10. Perusak Suasana

2.7K 591 106
                                    

REPOST

Ketika selesai melepas celana panjang dan membelitkan selimut tebal itu di sekeliling pinggangnya, Adinda tidak beranjak dari balik pohon. Ia menatap punggung Jesse yang lebar, yang berada agak jauh darinya.

Pria itu memegang janjinya dengan tidak menoleh sedikit pun karena Adinda tidak melepaskan mata dari Jesse saat melucuti celananya. Bukannya ia tidak percaya, tetapi Adinda tahu jika ia harus tetap waspada.

Dengan santai, Jesse duduk bersila di atas rumput. Tanpa alas karena benda itu menjadi satu-satunya yang bisa menyelamatkan Adinda dari mati rasa karena kedinginan.

Jesse meraih tasnya dan mengeluarkan sesuatu dari sana. Sarapan? Batin Adinda saat ia melihat dua kantong kertas dan botol minum. Apa Jesse benar-benar sarapan di tempat ini?

Merasa penasaran, Adinda keluar dari balik pohon dan melangkah menuju ke tempat Jesse duduk. Pria itu menoleh saat mendengar langkahnya, kemudian bangkit dan meraih celana panjang Adinda yang basah. Jesse berjalan ke tepi sungai, lalu menjemur celana Adinda di atas batu yang tadi ia duduki.

Sinar matahari mulai menembus dari balik dedaunan pinus, dan Adinda yakin tidak akan butuh waktu terlalu lama untuk membuat celananya kering.

Namun sementara ia menunggu, apa yang bisa dilakukannya? Berdua saja bersama Jesse di sini? Tetapi bagaimana mereka akan berkomunikasi nanti? Meskipun bisa membaca gerak bibir pria itu, Adinda merasa itu tidak akan membuat Jesse nyaman dengannya.

Lagi-lagi ia menyesal tidak mengerti bahasa isyarat sedikit pun. Seandainya ia benar-benar pintar, seharusnya Adinda mempelajari semua bahasa di dunia yang ia tahu termasuk bahasa isyarat. Namun, tentu saja seumur hidupnya, Adinda tidak pernah membayangkan akan bersinggungan dengan pria seistimewa Jesse.

Jesse kembali ke tempatnya duduk semula dan melambaikan tangan untuk mengajak Adinda bergabung bersamanya. Agak ragu, Adinda mendekat dan duduk dengan hati-hati agar lilitan selimutnya tidak terlepas.

Sebenarnya, selimut itu juga agak tidak terlalu nyaman karena celana dalamnya yang basah membuat kain itu lembab. Akan tetapi, tidak ada yang bisa Adinda lakukan untuk itu. Tidak mungkin ia juga melepas celana dalamnya dan menjemurnya di samping celana panjangnya.

Apa yang akan Jesse pikirkan saat melihat celana dalamnya yang berenda-renda itu dijemur? Lalu, jika misalnya benda itu terbang terbawa angin, apa Jesse akan bersedia mengejarnya demi Adinda?

Pikiran itu membuat Adinda terkikik sendiri. Bayangan Jesse dengan tubuhnya yang besar dan jantan, mengejar celana dalam berenda warna merah muda, agak sulit diterima akal sehatnya. Walaupun mungkin, Adinda tidak akan keberatan melihat itu.

Adinda menangkap mata Jesse yang memandangnya dengan heran saat ia terkikik sendirian. Mata biru itu tampak bertanya-tanya apa yang Adinda tertawakan.

"Maaf, aku tidak menertawakanmu. Aku mengingat saat aku jatuh ke sungai tadi," dustanya dengan santai. Seharusnya ia menyalahkan Jesse 'kan? Pria itu datang tanpa suara dan mengagetkannya hingga ia jatuh ke sungai.

Seakan tidak peduli, Jesse mengangkat bahu kemudian membuka satu kantong kertasnya dan mengulurkan setangkup sandwich yang terlihat besar dan menggiurkan. Tumpukan daun selada, tomat, dan daging iris yang melimpah terlihat dari sela tumpukan roti.

Ketika Adinda tidak juga menerima uluran itu, Jesse menggoyangkan tangannya hingga Adinda menatap wajah Jesse. Pria itu tidak tampak marah seperti semalam dan tadi. Apa Jesse benar-benar sudah tidak kesal padanya?

Bibir Jesse bergerak, bertanya apakah Adinda sudah makan yang ia sambut dengan gelengan.

'Kalau begitu ambil ini,' ucap Jesse lagi tanpa suara.

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Where stories live. Discover now