5. Pasar.

12 2 0
                                    

"Aku membenci tanah ini. Tanah yang membuat hidupku seperti ini. Tanpa mama, tanpa papa dan tanpa kasih sayang."

-Anneke Van Diedrick

********

"JAKA PELAN-PELAN! KAU LARI TERLALU CEPAT!"

"AYO NONA! NONA HARUS MELIHAT INI!"

Saat ini, Jaka sedang membawa Anne pergi ke pasar untuk berbelanja. Ini adalah hari pertamanya ia pergi ke pasar. Memakai gaun tipis selutut dengan stoking putih yang menutupi kaki kecilnya.

Seperti sebuah festival tradisi biasa di tengah pasar dengan banyak orang yang juga menonton. 

Untuk pertama kali, Anne melihat keadaan luar. Melihat tradisi yang ada di daerah tempat Anne tinggal. Sebenarnya Anne merasa takut, banyak orang pribumi yang menatapnya dengan tatapan sinis dan tidak suka. Namun tidak sedikit juga yang menatapnya dengan mata ketakutan.

Tangan kecilnya menggenggam erat tangan Jaka. Sedangkan Jaka yang menyadari itu pun tersenyum manis padanya bermaksud untuk menenangkannya.

"Ada aku di sini, nona."

Setelah mereka melihat festival, Anne dan Jaka kemudian lanjut untuk membeli kebutuhan. Mereka membeli daun bawang, sawi, brokoli, dan banyak sayur lainnya. Setelah puas berkeliling dan membeli bahan makanan, mereka lalu mencari andong untuk pulang. Namun sama sekali tidak ada andong yang bisa mengantarkan mereka untuk pulang. 
*andong adalah transportasi yang digunakan untuk mengantarkan orang dengan memanfaatkan seekor kuda.

Alhasil, mereka pulang sembari membawa barang belanjaan dan berjalan menuju rumah.

"Nona, jika boleh saya bertanya, apakah nona memiliki seorang teman laki-laki?"

Mendengar itu, Anne langsung menoleh ke arah Jaka dengan ekspresi terkejut sekaligus heran. Namun tak lama ia langsung tertawa.  

"Hey Jaka! Apa kau bercanda? itu pertanyaan retoris yang kau seharusnya tahu, bagaimana aku memiliki seorang teman jika aku saja tidak bersekolah bahkan tidak bermain kecuali dengan adik dan kau? Ehm.. apa kau juga termasuk teman laki-lakiku?" ucap Anne berniat menggodanya. Namun Jaka malah terkekeh melihatnya.

"Jika nona menganggapku sebagai teman, saya akan merasa senang."

"Baiklah kalau begitu! Aku menganggapmu teman, dan kau juga harus menganggapku teman. Jadi, tidak ada sebutan nona lagi untukku, bagaimana? setuju?"

Jaka terdiam lalu tersenyum kecil dan mengangguk. Anne selalu bisa membuatnya tersenyum. Suara tawa miliknya yang terdengar candu di telinga membuatnya terus ingin mendengar Anne tertawa.

Sementara di rumah, Elies menjaga kedua adiknya. Kakaknya berpesan untuk terus mengunci pintu dan membuka hanya ketika Jaka dan Anne pulang dari pasar. Ia saat ini sedang berdiri di depan jendela. 

Suara berisik yang ia dengar dari halaman luar membuatnya membuka jendela untuk melihat siapa yang bermain di halaman rumahnya. Ia melihat seorang anak kecil yang terlihat seumurannya bermain sendiri bersama seorang nenek-nenek yang memakai baju kebaya hijau.

"Bibi lihat! danau itu bagus bukan? Ayah dan ibu memilih rumah yang cocok denganku!"

Anak laki-laki itu menunjuk danau di depan halaman rumah Elies. Dari danau itu ia bisa melihat dengan jelas langit siang yang indah dan cerah. Tidak begitu panas dan tidak juga dingin. 

Seseorang yang dipanggil bibi itu kemudian tersenyum lembut lalu mengajaknya untuk segera pulang dikarenakan sang ibu sudah memanggilnya.

"Den Bastian, ayo segera kembali, nyonya sudah memanggil."

Anneke's BoekenWhere stories live. Discover now