Part 36

99 20 5
                                    

"Apa?" sungut Tiara yang sikapnya langsung berubah 180 derajat jika dibandingkan saat berbincang-bincang dengan gadis tadi.

"Nggak apa-apa," jawab Catur pelan.

"Ish," cibir Tiara sambil kembali fokus ke arah jalan tanah di depannya.

Setelah bersama selama beberapa hari di desa Kawengen, sikap Catur memang banyak berubah terhadap Tiara. Berawal dari cerita Rojikin soal obrolan para warga desa yang menganggap Tiara masih seorang gadis, Catur memang sedikit tertarik untuk mengenal Tiara.

Bagaimana tidak? Tak mungkin kan seorang piaraan seperti Tiara masih gadis perawan? Minimal dia pasti sering dipakai oleh Komandan.

"Kamu kok keliatannya seneng banget di sini, Ra?" tanya Catur tak lama kemudian setelah mereka berdua sampai di lereng bukit sebelah atas desa Kawengen sambil melihat ke arah atap rumah-rumah penduduk di bawah mereka.

"Iya. Aku emang lebih suka di sini," jawab Tiara.

"Kenapa?" tanya Catur.

"Karena aku bisa ketemu dengan orang-orang polos seperti mereka," jawab Tiara tanpa menjelaskan siapa yang dia maksud.

"Kalau gitu, menurutmu aku bukan orang polos?" tanya Catur setengah bercanda.

"Humph!" dengus Tiara. Catur hanya tertawa kecil ketika melihat Tiara memonyongkan bibirnya. Mereka berdua lalu kembali terdiam tanpa berkata apa-apa.

"Aku tahu soal rumor di kantor..." kata Tiara tiba-tiba.

Catur diam. Dia sebenarnya juga ingin membahas itu, tapi tak mungkin kan dia yang memulainya. Tapi sekarang, justru Tiara yang mulai membicarakan masalah itu. Tentu saja Catur mendengarkan.

"Kata mereka, aku ini simpanan Komandan kan?" tanya Tiara entah kepada siapa.

Mereka berdua lalu kembali terdiam tanpa berkata apa-apa sambil menikmati suasana dingin di lereng pegunungan yang menemani mereka.

"Emang bukan ya?" tanya Catur setelah menunggu lama dan Tiara tak juga terlihat ingin melanjutkan kata-katanya.

Tiara menolehkan kepalanya lalu melihat ke arah Catur, "Menurutmu?"

Catur tersenyum kecut lalu menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Komandan pernah kok ngedeketin aku. Tapi aku mundur pelan-pelan," kata Tiara.

"Dia laki-laki yang sudah berkeluarga dan aku tak mau membuat keluarganya hancur, karena aku adalah salah satu korban pasangan orang tua yang bercerai karena Papa tergoda wanita lain," lanjutnya.

"Tapi..."

"Aku bukan wanita satu-satunya yang didekati Komandan. Ada yang memiliki hubungan lebih jauh dengan Komandan dibandingkan aku."

"Dia lah yang menyebar rumor itu di kantor. Ditambah lagi, Komandan seolah mengiyakan dan terkesan menuruti semua permintaanku."

"Jadilah rumor itu berkembang."

"Aku cuma diam. Apa yang bisa aku lakukan? Melawan atasan?" tanya Tiara.

Catur menarik napas panjang ketika mendengar pengakuan Tiara. Dia memang tak sepenuhnya mempercayai kata-kata rekan di sebelahnya ini, tapi semua yang dia sampaikan dapat diterima oleh akal sehatnya.

"Kenapa kamu cerita soal ini ke aku?" tanya Catur.

"Kamu beda dengan kita, Tur," jawab Tiara, "aku dan yang lain hanyalah petugas berpangkat rendah dan tempat ini akan menjadi tempat kerja kami hingga pensiun nanti. Kamu lain, jenjang karirmu jelas. Tempat ini hanya persinggahan buatmu," lanjutnya.

"Suatu saat nanti, kalau kamu sudah memiliki posisi dan jabatan. Aku harap, kamu tak mempermainkan nasib bawahan seperti aku hanya untuk sekedar bersenang-senang," kata Tiara sambil menghempaskan napas panjang.

=====

Seminggu setelah kejadian di Desa Kawengen yang menimpa Catur dan tak ada lagi penampakan lanjutan dari Setan Ladang, Catur dan Tiara akhirnya memutuskan untuk kembali ke kota. Mereka tak bisa selamanya berada di tempat ini.

