Switched 🍁 4

39 12 2
                                    

"Dhemiel, cepat bersiap. Kita akan merayakan tumbuhnya sayapmu," panggil Arella. Dhemiel pun merapikan tuniknya sebelum menyusul sang ibunda ke lapangan depan rumahnya. Jamuan sudah tersaji dengan rapi dan terlihat sangat menggugah selera serta nafsu makan.

Arella menggandeng tangan Dhemiel, menuntunnya ke tengah lapangan yang bermandikan sinar matahari. "Tunggulah di sini. Tepat pukul 12, sayapmu akan tumbuh." ucapnya sambil mengusap surai anaknya.

Dhemiel pun mengangguk dan menjalankan apa yang ibunya perintahkan. Dia berdiri di tengah lapangan dengan sabar dan bermandikan sinar matahari yang terik. Panasnya yang menyengat membuat tubuh Dhemiel berkeringat banyak.

Tak lama kemudian, Rasa sakit mulai menjalar di punggungnya. Dhemiel meringis pelan menahan sakit, dia mengangkat wajahnya menatap para malaikat yang berjejer rapi dihadapannya. Tapi bukan itu yang menjadi fokusnya, melainkan para malaikat itu terkesiap menatapnya. Karena bingung, Dhemiel melihat ke punggungnya.

Dhemiel ikut terkesiap di iringi tubuhnya yang menegang. Sebuah fakta bahwa bukan sayap putih yang dia dapatkan. Melainkan sebuah sayap hitam dan lingkaran halo yang berwarna hitam pula.

Dhemiel menoleh ke arah kedua orangtuanya. Sama seperti malaikat lainnya, Arella dan Daquan terkesiap menatapnya.

"Ya Tuhan, aku salah mengambil bayiku 18 tahun lalu," tangis Arella yang membuat Dhemiel bingung.

"Dia iblis! Dia tidak berhak berada di sini!" Seru seorang malaikat, diiringi oleh suara malaikat lainnya.

Sebuah suara familiar kembali muncul, "Arella, inilah yang kumaksud berhati-hatilah saat mengambil bayimu. Sekarang bayimu sudah menjadi sejahat iblis dan kau menjadikan anak Urisha lebih baik daripada malaikat sendiri."

Arella menunduk, merasa amat bersalah. Dia menangis dalam diam. Dengan langkah perlahan, Arella mendekati Dhemiel dan memeluknya.

"Dhemiel, maafkan Mama, nak. Seharusnya kau adalah seorang iblis. Kau anak dari Urisha dan sekarang anakku ada padanya. Maafkan Mama." lirih Arella penuh sesal.

Dhemiel membalas pelukan Arella dan ikut menangis. "Tidak apa-apa, Ma. Kau sudah mengajariku banyak hal. Aku tidak akan melupakanmu. Aku akan terima apa pun resikonya."

Tuhan kembali berbicara, "Seharusnya iblis yang masuk ke surga akan hukum mati. Tetapi karena kebaikan hatimu yang sangat polos itu, kau dibuang ke dunia manusia."

"Baiklah, aku akan pergi. Siapa tahu aku menemukan jodohku di Bumi, bukan?" Canda Dhemiel. Sayang, candaannya hanya membuat Arella memeluk Dhemiel lebih erat dari sebelumnya.

"Jangan pergi, Dhemiel."

"Tenanglah, Ma. Aku akan menemuimu lagi kapan-kapan."

Dengan berat hati, Dhemiel pun melepaskan pelukan Arella dan merentangkan sayapnya, terbang dengan gemulai bak burung merpati ke dunia manusia sementara Arella yang histeris jatuh pingsan. Mareil yang ada di sana hanya terdiam melihat kepergian Dhemiel.

"Aku baru tahu ada iblis yang sikapnya jauh lebih mulia dari malaikat. Dan aku bangga sudah menjadikannya muridku. Dhemiel, kuharap kau tidak melupakan kami setelah kau menjadi iblis sempurna."

*****

Di sinilah Dhemiel sekarang, sebuah hutan gersang tak berpenghuni. Dia duduk di tepi jurang dan menunduk, memperhatikan aliran deras sungai di bawahnya. Jari-jarinya saling bertautan. Air mata mengalir di pipinya. Dia menangis dalam diam. Lututnya dipeluk dengan erat kala malaikatㅡyang ternyata iblisㅡitu tak kuasa menahan kesedihannya lagi. Ditumpahkannya seluruh air mata yang dia pendam sejak tadi.

SWITCHED Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu