Part 4

1.4K 94 7
                                    

“Jokooooooo…”

“Jokkkkkkkk…”

“Kooooooo…"

“Kooooooo…”

“Joookkkkkkkk…”

“Joko joko joko…”

“Kojo kojo kojo…”

Suara bersahut-sahutan yang tak tentu nadanya dan terdengar bertalu-talu di telinga Joko membuat anak kecil itu membuka matanya dengan cepat.

Saat kedua matanya terbuka, dia bisa melihat secercah cahaya yang datang dari atas, dari mulut kendi dan mengenai dirinya yang berbaring di bawah sana. Kini Joko tahu kalau gelap gulita semalam adalah karena malam telah datang, di saat pagi hari, cahaya masih bisa masuk ke tempat ini meskipun sangat minim sekali.

Joko berusaha berdiri dan ingin berteriak untuk membalas teriakan para pencarinya, tapi ketika dia sedang berusaha, Joko merasakan kalau seluruh tubuhnya seperti lemas tak bertulang dan tanpa tenaga. Joko langsung terjatuh di dasar kendi seperti sebuah batu yang dijatuhkan dari tebing, keras, cepat dan tanpa ampun.

Buaaammmmmm.

“Ugghhhhhh,” Joko hanya bisa mengerang lirih.

Joko kecil tak tahu kenapa dirinya bisa seletih ini, bukankah semalam dia masih punya cukup tenaga untuk berdiri dan memeriksa tempat ini? Seharusnya setelah dia beristirahat semalam, tenaganya sedikit banyak akan pulih. Tapi, apa yang sekarang justru terjadi? Joko bahkan tak pernah merasa selemah ini selama hidupnya.

Dan Joko yang kini terbaring lemah di lantai kendi batu itu, hanya bisa memejamkan matanya dan berharap kalau orang-orang itu akan menemukannya. Karena dia bahkan tak punya cukup tenaga untuk membuka kedua kelopak matanya.

=====

Sekar tak sadarkan diri. Dia duduk bersender ke sebuah pohon yang kulitnya mengelupas dan daunnya berguguran.

Di bawah kakinya, sedikit darah masih merembes di permukaan tanah dan sedikit meninggalkan bekas basah yang belum mengering.

Seandainya kita bisa menembus ke permukaan tanah dan turun ke bawah, kita akan bisa melihat aliran darah yang turun ke arah bawah membentuk sebuah jalan yang menyerupai sebuah akar pohon yang menghunjam dalam ke tanah.

Aliran darah itu terus turun hingga kedalaman 4 meter di bawah permukaan tanah dimana sebuah peti yang terbuat dari kayu terlihat dikubur dan dikelilingi oleh bebatuan yang disusun sedemikian rupa untuk mengapit peti kayu itu dari berbagai sisi.

Peti kayu itu hanya berukuran panjang tak lebih dari satu depa, terlalu kecil untuk menguburkan sebuah jenazah utuh jasad seorang manusia dewasa. Karena memang yang terkubur disana, bukanlah jasad utuh melainkan bagian dada saja milik Joko Lelayu, sang pendekar legenda sakti mandraguna yang hidup ratusan tahun lalu.

Di dalam peti kayu itu berserak tulang belulang manusia yang terdiri dari tulang rusuk, tulang dada dan tulang bahu saja. Sama sekali tak ditemukan tengkorak atau pun tulang tangan maupun kaki di dalam peti.

Di bagian dalam rusuk yang seharusnya tempat jantung berada, sebuah benda yang tadinya seperti sebongkah batu kecil kini mulai berdenyut penuh kehidupan saat tetesan darah sekar mengenainya.

Usaha si mahluk kecil itu menggunakan kekuatannya untuk menarik darah dari setiap mahluk hidup yang ada di sekitarnya selama beberapa ratus tahun ini, kini berhasil juga. Selama ini, si mahluk aneh yang menyerupai lintah itu hanya bertahan hidup dengan mengandalkan darah binatang kecil dan serangga yang kebetulan tinggal di sekitar tempat jasad ini dikuburkan.

Tapi, binatang memiliki insting yang tajam, setelah beberapa kali si lintah aneh itu berhasil melakukan aksinya, di sekeliling area tempat ini, tak ada lagi binatang yang hidup dan berkeliaran. Hal itu berlangsung selama puluhan dan lalu ratusan tahun.

Si Lintah hanya sesekali saja menggunakan kekuatannya untuk menarik darah dari binatang yang kebetulan lewat saja di sela-sela hibernasinya. Dan hari ini, dia mendapatkan hasil terbesarnya.

=====

“Pelan-pelan Nak,” kata seorang wanita kepada anak laki-laki yang sedang makan di hadapannya.

“Joko lapar Buk,” jawab Joko polos sambil terus mengunyah nasi dengan sayuran dan lauk ikan asin di mulutnya.

“Iya, tapi nanti tersedak lho kalau terlalu cepat makannya,” tegur Ibunya lagi.

Joko hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

Di halaman rumah Joko, beberapa laki-laki dewasa sedang duduk melingkar di atas bale-bale sambil sesekali melirik ke dalam rumah. Suara mereka berbisik-bisik dan seolah tak mau didengar oleh orang lainnya. Salah satu di antara mereka adalah Karsono, bapak Joko.

“Anakku yang nemuin benda itu, Won!!” protes Karsono dengan mata melotot ke arah laki-laki yang duduk di depannya.

“Anakmu bukan nemuin No, tapi dia terjatuh di dalamnya. Kita menyelamatkan dia,” jawab Kliwon tak kalah emosi.

“Tapi kalau anakku tidak hilang dan kita tidak mencarinya, bagaimana mungkin kita ketemu benda itu,” sanggah Karsono sengit.

“Sudah-sudah, tak ada gunanya berdebat. Kita bagi rata. Setuju?” potong Rebo menengahi adu mulut antara Karsono dan Kliwon.

Karsono terlihat menarik napas lega sedangkan Kliwon masih terlihat tak terima. Karsono hanya bisa tertawa dalam hati. Dia tahu alasan Kliwon mendebatnya. Dia juga tahu apa pun yang dibahas, apa pun yang dibicarakan, Kliwon akan selalu kontra dengan dirinya, sampai kapan pun, karena satu alasan. Karsono mengalahkan Kliwon saat mendapatkan Sukemi, wanita yang sekarang menjadi ibu Joko.

Sebuah benda yang terlihat menghitam dan berbentuk seperti kendi tapi dengan ukuran luar biasa besar terlihat berada di pojokan rumah Karsono dan terus menjadi perhatian kelima laki-laki yang sibuk berdiskusi itu. Kejadian hilangnya Joko, mungkin bisa dibilang sebagai bencana membawa musibah.

Kelima orang yang sekarang duduk bersama-sama di bale-bale dari bambu yang ada di depan rumah Karsono adalah orang-orang yang mencari dan berhasil menemukan Joko di dalam kendi siang itu. Selain berhasil menemukan Joko, saat mereka memeriksa benda yang ‘memerangkap’ anak itu, mereka menyadari bahwa bagian dalam kendi ternyata berlapis emas.

Itulah kenapa permukaan dalam kendi sangat halus saat diraba oleh Joko malam sebelumnya dan membuat dia menyerah untuk memanjatnya. Perdebatan sengit yang baru saja terjadi antara Karsono dan rekan-rekannya tentu saja karena pembahasan soal pembagian jatah ‘harta karun’ yang mereka temukan dalam bentuk kendi itu.

Joko masih asyik menikmati makanan di depannya. Sayur dan ikan asin adalah makan mewah untuknya. Apalagi ditambah dengan rasa lapar yang entah kenapa tak kunjung juga hilang meskipun saat ini dia sedang melahap piring keempatnya.

Sukemi melihat dengan tatapan sayang kepada anak semata wayang mereka. Sebagai seorang ibu, tentu saja dia yang paling kuatir saat Joko dikabarkan hilang dan pulang semalam. Saat ini, dia tak merasa heran melihat betapa lahapnya Joko menghabiskan makanan yang bahkan mengalahkan porsi orang dewasa.

“Le, kamu seperti orang habis berpuasa tirakat selama 7 hari 7 malam saja makanmu,” tiba-tiba sebuah suara teguran tapi tanpa nada amarah terdengar mengagetkan Joko dan ibunya.

“Biar aja to Pak, namanya juga lapar,” protes Sukemi kepada suaminya.

“Aku kan tidak melarang,” sahut Karsono cepat.

Karsono lalu duduk di sebelah istrinya sambil melihat ke arah anaknya dan tersenyum, “Sebentar lagi, kita pindah saja ke Kota Kadipaten ya Buk?”

=====

Nb:

Isiin requestku di clan woiiii..

SekarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang