Ayat 15

19 8 0
                                    

Bismillah.

Follow ig @windiisnn_ @windisworld_story

TikTok @windiisnaeni21
Twitter @windiisnaeni21

Vote dan komennya jangan lupa yaaa hehe

Jangan lupa cerita ini masukkan readinglist






Ayat 15

If you fall in love with the glow of the moon, the sparkle of the stars and the aesthetic of the sun, how could you not fall in love with the Creator of them all?

-themuslimahclub-


Ben menghentikan Ferrari hitam yang dikendarai, kembali membaca alamat rumah pada gawainya. Lalu Ben menatap bangunan megah tertutup gerbang yang menjulang tinggi di depannya. Laki-laki itu keluar untuk memencet bel, dan tak lama seorang satpam keluar.

“Ada yang bisa saya bantu?”

Ben menunjukkan alamat di ponselnya, “Ini benar alamatnya?”

Setelah melihat, satpam dengan nama Ijo pada seragamnya itu mengangguk. “Benar, Mas.”

“Saya mau ketemu sama Pak Harun, ngantar berkas ayah saya. Adyasa Abadi.” Ben mati-matian menahan tawanya karena mengetahui satpam di hadapannya itu bernama Ijo. Mulut Ben sangat gatal untuk bertanya, Pak, kalau punya saudara perempuan, ada yang namanya Pink enggak?

Ben pikir, mungkin ketika memberi nama, orang tua Pak Ijo terinspirasi dari buta ijo, kolor ijo atau hulk mungkin. Ben buru-buru mengenyahkan pikiran ngawurnya. Dalam hati berteriak, Ara satpam lo pengen gue warnain ijo beneran!!

“Sebentar.” Pak Ijo masuk dan tampak bicara melalui interkom di pos. Tak lama satpam itu kembali dan membukakan gerbang. “Silakan, Mas. Bapak nunggu di dalam.”

Ben mengendarai mobilnya, memasuki pelataran rumah bergaya mediterania itu. Ben berdecak kagum. “Ara, lo tuh anaknya orang kaya, tapi lo enggak banyak gaya. Gue makin salut.” Jika sebelumnya Ben akan menyangkal habis-habisan perasaannya, kini tidak lagi. Dia suka, ya bilang suka.

Baru saja Ben keluar mobil, dia melihat seorang gadis dengan bennie pink dan pakaian yang serba pink itu sedang duduk di ayunan taman depan rumah. Lengkap sudah, tadi Pak Ijo dan sekarang Mbak Pink. Ben mengedikkan bahunya tak acuh, tetap berjalan tanpa menyapa. Akan tetapi, Ben tidak menyapa, malah gadis yang Ben ingat namanya Amanda itu menghampirinya dengan senyuman. Menyapa Ben dengan begitu ramah.

“Kamu yang waktu itu di halte, kan? Kok ada di sini?”

Ben tak menghiraukan Amanda, laki-laki itu kembali berjalan.

“Oh iya kita belum kenalan. Aku belum tahu nama kamu.”

“Memangnya gue peduli?” ketus lelaki itu.

Ben memencet bel dan tak lama seorang wanita dewasa berkerudung instan membuka pintu. Sementara Amanda masih mengekor di belakang Ben.

“Kamu anaknya Pak Adyasa, kan?” Ben mengangguk. “Ayo masuk.”

Ben mengikuti wanita itu, membawanya ke ruang tamu yang luas, terdapat lampu gantung besar, serta vas-vas besar di sudut ruangan. Ben melihat seorang laki-laki seusia ayahnya tengah duduk di sofa beludru dengan seorang anak laki-laki yang Ben taksir masih duduk di bangku sekolah dasar. Anak laki-laki itu memegang pena dan buku, diperlihatkan bukunya kepada pria dewasa di hadapannya.

“Pa, Andra enggak bisa ngerjakan yang ini.”

“Minta diajarin sama Mbak Ara dulu, Papa ada tamu.”

Cinta Sang Al KafirunWhere stories live. Discover now