61. Penawaran

525 163 25
                                    

Segala hal di rumah ini sekarang membuatnya muak. Jadi, Adinda tidak membuang waktu lagi untuk naik ke kamarnya dan mengambil koper. Matanya terasa panas, tetapi Adinda sudah berjanji pada dirinya bahwa ia tidak akan menangis lagi. Sudah cukup bertahun-tahun ia menghabiskan air mata untuk orang-orang yang tidak pernah peduli padanya.

Jesse tetap berada di dekatnya saat ia mengambil koper yang belum sempat dibongkarnya. Adinda bisa saja meninggalkan Jesse di bawah, tetapi itu hanya akan menyenangkan Mama dengan segala caci maki yang akan diberikannya pada Jesse. Dan selama Adinda hidup, ia tidak akan membiarkan Mama melakukan itu. Mama boleh mengatakan hal buruk apapun tentangnya sesuka hati, tetapi tidak akan ia biarkan Mama melakukan itu pada Jesse.

"Sekali kau pergi, kau tidak akan bisa kembali lagi," ujar Mama ketika Adinda menyeret kopernya keluar dari ruang duduk. "Jangan kira kau bisa datang dan pergi dengan mudahnya sesuka hatimu."

Ia berhenti melangkah dan menoleh pada wanita itu sambil tersenyum. "Aku juga tidak ingin kembali lagi. Buat apa? Kau membenciku kan? Berada di sini hanya akan mengingatkanmu pada wanita lain yang dicintai suamimu. Ya kan?"

Selama ini, ia tidak pernah menjadi anak yang berani melawan orang tuanya meskipun mereka tidak pernah bersikap baik padanya. Akan tetapi, sisi jahat dalam dirinya sekarang seakan sedang mengambil alih siapa dirinya. Bahkan wajah Mama yang memerah, tidak membuatnya gentar sedikitpun.

"Kau benar-benar tidak tahu terima kasih ya?" Lalu wajah Mama yang menahan emosi itu berpaling pada Jesse. "Wanita seperti ini yang akan kau jadikan istri? Apa kau bisa menduga akan seperti apa anak kalian nanti? Anak liar, penggoda, dan mungkin juga cacat."

Adinda bergegas maju dengan keinginan yang sangat kuat untuk menampar Mama, tetapi Papa lebih dulu menarik Mama mundur hingga membuat Adinda menatap pria itu dengan garang saat berhadapan dengannya.

"Jadi seperti ini watak asli wanita yang kau bela mati-matian itu, Pa? Wanita bermulut kotor yang bersembunyi di balik penampilan tanpa celanya. Aku mengerti sekarang seberapa bencinya dia padaku."

"Nak, kalian berdua sedang sama-sama emosi. Ada baiknya kau menenangkan diri, dan kita bicara lagi nanti."

"Tidak," ucap Adinda dengan tegas. "Tidak ada lagi yang harus dibicarakan. Aku sudah tahu posisiku di keluarga ini."

"Kau tidak bisa pergi begitu saja. Kau masih bagian dari keluarga ini," sahut Papa lagi.

"Aku akan segera menikah dengan Jesse dan menyandang namanya. Dengan begitu, kalian bisa leluasa mencoret namaku dari daftar keluarga kalian."

"Kau ini benar-benar gila ya??" Mama meraung. "Jika kau memang ingin menikah, setidaknya carilah pria yang setara seperti Alexi!"

Emosi Adinda kembali naik saat mendengar nama itu disebutkan. Apa sebegitu berpengaruhnya nama belakang seseorang bagi Mama? Apa tidak ada yang bisa Mama lihat selain hal-hal seperti itu?

"Bahkan jika ada ribuan Alexi lain di luar sana, aku tidak akan pernah memilihnya."

"Kau benar-benar tidak tahu terima kasih! Aku benci padamu, Adinda! Sangat membencimu!" seru Mama sambil berlalu dari ruang duduk.

Adinda yang tadi berdiri tegak, seketika merasa lemas dan mungkin saja akan jatuh ke lantai jika Jesse tidak menopangnya. Ia tidak pernah ingin bertengkar dengan Mama. Demi Tuhan, Adinda sayang padanya walaupun sikap Mama seperti itu.

Akan tetapi sekarang, segala rasa sayang itu seakan menguap begitu saja ketika mendengar kata-kata kasar yang Mama lontarkan padanya juga Jesse. Ia tahu itu adalah tumpukan dari semua kekesalan Mama selama dua puluh dua tahun ini, tetapi rasanya tetap saja menyakitkan saat mendengarnya langsung seperti ini.

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Where stories live. Discover now