Switched 🍁 14

40 8 1
                                    

Siang yang lumayan terik di Danau Silveryrain. Syrennia masih berenang dengan lincahnya bersama Cerrus dan sesekali melompat tinggi. Aletta bergabung dengan Syrennia sementara para laki-lakiㅡDhemiel dan Flarageㅡtetap di darat. Alasannya mudah saja, Flarage tidak suka terkena air karena itu akan menyakitinya. Sementara untuk Dhemiel, Aletta mencegahnya masuk ke air agar tidak ada siren centil lain yang menculiknya. Jadi di sinilah mereka, duduk di bawah pohon cemara yang sangat rindang sambil menahan panas terik yang dipancarkan oleh sang surya. Apalagi ada Flarage di sebelah Dhemiel, membuat panas di sekitarnya meningkat berkali-kali lipat.

Dhemiel yang frustasi dan bingung harus melakukan apa pun kembali mengeluarkan buku jurnalnya. Dia menulis dengan tenang dan sekilas terlihat seperti penyair yang baru saja mendapatkan banyak inspirasi. Flarage yang penasaran mengintip isi jurnal Dhemiel dari samping dan empunya juga tak terlihat keberatan.

"Itu diary?" Tanya Flarage. Dhemiel menggeleng kecil. "Oh, kupikir itu diary," tambahnya.

"Ini jurnalku. Aku menulis hal-hal aneh dan baru yang kutemui sejak kecil untuk kucari tahu ke depannya," jelas Dhemiel. Flarage hanya mengangguk, entah dia paham atau tidak.

Lagi-lagi hening. Yang menemani mereka hanyalah gonggongan Cerrus, percikan air, suara tawa Aletta, dan suara angin yang bercampur menjadi satu, membuat melodi unik tersendiri. Dhemiel kembali sibuk dengan jurnalnya, menggores kertas kosong itu dengan pensil 2B milik teman manusianya. Dengan telaten, dia membuat sketsa siren yang menculiknya untuk kemudian dia teliti. Dasar murid teladan.

Sementara Dhemiel menulis, Flarage merasa dirinya perlahan-lahan membusuk karena terlalu lama diabaikan. Dia ingin ikut menyelam di danau, namun itu bisa membuatnya mati kesakitan. Kalau di darat, tidak ada yang bisa dia lakukan selain diabaikan Dhemiel dan memperhatikan kedua gadis itu berenang dengan bahagianya. Flarage mendesah kesal, entah kenapa dia berharap menjadi ikan koi saja. Kalau tidak bisa menjadi ikan koi, ikan mas atau ikan cupang juga tidak apa-apa.

Syrennia kembali melompat tinggi. Waktu seakan berhenti sejenak untuk Flarage yang memerhatikan Syrennia. Sirip ekornya yang panjang khas ikan koi kembali berkibar kala diterpa angin. Rambut lime-nya yang basah ikut melambai dengan anggun dan memercikan bulir-bulir air danau. Matanya tertutup ringan, merasakan sejuknya angin yang lewat meski hanya sedetik. Gadis ikan itu terlihat anggun meski hanya memakai t-shirt hitam yang terlalu panjang. Tetapi itu sudah cukup membuat wajah Flarage memerah lagi.

"Hei, kau tidak apa? Wajahmu merah." Ucapan Dhemiel membuat Flarage tersentak dan menggeleng kecil.

"Tidak ada. Aku sekilas melihat sebuah bendera yang sangat cantik berkibar di langit," jawabnya, membuat Dhemiel mengernyitkan alisnya tidak mengerti. Dia pun melanjutkan jurnalnya. Kali ini dia menulis data tentang siren yang tadi menangkapnya, dan siren yang juga sempat disiksa oleh Aletta. Dhemiel masih merasa ngilu tiap kali mengingat kejadian penyiksaan secara live itu.

"Aku bosaaan!" Rengek Flarage. Dia merebahkan dirinya di atas rumput dan berguling ke sana kemari, berusaha menghilangkan rasa bosannya. Lagi, Dhemiel tidak menanggapi Flarage dan sibuk menulis data yang dia dapatkan. Flarage pun berdiri dan melompat tinggi. Seketika dia berubah menjadi burung phoenix. Flarage pun terbang ke tengah danau, bergabung dengan Aletta dan Syrennia dari atas.

Syrennia kembali melompat, kali ini sampai setinggi Flarage yang mengepakkan sayapnya. "Hei, Flarage," celetuk Syrennia. Dia kembali menukik ke danau dan menciptakan percikan air yang bisa dibilang besar. Flarage nyaris saja membuat api di sayapnya padam. Dia pun terbang ke dalam hutan, mencari sesuatu untuk mereka makan nanti.

Flarage melompat dan kembali ke wujud manusianya. Dia memunculkan sebuah pisau kecil, cocok untuk berburu. Apalagi kalau penggunanya sudah ahli. Yah, Dhemiel contohnya.

SWITCHED Where stories live. Discover now