Ayat 3

313 89 8
                                    

بسم الله الر حمن الر حيم

Di atas adalah TRAILER cerita Sang Al Kafirun

Jangan lupa vote dan komen yaaaa ☺
Happy reading!

*

Bukan Ben namanya kalau nurut begitu saja kepada Bu Atun untuk merapikan buku di rak-rak perpustakaan. Lelaki itu pergi begitu saja meninggalkan Tema. Lebih tepatnya, belum sempat sampai di perpustakaan, Ben sudah mengambil jalan lain. Tema yang berjalan di depan tidak tahu kalau Ben berbelok haluan menuju kantin.

Akan tetapi sepertinya hari ini bukan sepenuhnya hari keberuntungan Ben. Dia melihat Bu Atun dengan tubuh tambun besarnya dari arah lain hendak berjalan menuju kantin dengan membawa gunting. Ben melotot, jika Bu Atun sudah membawa gunting, rambut Ben bisa menjadi sasaran empuk untuk wanita itu mengeksplorasi kepala Ben. Seolah beliau tahu ada kemungkinan murid yang sedang dihukumnya akan melipir ke kantin.

"Anjir!" Ben kembali berbalik arah mengambil jalan lain. Dan kakinya berhenti di depan masjid sekolahnya. Dia memandang bangunan berkubah itu beberapa saat. Ben berpikir, Bu Atun tidak akan mengira kalau Ben akan pergi ke tempat ini. Dari luar Ben melihat ada kelas yang sedang melakukan pembelajaran di dalam masjid. Tanpa pikir panjang lagi, lelaki itu masuk dan bergabung bersama kumpulan anak laki-laki kelas tersebut.

Beberapa anak lelaki memandang Ben dengan kernyitan, memandang lelaki itu dengan tatapan tidak percaya. Mereka berpikir, untuk apa lelaki ajaib di sekolah, si pentolan sekolah yang kerjaannya marah-marah kalau sudah terusik sedikit saja, berada di tempat yang bukan seharusnya. Anak putri yang melihat, ada yang berbisik-bisik, baik mengagumi ketampanan lelaki itu ataupun berbisik sinis. Jadi, anak putra duduk di barisan sebelah kiri, sedangkan anak putri di barisan sebelah kanan dengan dipisahkan tabir yang tingginya direndahkan sebatas lutut orang dewasa.

Sedangkan Pak Ali––guru agama Islam yang memang sedang mengisi materi, terkaget melihat Ben.

"Kamu Ben, kan?" tanya Pak Ali membuat semua atensi teralihkan mengikuti perhatian guru itu.

"Iya, Pak," jawab Ben santai, tidak terganggu dengan perhatian semua orang yang melihatnya dengan tatapan bermacam-macam. Dia tidak takut menjadi perhatian.

"Kamu nggak salah kelas, kan?"

"Saya nggak boleh gabung di sini, Pak?" tanya Ben, balik bertanya.

"Bukan tidak boleh, sekarang kan jam kegiatan belajar mengajar, kamu bolos?" tanya Pak Ali lagi dengan baik dan lemah lembut, tak terpancing untuk memarahi murid nakalnya.

"Saya kan dihukum, habis dihukum saya ke sini aja, dengerin Bapak ngajar, siapa tahu saya dapat hidayah biar nggak nakal lagi." Dihukum iya, tapi belum menjalankan hukuman, sudah pergi dari tanggung jawab. Pak Ali yang mendengar perkataan Ben tersebut, tak terlalu memusingkannya, beliau kembali melanjutkan pelajaran.

"So, tadi saya menyampaikan materi sampai mana?" tanya guru agama yang cukup kekinian itu, kembali mengalihkan perhatian, memusatkan kepadanya.

"Hukum nikah, Pak," jawab salah seorang, dan dia adalah Aurora.

Ben memperhatikan sang gadis, lantas mengernyit. Lelaki itu menelengkan kepala, mencoba mengingat nama gadis itu. Ben sering melihatnya tetapi tidak pernah peduli namanya. Beberapa kali saat berpapasan, Ben sempat bersitatap dengan gadis itu, dan dengan cepat dia selalu menunduk atau mengalihkan pandangannya. Ben tidak pernah peduli dan tidak pernah ingin tahu.

Cinta Sang Al KafirunWhere stories live. Discover now