Takdir yang berbicara

1.9K 123 2
                                    

Sekuat apapun kita merubah dan menolak apa yang telah terjadi jika itu perihal takdir maka tugas kita hanya menerima bukan memaksa untuk menghindari.

-Ameera Noura Syakila-

~♡~

Ameera berjalan melewati kelas, hari ini ia akan pergi keluar untuk membeli beberapa perlengkapan melukis. Saat Ameera melewati masjid yang bersebrangan dengan rumah pak kyai, langkah nya terhenti. Matanya menatap seseorang yang selama ini menghilang dari hadapannya.

Iya, Adhias. Gus muda terfavorit para santri dan ditakuti oleh seluruh santri telah kembali dengan prestasi dan penghargaan terbaik. Adhias keluar dari mobil, lalu menghampiri Bu Aisyah lalu mencium punggung tangannya dan memeluk untuk membalas rasa rindu. Ameera terdiam dengan waktu yang cukup lama, menatap laki-laki yang akhir-akhir ini menjadi topik pembicaraan dirinya bersama sang maha cinta di seperti malam.

"Hayo ustadzah pasti kangen sama Gus Adhias, ya kan!" ucap Fatma dan laila bersamaan, secara tiba-tiba mereka datang.

Ameera mengelus dadanya karena terkejut, melihat kearah samping. Terlihat Laila dan Fatma yang tersenyum."utamakan salam kalo ketemu sama orang"

Laila maupun Fatma hanya bisa tersenyum malu, mereka berdua melupakan adab saat bertemu dengan seseorang yaitu salam. "Hehe afwan Ning, habisnya Ning fokus banget ngeliatin Gus Adhias nya" kata Laila.

"Tenang Ning, Gus Adhias gak bakalan pergi lagi ko. kecuali pindah" ujar Fatma yang sedang melihat Gus Adhias membawa koper kedalam ndalem.

"Pindah kemana?" Tanya Laila terkejut.

"Pindah ke hatinya Ning Ameera, ya kan Ning?" Fatma menatap Ameera, ia hanya bercanda dan hanya sedikit menggoda Ning nya.

Ameera memalingkan wajahnya, sudah dia yakini bahwa pasti sekarang pipinya sedang merona, entah kenapa setiap ada yang menyebut nama Gus Adhias pasti hatinya berbunga-bunga. Ameera saja bingung dengan dirinya sendiri yang seperti remaja ketahuan jatuh cinta secara diam-diam.

Laila dan Fatma yang menyadari gerak-gerik Ning Ameera sangat berbeda, seperti malu. Mereka berdua hanya bisa tertawa, Ameera langsung pergi tanpa memperdulikan Fatma dan laila yang sedang tertawa. "Ning Ameera pasti pipinya merah!" Teriak Laila tanpa memperdulikan tatapan santri lain.

Ameera menghela nafas, bisa-bisanya dia memperlihatkan sikap salting nya dihadapan santri yang usil dan jail seperti Fatma maupun Laila, bahkan banyak pasang mata yang menatap ke arah Ameera termasuk seseorang yang selama ini merindukan wanita yang membuat hatinya gelisah, dia tersenyum saat melihat tingkah wanitanya seperti sedang menahan malu karena ulah santri putri.

Ameera pergi dengan menaiki angkutan umum, setelah sampai ditempat tujuan Ameera mencari toko yang menjual perlengkapan melukis, tidak membutuhkan waktu lama ia menemukan toko yang menjual berbagai alat-alat untuk melukis. Ameera akan mengajarkan para santri untuk melukis, bukan hanya melukis kaligrafi tapi melukis juga hal-hal yang menarik untuk mengisi waktu luang.

Setelah membeli beberapa perlengkapannya, Ameera memutuskan untuk membeli beberapa makanan untuk Bu nyai. Setelah mendapatkan beberapa barang yang ia perlukan, Ameera memutuskan untuk pulang.

Melewati jalan pintas yang telah diberitahu oleh warga di pasar, gang kecil yang menuju ke arah jalan raya. Saat Ameera mulai memasuki gang kecil tersebut tiba-tiba seorang laki-laki yang berpakaian berantakan menghalanginya. "Hai cantik, mau kemana?" ucapnya dengan keadaan berantakan, seperti efek mabuk.

Aksara CintaWhere stories live. Discover now