Ayat 7

95 11 0
                                    

Bismillah
Halo halo semua pembaca ceritanya Benua Utara.


Btw ini trailernya beda ya sama yang awal hehe. Kali ini lebih uwah.

Buat info lebih lanjut bisa follow ig saya @windiisnn_ dan @windisworld_story




Happy reading!

Ayat 7

Dulu kukira mereka terlalu fanatik terhadap agama. Tapi setelah aku belajar agama, ternyata dulu aku yang terlalu fanatik terhadap dunia.


“Mau ke mana kalian?”

Ben berhenti di depan teman-temannya. Mereka hanya Saki, Toriq dan Aladin.

“Masjid, mau salat dhuha,” jawab Aladin.

“Tumben amat lo. Biasanya Saki sendirian. Lo juga Toriq.”

“Lagi dapat hidayah. Mumpung dapat, gunain baik-baik, enggak semua orang dapat hidayah.” Toriq cengengesan.

“Lo sendiri ngapain baru berangkat? Bu Heni nanyain lo yang enggak pernah masuk kelasnya, kalo udah keliatan anaknya suruh menghadap saya,” ujar Saki menirukan gaya bicara Bu Heni beberapa waktu lalu.

“Gue udah berangkat dari tadi, telat. Malah ada Monster, ngacir gue, ngumpet di masjid.” Monster adalah panggilan Ben kepada Bu Atun. “Kalian mau ke masjid, gue ikut deh.” Ben mengikuti langkah ketiga temannya.

“Ngapain?” tanya Aladin.

“Mau nyari bidadari,” celetuk Saki membuat Toriq dan Aladin bersorak. Mana mungkin, pikir mereka.

Ben tadi berpapasan dengan Aurora, dan dia yakin gadis itu juga akan pergi ke masjid. Ketika teman-temannya sedang salat, Ben hanya duduk-duduk di undakan tangga serambi masjid sebelah kanan. Tetapi matanya melihat ke dalam, melalui kaca jendela transparan, di shaf paling belakang, Ben dapat melihat Aurora sedang salat. Laki-laki itu memperhatikan setiap gerakan salatnya. Mendadak hatinya terenyuh riuh secara bersamaan.

Ben kembali mengingat percakapannya dengan Pak Ali tadi.

“Pak Ali mau bantu saya?” tanyanya, mengerjap kepada Pak Ali.

“Bantu? Apa?”

“Menemukan jati diri saya.”

Pak Ali tersenyum. “Mungkin saya bisa membantu. You can do it, Ben. Tapi perlu kamu ketahui dan kamu ingat, yang sesungguhnya bisa mencari dan menemukan jati diri kamu, ya diri kamu sendiri.” Pak Ali menunjuk dada kiri Ben dengan telunjuknya. “Kamu harus tahu dulu jati diri kamu, baru kamu akan tahu siapa Tuhan kamu. Saya harap, keinginan kamu ini benar-benar dari hati nurani kamu, bukan karena sekadar terinspirasi dari kalimat sindiran saya.”

Ben kembali mengernyit.

We don’t know. Maybe, kamu hanya terkendalikan oleh emosi sesaat kamu karena mendengar kalimat saya. Coba tanyakan dan niatkan benar-benar dari hati kamu lagi.”

Ben menatap Aurora yang sudah selesai salat. Ben yang melihat gadis itu keluar masjid, bangkit dan berjalan menghampirinya. Aurora yang menyadarinya, celingukan melihat sekitar. Takut banyak orang memperhatikannya. Dan tak heran, tetap ada dua tiga orang yang memperhatikan keduanya. Aurora tidak suka itu. Jika dia sedang berbincang dengan orang lain, dia merasa biasa saja, sebab tidak akan ada orang yang memperhatikannya. Sedangkan Ben, seperti ada daya tarik tersendiri dari laki-laki itu, pasti ada saja yang memperhatikannya.

Cinta Sang Al KafirunWhere stories live. Discover now