7. Gadis Kecil.

7 2 0
                                    

Asher Maverick, anak tunggal dari Ilse Maverick dan Luke Maverick. Ayahnya meninggal ketika ia baru berumur 9 tahun. 

Saat menginjak umur empat belas tahun, ia mulai memasuki dunia militer. Ia yang awalnya seorang anak kecil polos tak tahu apa-apa menjadi seorang laki-laki dengan pangkat militer yang cukup tinggi.

Asher hanya menyayangi ibunya dan hanya akan menuruti seluruh kemauan ibunya. Hingga akhirnya sang ibu memilih untuk pindah ke daerah Hindia-Belanda. Kata ibunya, itu adalah daerah yang indah untuk di tempati. 

Dikarenakan saat ketika sang ibu pindah, ia masih belum menyelesaikan tugas militernya sehingga ia memutuskan untuk pulang ke Hindia-Belanda menyusul ibunya ketika ia selesai dengan tugas militernya.

Ketika pertama kali sampai di depan rumah, ia melihat ibunya menyambut hangat dirinya. Ibunya mengatakan bahwa ia sudah menyebarkan beberapa surat undangan untuk pesta kepulangannya dari tugas militer.

Tentu saja ia tidak mempermasalahkan hal itu, baginya itu wajar untuk seorang ibu yang ingin merayakan kepulangan anaknya. 

Malam hari itu juga ia memutuskan untuk melihat-lihat sekitar perumahan ini. Beberapa rumah berjejer di sana. Saat ia berkeliling, matanya menangkap seorang gadis di pinggir danau. Rambut pirang panjang itu sedikit terbawa angin. 

Ia terus terkekeh mengingat betapa lucunya ia ketika pertemuan pertama mereka. Gadis yang tiba-tiba memiliki nyali ketika ia mengatainya bodoh, namun berakhir dengan danau yang menelannya.

Gadis yang terus melihatnya dengan ketakutan namun juga dengan berani membela dirinya sendiri. Itulah Anneke, anak dari tetangga ibunya.

Kejadian bertemunya ia dengan gadis kecil itu membuatnya terus penasaran. Fakta tentang Anne yang bekerja untuk ibunya semakin membuatnya senang. Ia jadi mempunyai lebih banyak waktu untuk bertemu gadis itu.

Ia juga sempat berpikir, berapa umur gadis itu? pemikirannya sangat pintar sehingga terlihat sudah dewasa, namun terkadang ia juga bertingkah seperti gadis bodoh. Masalahnya adalah tinggi gadis itu terlihat sangat kecil.

Beberapa bulan setelah bertemu dengan Anne, ia baru mengetahui fakta bahwa gadis itu baru saja menginjak usia lima belas tahun. 

Menurutnya sensasi ketika ia melihat Anne sedih, kesal atau menangis di hadapannya membuat kepuasan pada dirinya sendiri. Ia sangat suka melihat wajahnya yang memerah dan mata biru cantiknya yang berkaca-kaca.

Seperti saat ini, ia melihat Anne yang menangis hanya karena tersandung batu yang lumayan besar saat menjemur baju di halaman belakang rumahnya. Ia terkekeh kecil melihat matanya yang berkaca-kaca. Lihatlah wajahnya yang memerah itu, seakan membuat obsesi pada dirinya sendiri pada gadis berusia 15 tahun itu.

Akhir-akhir ini ibunya jarang berada di rumah. Jika pulang pun hanya saat malam hari. Jadi ia semakin lebih leluasa untuk terus membuat Anne kesal atau pun menangis. 

Bagian belakang kakinya terlihat memerah dan terus mengeluarkan darah. Ia terus mengamati Anne dari balkon lantai kedua rumahnya. Anne kemudian meletakkan baju ke dalam keranjang sebelum akhirnya berjalan masuk ke rumah dengan sedikit susah payah. 

"Bagaimana kau bisa berjalan dengan luka itu, gadis kecil?" gumamnya kecil.

Sore menjelang malam, Anne meminta ijin pamit untuk pulang pada Asher. Ia membungkuk di depan Asher yang terus menatap nya datar. Ia lalu kembali berusaha agar terlihat normal ketika berjalan. 

"Aku belum mengijinkanmu untuk pulang, Anne." Suara mengintimidasi milik Asher membuat Anne mematung.

Kemudian ia berbalik untu k melihat Asher yang masih membelakanginya. 

"Iya, tuan.." Anne menunduk di belakangnya.

