9. Menjadi Cantik dan Pintar Saja Tidak Cukup

2.7K 613 89
                                    

REPOST

Clara melotot, dan langsung menarik cepol rambut Chase meskipun itu berarti gadis tersebut harus melompat agar bisa meraih kepala Chase yang jauh lebih tinggi darinya. Ajaibnya, Clara berhasil melakukannya dan rambut panjang Chase langsung tergerai.

"What the hell are you doing, Clara??" Chase balas melotot sambil mencengkeram pinggang Clara agar tidak bergerak. Mereka saling melotot dengan marah.

"Jangan macam-macam dengannya. Aku tidak akan membiarkanmu menggoda sahabatku!"

Chase melepas Clara, kemudian berkacak pinggang. "Aku tidak menggodanya. Aku jatuh cinta padanya! Apa kau tidak dengar? Jatuh cinta!"

Beberapa orang yang mendengar itu berhenti dan bersiul dengan riuh. Adinda menoleh dengan wajah memerah, kemudian menangkap wajah Jesse yang juga berhenti untuk melihat keributan apa yang tengah terjadi. Sorot mata itu tampak datar, tetapi Adinda tahu jika Jesse memendam emosinya. Hal itu terlihat ketika mata mereka bersiborok dan pria itu memandang Adinda dengan sinis.

Hati Adinda mencelus. Apa Jesse semakin benci padanya? Apakah pria itu akan terus menuduhnya menggoda Chase? Apakah jika ia punya kesempatan untuk menjelaskan, Jesse akan mau mendengarkannya?

Adinda menarik tangan Clara dan mengajak gadis itu menjauh dari keributan. Sekarang semua orang pasti sudah tahu tentang perasaan Chase padanya. Entah bagaimana nanti Adinda bisa menghadapi mereka tanpa merasa malu. Apa salah jika ia hanya memberi sebuah senyuman pada Chase? Apa pria itu tidak akan bisa menerima sikapnya tanpa bereaksi berlebihan seperti itu?

"Aku harus bicara dengan Chase sekarang." Clara melepaskan tangan Adinda.

"Clara, please?" pintanya lirih sambil menatap Clara penuh permohonan.

Clara menggeleng dengan keras kepala. "Kau tunggu di sini. Aku harus bicara dengannya."

Tanpa menunggu jawaban Adinda, Clara berjalan ke tempat tadi mereka meninggalkan Chase. Sementara ia hanya bisa menatap pasrah saat gadis itu semakin menjauh. Clara selalu keras kepala, dan itu tidak akan pernah berubah.

Adinda memandang lahan peternakan yang luas di sekelilingnya. Tidak mungkin ia berdiam diri di sini. Namun, ke mana ia harus pergi? Clara tadi bilang ingin ke istal, tetapi Adinda tahu jika ia tidak bisa menuju ke sana. Hampir semua pekerja ada di tempat itu, dan dirinya hanya akan semakin malu jika memutuskan untuk pergi ke sana.

Dengan pelan, kaki Adinda melangkah menjauh dari tempat itu. Di belakang bukit tidak jauh dari sini, ia melihat pucuk pohon pinus yang melambai-lambai. Mungkin ia bisa duduk sejenak di sana dan menenangkan dirinya. Ya, itu jauh lebih baik daripada bertemu banyak orang. Clara pasti akan menduga di mana dirinya berada dan kemudian mencarinya.

Tampaknya, Adinda sudah berjalan begitu jauh dari peternakan, tetapi, pohon pinus yang ia lihat di kejauhan masih juga belum terlihat semakin dekat. Atau ia salah jalan? Namun, itu tidak mungkin 'kan? Tidak ada jalan berbelok yang dilaluinya. Pasti hanya tinggal sedikit lagi.

Di depannya, lahan yang ia pijak berubah menjadi sebuah perbukitan kecil. Adinda menaikinya dan tersenyum saat melihat sebuah sungai yang mengalir dengan tenang di balik perbukitan itu.

Adinda menoleh ke belakang, memastikan tidak ada orang yang melihatnya, lalu duduk di atas rumput yang paling tinggi sebelum ia meluncur turun sambil berteriak kencang.

Ia terkikik geli seorang diri saat tubuhnya berguling ketika sampai di bawah. Astaga, itu sangat menyenangkan. Adrenalinnya terpacu saat meluncur turun dengan kecepatan penuh dan mendarat di tanah yang datar. Mungkin, besok ia bisa mengulangi itu lagi dan mengajak Clara untuk melakukan hal tersebut bersamanya.

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang