33. Kembalinya Sang Mantan

633 170 12
                                    

Jesse melihat dari jendela kabinnya, apa yang dilakukan dua anak manusia itu. Walaupun dari jarak sejauh ini, ia bisa melihat dengan jelas bagaimana mereka berdua berciuman.

Adinda tampak ingin mendorong Chase pada awalnya, tetapi berakhir dengan diam saja dan pasrah. Juga, membalas ciuman Chase. Sama seperti tadi saat gadis itu membalas ciumannya.

Sialan! Jesse merasakan darahnya mendidih dan menggelegak. Ia sangat ingin keluar dari kabin ini, lalu mendatangi mereka, dan memukul Chase hingga membabi buta.

Ia sering kesal pada anaknya, dan mereka cukup sering bertengkar, terutama masalah perempuan-perempuan yang dibawa Chase kemari. Akan tetapi, tidak satupun dari wanita itu yang pernah menarik perhatian Jesse.

Selama ini, Chase hanya selalu cemburu dengan seluruh perhatian yang ia dapatkan dari gadis-gadis yang Chase ajak kemari. Dan sejujurnya, ia menikmati membuat Chase kesal.

Setiap kali anak itu kesal, mereka akan beradu mulut sebelum kemudian beradu fisik. Jesse tahu seharusnya ia tidak meladeni kemarahan anaknya karena itu hanya akan membuat Chase semakin membencinya. Namun, ia juga butuh sedikit pertengkaran kecil hanya untuk menyalurkan semua emosinya yang terpendam.

Dan seharusnya, malam ini ia pun melakukannya. Ia harus keluar dari kabin ini, mendatangi mereka, kemudian menghajar Chase seperti yang selalu anak itu lakukan setiap kali ia dituduh menggoda pacar-pacarnya.

Lalu setelah itu apa? Apa hal tersebut akan membuatnya bisa dimaafkan oleh Adinda? Apa semua akan baik-baik saja jika ia bertengkar dengan Chase dan mengklaim Adinda sebagai miliknya?

Jesse mendengkus dengan pemikirannya. Miliknya! Ia bahkan baru saja melemparkan Adinda ke jurang terdalam dengan pergi begitu saja setelah ciuman panas mereka. Adinda mungkin sudah membencinya sekarang, dan akhirnya melemparkan diri kepada Chase.

Dasar gadis murahan!

Jesse menutup tirai tempatnya mengintai sejak tadi dengan kesal, dan mematikan semua lampu kabin.

Ia tidak tahan berada di sini. Segala hal tentang tempat ini mengingatkannya pada Adinda dan hal-hal yang mereka bagi bersama beberapa hari terakhir ini.

Sebelumnya, Jesse tidak pernah merasa jauh lebih hidup daripada saat ini. Ia lebih banyak tersenyum, tertawa, dan bicara dengan orang lain daripada yang dihabiskannya selama bertahun-tahun hidupnya yang suram. Kedatangan Adinda, entah bagaimana, telah mengubahnya.

Akan tetapi, saat ini, mengingat setiap waktu yang dihabiskannya bersama Adinda membuat dadanya terasa sesak. Ia ingin melupakan semua yang terjadi, dan itu tidak akan bisa didapatkannya di sini, bahkan meskipun ia menyendiri di kabin hingga Adinda pergi.

Dengan kesal, Jesse meraih jaket kulitnya, dan menyambar kunci motor yang tergantung di dinding. Itu adalah kesenangan kecil lain yang selama ini jarang sekali Jesse lakukan.

Dulu, ia selalu menyukai naik sepeda motor ke manapun. Namun, semenjak dirinya sakit, benda itu hanya tersimpan di gudang kabinnya, walaupun Jesse selalu memanaskannya secara rutin.

Ia membuka pintu gudang, menyalakan lampunya yang temaram, dan melangkah mendekati benda dari sisa-sisa masa lalu hidupnya yang sempurna itu. Jesse meraih kain penutupnya, menyibakkannya dan membiarkan kain hitam itu jatuh di lantai kayu yang dingin.

Benda itu mengkilap karena Jesse selalu memastikan kebersihannya dan kecemerlangan catnya. Hanya karena ia tidak pernah menaiki sepeda motor lagi, bukan berarti ia akan membiarkan benda itu teronggok begitu saja.

Jesse mengusap cat hitam mulus itu, dan mengingat-ingat kapan terakhir kali ia menaikinya. Itu pasti sudah lebih dari dua puluh tahun lalu.

Semenjak sakit, Jesse tidak pernah lagi menaiki benda ini. Ia hanya membersihkan debu-debu yang menempel di catnya, memanaskannya, atau kadang mengganti spare part yang memang harus diganti.

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt