47. Anak Lain Yang Diabaikan

Start from the beginning
                                    

"Apa kondisi Jamie parah?"

"Dari yang kudengar, tulang hidungnya patah, bibirnya robek, pelipisnya harus mendapatkan beberapa jahitan, dan salah satu lengannya patah karena diinjak Allan dengan sepatu botnya."

Lagi-lagi Adinda mendengar Rebecca mengumpat dengan sangat keras. Yeah, tidak mengherankan itu terjadi. Adinda sendiri juga sudah terlalu banyak mengumpat semenjak tiba di sini satu jam yang lalu. Meskipun semua umpatan itu hanya ia katakan dalam hati.

"Kalau begitu tidak ada yang bisa kita lakukan lagi. Allan harus menginap di sana malam ini."

"Kecuali kau bisa meminta ayah Allan menelepon Sang Walikota dan memintanya menelepon kemari, lalu berkata untuk memberi anak itu keringanan malam ini saja."

"Tidak akan berhasil, Adinda. Dia anak Walikota! Wilson hanyalah seorang pengusaha."

"Wilson juga berpengaruh di kota ini. Maju menjadi seorang Senator juga membutuhkan banyak dukungan kan? Kau pikir kampanye tidak membutuhkan banyak biaya? Aku yakin Wilson bisa memberi penawaran yang menguntungkan bagi Lindsey."

Adinda tahu itu bukan cara yang cukup jujur untuk membebaskan Allan, tetapi menjadi seorang pengacara juga bukan berarti selalu menjadi orang yang jujur. Kadang, apa yang harus kita lakukan hanyalah membela klien meskipun itu bertentangan dengan hati nurani.

Rebecca tertawa di ujung sana. "Ya Tuhan! Aku tidak tahu orang sejujur dirimu akan memikirkan hal semacam itu!"

"Kasus ini sama-sama tidak menguntungkan baik bagi Wilson Company maupun bagi citra Walikota sendiri. Kudengar, Jamie juga seorang pembuat onar. Wilson harus bisa memanfaatkan itu."

"Aku akan menelepon Wilson senior kalau begitu! Terima kasih, Adinda! Aku tahu kau memang bisa sangat kuandalkan! Aku mencintaimu!"

Satu setengah jam kemudian, Adinda dan Allan sudah berada di jalan raya, menuju ke mansion keluarga Wilson yang sangat megah di pinggir kota.

Walikota Lindsey menelepon sang kepala polisi dan berkata jika tidak ingin kasus ini mendapatkan perhatian publik. Walikota hanya meminta jika Allan datang untuk wajib lapor, dan menghadapi persidangan secepatnya besok. Walikota berkeras jika Allan harus mendapatkan sanksi atas apa yang ia lakukan, walaupun bukan dalam bentuk hukuman di balik jeruji.

"Terima kasih, Miss Abimanyu. Berkat kau, aku tidak jadi tidur di dalam sel yang banyak nyamuknya."

Mata Adinda melirik Allan yang tersenyum lebar, sebelum ia kembali mengarahkan pandangannya ke jalan raya yang sudah mulai sepi. Polisi tidak membiarkan Allan berada di balik kemudi, karena itulah ia yang harus menyetir.

"Jika kau membuat masalah lagi, mungkin aku harus membiarkanmu merasakan dinginnya lantai penjara nanti sekali-sekali."

Allan meringis. "Meskipun di rumah tidak pernah ada kehangatan, jauh lebih baik bagiku tidur di kamarku sendiri."

Ucapan Allan yang cukup pelan itu membuat Adinda kembali menoleh padanya. Apalagi ini? Anak lain yang diabaikan oleh kedua orang tuanya? Anak yang sengaja berbuat onar demi mendapatkan perhatian orang tuanya?

"Apa maksudmu?" tanya Adinda pelan. "Ada alasan lain di balik semua masalah yang kau lakukan selama ini? Selain fakta bahwa kau memang pembuat onar?"

Allan tertawa getir mendengar pertanyaan Adinda. "Selalu ada alasan untuk setiap hal yang terjadi kan, Miss?"

"Dan alasanmu adalah?"

Allan hanya mengangkat bahu tanpa menjawab pertanyaan Adinda, lalu mengalihkan pandangannya ke jendela.

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Where stories live. Discover now