4. Budak.

21 6 1
                                    

"Hanya budak, berdarah pribumi, tapi sama-sama manusia yang hanya hidup untuk sementara."

-Annelies Van Diedrick

********

"S-saya.. Jaka.. t-tuan.."

Setelah pertemuannya dengan Henry, Jaka berkembang lebih cepat. Ini karena ia diurus dengan benar oleh Henry, hingga ia menjadikan Jaka sebagai asistennya yang akan menemani kemana pun ia bekerja.

"Aku ingin kau mengurus empat anakku yang berada di Fort Willem. Mereka masih kecil dan membutuhkan seseorang untuk mengurusnya. Aku tidak mungkin akan kembali ke rumah ini saat kekacauan belum terselesaikan." Suara Henry terdengar mengintimidasi membuat Jaka tak bisa untuk menolaknya, bagaimanapun Henry adalah majikannya.

"Baik, tuan. Saya akan menjaganya dengan baik. Saya berjanji."

Henry menganggukkan kepalanya, "aku memegang janjimu."

"Jaka? hey Jaka!" 

Suara Elies membuat kepalanya menoleh, tanpa sadar ia sudah melamun tanpa menjawab pertanyaan Elies. 

"Ada apa denganmu? Kau tiba-tiba saja melamun."

"A-ah maaf, nona. Saya hanya teringat sesuatu.."

Elies meletakkan gembor berisi air itu di atas rumput, ia lalu berjalan menghampiri Jaka yang terduduk di bawah pohon. 

"Jika boleh ku tahu apa kau seorang asli negara ini?" tanya Elies.

"Iya, benar, saya asli negara ini. Namun saya tidak asli daerah ini."

Elies memiringkan kepalanya, entah mengapa ia sedikit merasa nyaman berbicara dengan Jaka. Karena apapun pertanyaannya, sepertinya Jaka bersedia untuk menjawabnya.

"Lalu? dari mana asalmu?"

"Saya berasal dari Buitenzorg, nona."

"Buitenzorg? itu tempat kerja papa?"

Jaka terdiam, namun kemudian ia mengangguk dengan tersenyum. "Benar, nona. Ayah nona bekerja di sana."

"Lalu mengapa kita tidak menjemput papa saja ke sana? Elies sudah rindu dengan papa."

Sembari tersenyum, "Apakah nona Annelies benar-benar ingin bertemu dengan ayah nona?"

"Tentu saja! mengapa tidak?! aku sudah sangat rindu dengan papa, padahal dulu kami selalu bermain bersama dengan mama. Tapi semenjak mama meninggal, papa tidak pernah bermain lagi denganku." ucap Elies menunduk.

Jaka sedikit bingung dengan apa yang harus ia lakukan untuk Elies yang terlihat bersedih. Namun dengan senyum cerah, ia berdiri dan mengulurkan tangannya untuk Elies. "Lalu mengapa nona tidak mengajak pengasuh nona ini bermain?"

Elies mendongak, ia melihat Jaka yang berdiri di depannya. Elies sedikit terharu dengan apa yang Jaka lakukan. Benar kata Kak Anne, Jaka tidak seburuk yang ia pikirkan. 

Hingga mereka akhirnya bermain bersama, melakukan banyak hal untuk menghabiskan waktu. Tanpa mereka sadari, seseorang melihat interaksi mereka. Ia sudah menebak bahwa Elies akan dengan cepat beradaptasi dan cepat menerima Jaka di keluarganya.

11 bulan telah berlalu, tahun 1942.

Terlihat seorang gadis dengan rambut pirang yang digerai berdiri di dekat jendela besar rumahnya. Bulu mata lentik, kulit pucat dengan mata birunya, memakai dress selutut berwarna putih. 

Anne, ia melihat langit abu-abu seperti akan hujan. Sudah hampir satu tahun ayahnya tidak pulang. Sang ayah tidak menepati janjinya untuk merayakan pesta di bawah pohon. 

Anneke's BoekenWhere stories live. Discover now