diruang tamu.

Two Sided Life Where stories live. Discover now