Asher yang mendengar jawaban kecil Anne sedikit menaikkan satu sudut bibirnya. Gadis ini..

"Duduk, Anneke."

Anne yang tadinya menunduk kemudian mendongak, Asher masih belum membalikkan tubuhnya. Punggung lebarnya menutupi wajahnya. Namun Anne sedikit terkejut dengan ucapan yang menyuruhnya untuk duduk.

"Duduk.. di kursi.. ata-"

"Jika kau tidak bodoh saja."

Asher kemudian berjalan ke arah kamarnya sementara Anne mengambil duduk di kursi. Ia terdiam melihat Asher kembali dengan tangannya yang membawa kotak p3k miliknya.

Anne kembali terkejut ketika melihat Asher yang berjongkok di bawahnya untuk merawat lukanya. Memang lukanya sedikit parah, namun Asher dengan lembut memasangkan perban di kakinya. 

Beberapa kali bahkan Anne meringis karena kesakitan. 'Ternyata batu bisa menjadi menyebalkan.' Ia membatin dengan bibirnya yang sedikit dimajukan.

"Apakah bibirmu juga bengkak?" ucapnya ketus.

"Hah? apa?" tanya Anne bingung. Entah pendengaran Anne yang bermasalah atau ucapan dari laki-laki aneh di depannya ini yang bermasalah.

Sedangkan Asher terkadang juga merasa heran pada Anne. Terkadang ia bisa menjadi gadis kecil yang berani di hadapannya. Tapi juga terkadang sangat ketakutan jika melihatnya. Namun tetap, dimanapun dan kapanpun ia berpapasan dengan Anne saat tidak sedang di rumah, Anne selalu menatapnya takut.

"A-aw, itu sakit.." 

Asher yang mendengar itu lantas membetulkan perbannya sembari jarinya terus mengelus bagian atas kaki kecil miliknya.

Sejujurnya ketika ia melihat Asher yang dengan perhatian mengobatinya, membuat hatinya sedikit menghangat. Namun seketika ia menunduk ketika Asher kembali berdiri di depannya, sejenak ia lalu melihat tangan besar Asher yang terulur ke depan. 

"Pulang." 

'Dalam keadaan apapun, orang aneh ini terus saja mengeluarkan nada suara yang menyebalkan. Terus saja ekspresi datar, dingin dan suara menusuk, dasar manusia datar.'

Begitulah Anneke, ia sudah memiliki panggilan tersendiri, lebih tepatnya panggilan ejekan untuk Asher, 'Manusia Datar' karena wajah dan nadanya selalu datar hanya padanya. 

Asher mengantarnya hanya sampai halaman depan rumah karena adanya Jaka yang kebetulan sedang berada di sana. Jaka dengan wajah terkejut dan khawatir berlari ke arah Anne setelah melihatnya. 

Rasa tidak rela akan Anne yang dibantu oleh Asher membuatnya tidak nyaman. Namun tetap ia menunjukkan rasa hormat pada Asher. Sedangkan Asher hanya menatapnya tak minat, malah pandangannya terus tertuju pada Anne.

"Pribumi."

Satu kata dengan suara kecil dan menusuk itu membuat Jaka semakin membungkuk padanya. Bagaimana pun kastanya, pribumi selalu berada di bawah orang-orang Eropa. Itulah peraturannya.

Anne terdiam, setahu dia, sebutan 'pribumi' hanya untuk ia yang menduduki tanah asli Hindia-Belanda. Jaka termasuk salah satunya. 

Mengapa seorang pribumi harus hormat pada bangsa Eropa? ini adalah tanah mereka, dan bangsa Eropa hanyalah tamu di tanah ini.

Anne yang terus melihat Jaka membungkuk untuk Asher kemudian menariknya pelan agar kembali berdiri tegak. 

"Ayo kita masuk.." bisik Anne yang kemudian mereka berjalan masuk ke dalam rumah tanpa mempedulikan Asher yang terus menatap kepergian mereka.

"Pribumi tidak tahu diri," Asher bergumam dan menyeringai kecil, ia mengerti mengapa pribumi laki-laki itu terus berada di rumah Anne.

"Dengan bodohnya kau menerimanya, Anne."  

______
Maaf ya chapter ini dikit. Tapi di chapter selanjutnya akan aku kasih yang lebih lagi.

Oh ya! dan saya akan hiatus untuk beberapa hari. Karena seminggu ini saya harus ujian T_T

Thanks ^_^



You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 10, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Anneke's BoekenWhere stories live. Discover now