60. Pergi

476 163 18
                                    

Ponsel Adinda bergetar saat ia selesai berpakaian. Ia akan pergi ke rumah orang tuanya untuk mengambil koper dan sekaligus berpamitan pada mereka. Tadi malam, ia sudah memutuskan untuk pergi dari negara ini. Tidak ada satu hal pun yang bisa menahannya di sini lagi. Terlebih, setelah ia tahu bahwa Mama membencinya, dan Papa tidak akan membelanya lebih daripada Mama.

Nama Ananda tampak di layar ponselnya. Adinda mempertimbangkan untuk tidak mengangkatnya, tetapi tahu jika ia tidak boleh bersikap seperti itu. Ananda tidak tahu apa-apa tentang dirinya, dan ia tidak berhak menjauhi saudaranya hanya karena mereka berbeda ibu. Apalagi, selama ini Ananda juga sudah menjadi kakak yang cukup baik untuknya.

"Hai, Kak," sapanya dengan suara yang terdengar ceria. Atau setidaknya, itulah yang ia harap akan didengar Ananda. Adinda tidak mau kakaknya bertanya macam-macam. Ia tidak akan bicara apapun. Itu bukan ranahnya. Papalah yang berhak menjelaskan itu.

"Kenapa tidak bilang kamu pulang? Ai baru saja bilang padaku kau di Jakarta."

"Ini mendadak. Aku hanya merindukan kalian. Sayang sekali kamu tidak di rumah."

Ananda mendesah di ujung sana. 'Akhir-akhir ini aku cukup sibuk. Kamu masih akan lama di Jakarta kan? Beberapa hari lagi aku akan pulang. Kita bisa ke salon nanti saat aku di rumah."

Adinda tersenyum muram. Dulu, Ananda akan selalu menolak setiap kali ia mengajak kakaknya itu ke salon atau berbelanja. Ananda selalu beralasan itu kegiatan cewek yang sama sekali tidak cocok baginya. Namun, sekarang tentu semua berbeda karena ia akan menjadi istri seorang Sandjaya.

"Kudengar kamu akan menikah."

"Kamu pasti akan menertawakanku kan? Aku yang berkata tidak akan pernah menikah, tiba-tiba akan melakukannya."

"Tidak. Kamu melakukan pilihan yang tepat dengan menikah. Jalan Ai akan jauh lebih mudah untuk menikahi Ameera."

"Tidak sebelum kau menikah. Mama tidak akan mengijinkannya melangkahimu," jawab Ananda sambil terkikik.

Mama memang tidak setuju, tetapi dalam konteks yang sama sekali berbeda.

"Aku akan pulang hari ini atau besok ke Amerika," ucap Adinda kemudian dengan pelan.

"Kenapa sebentar sekali? Kamu kan baru sampai!"

"Ada yang harus kukerjakan di sana. Mungkin kita bisa bertemu lain kali."

"Pernikahanku bulan depan! Kamu harus pulang. Aku tidak menerima alasan apapun."

Apa ia masih akan diterima datang di pernikahan itu? Mungkinkah Mama masih akan sudi melihatnya bersama dengan keluarga Abimanyu yang lain?

"Akan kuusahakan, Kak. Bulan depan sepertinya kuliahku juga sudah dimulai."

"Oh, Adinda, ayolah! Aku hanya menikah sekali seumur hidup dan aku ingin adik-adikku semua ada di sana!"

Sekarang Adinda ingin menangis. Ia tidak menyangka akan mengalami episode hidup yang begitu menyedihkan seperti ini. Mungkin ini adalah akibat yang harus ditanggungnya dari dosa yang pernah Papa lakukan.

"Aku akan datang jika Mama menginginkannya, Kak," sahutnya dengan muram. Ia harap itu tidak membuka rahasia karena selama ini Ananda juga tahu bagaimana sikap Mama kepadanya.

"Dek, kakak tahu selama ini sikap Mama memang sedikit berbeda padamu, tapi Mama menyayangimu juga. Aku tahu itu."

Sayangnya kau tidak tahu apa-apa, ucap Adinda muram dalam hatinya. Ia bahkan yakin jika Mama tidak akan mau menemuinya lagi.

"Aku akan bicara lagi denganmu nanti, Kak. Aku harus pergi."

"Aku menyesal tidak ada di rumah sekarang. Aku merindukanmu. Ingat, kamu harus datang di pernikahanku. Aku sudah menyiapkan gaun untukmu. Kamu akan menjadi pengiring pengantinku!"

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Where stories live. Discover now