Hari ini, Catur dan Tiara bersalaman dengan Kades Rojikin sambil berpamitan. Di belakang Rojikin, beberapa warga desa yang selama seminggu ini sudah akrab dengan Catur dan Tiara juga terlihat mengantar mereka di depan kantor kelurahan Kawengen. Tak lama kemudian, bayangan mobil Catur terlihat melewati jalan desa yang kiri-kanannya dipenuhi oleh sawah dan kebun milik warga desa tersebut.

"Setelah ini, kamu mau ngerjain kasus apa?" tanya Tiara.

"Mungkin balik ke kasus perampokan di Kebon Arum dan Pinggir Alas," jawab Catur sambil memusatkan perhatian ke jalan pegunungan di depannya.

"Hmm. Kebon Arum dan Pinggir Alas?" tanya Tiara.

"Iya. Itu dua desa yang ada di lereng gunung ini selain Kawengen," jawab Catur.

"Kamu sudah punya rekan di kasusmu itu?" tanya Tiara.

"Belum," jawab Catur pendek.

"Aku ikut. Aku tak betah berlama-lama di kantor," kata Tiara pelan.

"Aku tak masalah, tapi itu tergantung Komandan," jawab Catur sambil menarik napas panjang.

=====

"Yang bener aja, Ndro," gerutu Catur sambil melotot ke arah rekannya yang bernama Endro.

"Eh... Kamu tahu sendiri kan Tur kalau tersangka yang kamu kejar belum pernah membuat E-KTP, MAMBIS nggak akan bisa mengenali sidik jarinya. Terus kamu suruh aku cari ke mana identitas dia?" jawab Endro.

"Argghhhh..." Catur hanya bisa berteriak kesal. Petunjuk dari sidik jari yang dia peroleh susah payah dan bahkan bisa saja mengancam nyawanya, ternyata hanya membawanya ke jalan buntu.

Sistem identifikasi sidik jari sebenarnya sangat sederhana. Sebuah mesin yang menyerupai scanner digunakan untuk merekam sidik jari yang diinginkan, lalu sistem akan membandingkan sidik jari tersebut dengan semua sidik jari yang ada di database. Database yang digunakan oleh Endro adalah database sidik jari yang terekam saat seseorang membuat E-KTP mereka.

"Apa mungkin dia masih di bawah umur?" gumam Catur sambil berjalan meninggalkan Endro di ruangannya.

"Atau kalau tidak, mungkin dia memang bukan orang normal yang membutuhkan kartu identitas seperti orang pada umumnya," lanjut Catur masih bergumam pada dirinya sendiri.

Buakkkk.

Karena Catur larut dalam pikirannya sendiri, dia tak memperhatikan jalan di depannya. Tanpa sadar, dia menabrak seseorang.

"Catur ni!! Liat jalan dong!!" tegur Aulia.

"Maaf Mbak," kata Catur dengan cepat dan segera membantu Aulia mengambil berkasnya yang berserakan di lantai.

"Banyak banget, Mbak? Sibuk ya?" kata Catur setelah mereka berdua selesai memungut dan merapikan berkas Aulia.

"Lumayan sih," jawab Aulia.

"Semangat Mbak," kata Catur memberikan semangat ke arah gadis cantik di depannya itu.

"Iya, kamu juga. Keknya banyak pikiran gitu sampai nggak liat-liat jalan," jawab Aulia.

"He he he he..." Catur hanya menggaruk-garuk kepalanya sendiri mendengar sindiran Aulia. Setelah itu, Aulia berlalu meninggalkan Catur yang masih mengagumi kecantikan Aulia sambil tersenyum-senyum aneh sendirian.

Tanpa disadari oleh Catur, Tiara melihat interaksi keduanya. Dia mendengus kesal ketika melihat ekspresi wajah Catur yang mirip seorang anak kecil terkagum-kagum dengan wanita idolanya ketika menatap Aulia.

Beberapa detik kemudian, Tiara berjalan ke arah Catur yang masih saja melihat ke arah Aulia berlalu, "Segitunya ngeliatin cewek," tegur Tiara sinis.

"Apaan sih?" jawab Catur tak suka.

"Kapan mau ngadep Komandan? Aku mau ikut," tanya Tiara mengalihkan perhatian.

Catur hanya mendengus kesal lalu berjalan ke arah kantor atasannya. Tiara hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil bergumam pelan, "Cowok tu emang bodoh. Gampang banget percaya dan dibohongi penampilan cewek."

SekarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang