15. Hug?!

4.2K 367 22
                                    

Pertandingan ketujuh selesai beberapa menit lalu yang dimenangkan oleh SMA Anagata alih-alih SMA Medallion yang dijuluki monster.

Kalah untuk pertama kalinya merupakan sebuah tragedi besar bagi SMA Medallion yang wajib dijadikan sebagai sejarah. Kata malu juga tak dapat lagi digambarkan dari wajah mereka mengingat anggota basket SMA Medallion sempat mengejek SMA Anagata sebelum memulai pertandingan.

Halilintar jadi besar kepala karena dia berhasil mengalahkan kakak kelasnya yang saat ditubuh aslinya adalah kakaknya yang berbeda segalanya.

"Selamat, cebol ... maaf soal yang tadi,".

Halilintar mencibir tanpa suara, decakan kesal dapat terdengar dengan sorot mata yang tak dapat berbohong jika ia tengah kesal, "umur kita beda jauh, wajar aja aku pendek, dasar tiang. Dan untuk yang tadi minta maaf ke mereka,".

Angin. Cowok itu tersenyum memaklumi, lagipula memang dilihat-lihat anak didepannya ini terlihat seperti anak sekolah dasar yang tanpa sengaja tersesat ke SMA.

Namun menurut Halilintar ada yang aneh dari Angin, cowok itu terlihat lebih tenang dan terkesan lebih banyak diam tak seperti dulu.

"Kak Angin? Gak pa'pa'? Kenapa ngeliatin terus, ada sesuatu diwajah aku?" tanya Halilintar saat Angin terus menatap kearahnya tanpa berkedip, Halilintar jadi ngeri kan melihatnya.

"Em maaf, cuma keingat sesuatu aja. Ah ya bye pergi dulu aku harus nemuin seseorang, belajar yang rajin sebentar lagi ulangan kenaikan kelas," setelah melambaikan tangannya Angin pergi meninggalkan Halilintar yang masih berada ditempatnya, cowok itu belum sempat bergerak dari tempatnya.

Selain heran karena Angin menjadi lebih pendiam, Halilintar juga heran kenapa Angin menyuruhnya belajar seolah dengan tubuhnya sekarang Angin sudah mengenalnya.

"Wajar sih, Ayah juga kenal sama tuh tukang KDRT." Halilintar mengendikkan bahunya, toh yang sudah terjadi biarlah terjadi sekarang dia tak ingin lagi terjebak di masa lalu seperti sebelumnya dan akan mulai dengan merancang masa depan cerah miliknya sendiri.

"Halilintar,".

Halilintar menoleh saat mendengar namanya disebut, dia mengerutkan dahinya saat melihat jika Boboiboy yang memanggilnya. Untuk apa pria itu memanggilnya, untuk dimarahi lagi? Padahal Halilintar tidak melakukan kesalahan apapun kecuali merusak kaca spion mobil milik Laksamana tadi.

"Papa, ada apa?" Halilintar menghampiri dengan terburu-buru lantaran takut akan dimarahi lagi jika berlama-lama.

Halilintar tertegun saat netranya melihat Boboiboy tersenyum, benar-benar suatu pemandangan yang mustahil dapat Halilintar lihat seumur hidupnya. Halilintar menepis perasaan kagumnya karena dia yakin dirumah nanti Boboiboy pasti akan berubah menjadi iblis menyeramkan seperti sebelumnya.

"Selamat, Papa bangga sama kamu," Boboiboy mendekap Halilintar membiarkan putranya bersandar pada dadanya.

Halilintar ingin menangis, ternyata begini rasanya diakui oleh seseorang, mendapat perlakuan hangat dari orang yang disebut ayah. Mata Halilintar berkaca-kaca, jika saja tidak gengsi mungkin air matanya sudah keluar sedari tadi.

Namun Halilintar ingat jika hati manusia gampang sekali berubah, Halilintar jadi yakin jika nanti Boboiboy juga akan kembali seperti sebelumnya. Tetapi Halilintar ingin menikmati saat ini, setidaknya sekali seumur hidup.

"Harusnya bukan gue yang ada diposisi ini tapi lo, Halilintar Navarro Aiden.".

.
.
.

"Sebagai perayaan atas kemenangan kita, anggota basket putra dan putri. Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba juga, malam ini kita akan menikmati penampilan Halilintar-".

Two Sided Life Where stories live. Discover now