"Aku jatuh cinta, dan yang lebih buruk lagi, pria itu bahkan mengabaikanku." Adinda menatapnya sambil cemberut. "Baginya, aku adalah gadis nakal yang menggodanya dan anaknya sekaligus."

Senyuman Jesse kian melebar. 'Aku akui aku salah mengira tentang dirimu, dan aku minta maaf untuk hal itu.'

Mata Adinda menyipit padanya. "Kenapa kau berpikir aku gadis yang semurah itu?"

'Karena kebanyakan gadis kota seperti itu. Juga pacar-pacar yang pernah Chase bawa. Mereka tertarik pada anakku, tetapi saat melihatku, langsung saja menggodaku tanpa tahu malu.'

"Kau memang terlalu sulit untuk diabaikan. Terutama saat memakai topi koboi dan memanggul tali lasomu," ucap Adinda sambil menyeringai.

Jesse ikut tersenyum. 'Apa kau jatuh cinta padaku karena topi dan tali laso itu?'

"Mungkin saja. Atau..." Kepala Adinda miring menatapnya. "Mungkin karena kau memang sangat tampan. Apa aku sudah pernah bilang padamu kalau kau sama sekali tidak terlihat seperti pria yang berusia hampir empat puluh?"

'Aku tiga puluh delapan, masih kurang satu tahun lagi sebelum kau bilang hampir empat puluh. Hampir itu berarti nyaris dan itu sangat mendekati.'

Adinda tertawa begitu keras hingga membuat Jesse tidak bisa mengalihkan pandangannya dari gadis itu. Ia tidak pernah lagi melihat Adinda tertawa lepas sejak mereka ada di sungai saat itu, dan Jesse merasakan desakan yang begitu kuat untuk menjadi seseorang yang selalu membuat Adinda tertawa.

Ia meraih tangan Adinda dan menggenggamnya dengan erat. Tawa Adinda terhenti saat menyadari gerakan Jesse, lalu matanya terangkat pada wajah Jesse yang kembali serius.

'Aku ingin kau selalu tertawa seperti itu. Apapun yang terjadi dalam hidupmu, aku ingin kau tahu bahwa kau tidak sendirian. Kau memilikiku dan akan selalu begitu."

Mata Adinda berkaca-kaca saat gadis itu kembali meletakkan kepalanya di dada Jesse dan memeluknya erat-erat.

"Aku mencintaimu, Jesse. Sangat mencintaimu."

Hati Jesse melambung mendengar pengakuan itu. Apa yang paling diinginkannya hanyalah mendengar Adinda mengatakan itu lagi padanya, dan sekarang, saat benar-benar mendengarnya, Jesse tahu jika hatinya telah utuh.

Semua luka di masa lalunya seakan menutup dengan sempurna dan tidak pernah ada di sana. Betapa hebatnya efek seorang Adinda pada dirinya.

Mereka berpelukan cukup lama dalam suasana yang sunyi, sebelum akhirnya bunyi perut Jesse merusak momen manis itu. Adinda melepaskan pelukannya sambil terkikik menatap wajah Jesse yang memerah.

"Ya Tuhan, aku benar-benar tuan rumah yang buruk kan?" tanya Adinda sambil cekikikan. "Di mana sopan santunku! Kau pasti kelaparan setelah penerbangan berjam-jam."

'Dan juga berjam-jam menunggumu.'

Canda lenyap dari wajah Adinda. "Kau menungguku cukup lama di depan apartemen?"

"Dua atau hampir tiga jam, aku tidak memperhatikannya dengan pasti.'

"Lalu kenapa kau tidak mencari makan lebih dulu! Kau tinggal menyeberang dan masuk ke Subway, Jesse!" pekik Adinda setengah kesal.

'Aku tidak mau saat aku sedang makan, kau tiba-tiba pulang dan aku tidak melihatmu.'

"Dasar bodoh! Kau bisa mengirim pesan padaku! Clara pasti sudah memberikan nomorku kan?"

Gadis itu bangkit dari duduknya sambil terus mengomel dan menuju ke dapur mungilnya. Jesse tersenyum dan membalikkan posisi duduknya hingga dagunya menempel di punggung sofa, mengamati Adinda yang membuka kulkas untuk mengambil makanan.

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Where stories live. Discover now