Ayat 9

23 7 0
                                    

Bismillah.

Assalamu'alaikum.

Jangan lupa follow instagram @windiisnn_ dan @windisworld_story

Mari vote dengan tekan bintang dan beri komentar pada setiap bab ceritanya 🥰

Happy reading!




Ayat 9

Kedatangan Ben ke tempat balap dibuat terkejut dengan orang-orang berpakaian hitam dan bertubuh besar. Bintang ada di sana, tetapi di belakang lelaki itu ada lima orang berpakaian hitam tadi. Ben menatap sekeliling yang sepi. Ben mendekati Bintang, sementara dia menahan teman-temannya di belakang.

“Ngapain lo ngemis-ngemis minta gue datang ke sini?” tanya Ben melirik kelima orang di belakang Bintang. “Pake segala bawa anak buah? Yang pengecut siapa, Nyet?” Ben berdecih, muak.

Ada dari anak buah Bintang yang hendak maju, tetapi Bintang menahannya. “Lo semua diam! Biar gue yang urus.”

“Bintang kecil!” 

Bintang menatap Aladin, matanya menyipit geram.

“Lo tuh ngapain ngemis-ngemis minta Ben datang? Kangen Ben? Lo udah nyerong?”

“Lo bisa diam, enggak? Sebelum gue suruh mereka banting tubuh kecil lo itu?” Bintang menunjuk kelima anak buahnya, tetapi matanya menatap Aladin begitu sinis.

“Halah, mainnya orang suruhan! Tenaga lo mana, Nyet?!” Ben mendorong Bintang murka. “Sampai teman-teman gue celaka, gue sendiri yang bakal bunuh lo,” desisnya.

“Kalo gitu suruh mereka pergi, atau mereka celaka.”

Dalam sekali tonjok, Bintang terhuyung oleh bogeman Ben yang tidak main-main. “Bac*t! Mau lo apa?!” darah Ben serasa mendidih, murka oleh setiap ucapan yang keluar dari mulut Bintang.

Bintang mengeluarkan berkas dari dalam jaketnya. Lelaki itu menyerahkannya kepada Ben, membiarkan Ben membacanya. Tetapi Ben menepisnya.

“Ck. Apaan? To the poin aja!”

“Ini gue udah to the poin, Sat!”

“Nama gue bukan Satria!”

“Nama gue juga bukan Penyet!” tantang Bintang.

“Yang ngatain lo Penyet siapa? Kita sebut Monyet, kalik,” balasnya tak kalah sengit.

Ben mendengkus, tetapi kemudian dia menerima berkas yang Bintang sodorkan. Ben mengernyit begitu melihat isinya. Tiga hari lalu dia pergi ke lokasi pembangunan proyek baru ayahnya. Dia ikut melihat walaupun tidak terlalu tertarik, dia tidak paham. Dan berkas yang Bintang berikan kepadanya adalah gambar dari lokasi, serta surat ijin pembangunan proyek milik Abadi Property Holdings, yang tak lain adalah proyek milik ayahnya, milik perusahaan keluarga Abadi.

Ben menatap Bintang, mengangkat satu alisnya. “Terus kenapa sama proyeknya?”

“Gue mau lo bilang ke bokap lo, buat batalin proyeknya, atau seenggaknya putusin kerjasama dengan Praha Tbk.”

Ben tertawa sinis. “Basi.”

Ben berbalik, malas meladeni Bintang.

“Lo harus turutin omongan gue, atau bokap lo, bokap Leo, sama bokapnya Erza bakal jadi taruhannya. Oh iya, bonus teman-teman lo yang enggak berguna itu.”

Ben menghentikan langkahnya, lelaki itu mengepalkan kedua tangannya. Leo dan Erza yang namanya disebut ikut merasa geram, apalagi melibatkan orang tua mereka.

“Janc*k! Beraninya ancaman, lo?! Lo enggak tahu, bapak gue guru silat?! Belum ngerasain semua tulangnya dipatahin, ya?!!” Aladin maju, geram.

Salah satu anak buah Bintang maju, dan dalam sekali tonjok, Aladin tersungkur. Ben yang melihat mengepalkan tangannya tambah kuat.

Cinta Sang Al KafirunWhere stories live. Discover now