Switched 🍁 13

30 8 0
                                    


Seorang gadis berambut abu-abu terlihat melamun dan memperhatikan telapak tangan kanannya yang penuh debu setelah bersentuhan dengan lantai kasar penjara di mana dia berada. Disekanya pasir di pipinya yang penuh luka bekas tamparan James. Rambut ikalnya dia sematkan di belakang telinganya agar tidak mengganggu penglihatannya.

"Hei, gadis jalang! Berhenti menatap tanganmu seperti orang gila!" Hardik James. Sebuah tamparan mentah kembali dilayangkan, membuat rasa panas nan nyeri bercampur di pipinya. Gadis itu hanya diam saat diperlakukan seperti itu saking terbiasanya ditampar. Sebuah luka baru berhasil ditimbulkan tamparan itu, membuat James tersenyum puas.

James menyeringai. "Sayang sekali, manusia lebih memilih untuk mempercayai kegelapan," James berbisik, namun cukup keras untuk didengar gadis itu.

Gadis itu menatap James datar. "Tentu saja mereka mempercayaimu. Kau sudah menyihir mereka. Aku yakin mereka akan membunuhmu kalau kau tak memakai sihirmu," gadis itu membalas ucapan James. James terkekeh. "Itulah gunanya otak."

Si gadis masih menatap James datar seakan apapun yang pria itu lakukan tak berpengaruh padanya. James pun meninggalkan jeruji besi yang mengurung gadis itu. Sebuah senyuman sangat tipis tercipta di wajah sang gadis, bermaksud mengejek.

"Kau bilang pakai otak? Kau sendiri bahkan tidak memakai otakmu," gumamnya dengan sangat pelan, nyaris berbisik. "Karena kalau kau memakai otakmu, kau sudah pasti akan mencoba membunuh makhluk yang menyelamatkanku sebentar lagi."

*****

"Hei, kalian yakin akan tetap memakai baju basah seperti itu?" Tanya Flarage yang tengah bersandar di pohon cemara. Yang merasa terpanggil menoleh.

"Aku bisa membuat baju baru dengan bantuan Dhemiel," jawab Aletta. Dhemiel mengangguk. "Begitu pula denganku."

Syrennia membuka mulutnya. "Tidak perlu. Aku tahu kau akan selalu basah," potong Flarage, membuat Syrennia memercikan sihir airnya ke wajah Phoenix malang yang mulai menjerit kesakitan.

"Kalau begitu, aku ganti baju dulu," celetuk Aletta. Dia menjentikan jarinya. Muncullah sebuah gaun putih selutut tanpa kerah. Gaun yang terkesan simple. Dan di tangan Aletta yang satu lagi terdapat sebuah hoodie putih dengan celana pendek selutut yang berwarna putih pula. Dia melempar hoodie dan celana itu ke Dhemiel yang tak sengaja mengubah warnanya menjadi hitam.

"Perfect, kau tahu apa yang baru mau kuperintahkan. Cepat ganti bajumu sana!" Perintah Aletta. Dhemiel hanya bisa mengerutkan alisnya, tidak mengerti apa maksud Aletta dan kenapa Aletta bisa tahu beberapa kosakata Inggris padahal dia adalah murid terbodoh di sekolahnya. Dhemiel pun menuruti Aletta dan mengganti bajunya di balik semak belukar.

Aletta sendiri mengganti bajunya di tempat dia berdiri. Dia hanya menyuruh Flarage memunggunginya dan viola, Aletta mengganti bajunya tanpa malu sedikit pun. Atau jangan-jangan selain dunia, sifat Dhemiel dan Aletta juga tertukar?

"Dhemiel! Kau sudah selesai belum? Kalau sudah tolong buat gaunku berwarna hitam!"

"Iya, iya, aku baru saja selesai," jawab Dhemiel. Baru saja dia keluar dari hutan, Aletta menjentikan jarinya, membuat celananya berwarna putih lagi. Dhemiel tidak peduli dan membiarkan Aletta membuat baju untuk Dhemiel sesukanya. Asal jangan baju yang terlalu mengekspos dada maupun perut roti tawarnya.

Dhemiel pun menjentikan jarinya, membuat gaun Aletta berwarna biru kehitaman seperti langit malam. Di bagian dadanya terdapat bercak-bercak putih seperti bintang yang semakin panjang di tengah. Bahan roknya diganti menjadi chiffon dan dibuat sedikit lebih mengembang dengan beberapa renda putih tersisa. Dhemiel juga menambahkan sedikit kain beludru yang menjuntai lembut di bahu Aletta. Kalau kalian tidak mendapatkan bayangan kain di bahu Aletta, kira-kira model kerahnya itu seperti milik Belle di Beauty and the Beast. Yah, semoga kalian mengerti.

SWITCHED Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin