Delapan: Empati

12 1 0
                                    

Di atas sofa klasik modern, aku asyik memainkan permainan Spiderman Ultimate Power di ponselku.

Aku tidak suka superhero sih, tetapi game yang kemarin ku dapat dari Olla ini benar-benar seru luar biasa.

Bagaimana tidak? Permainan ini menyajikan berbagai misi yang sangat menantang di setiap levelnya.

Benar-benar permainan yang sangat cocok untuk mengisi waktu luang di hari minggu yang cerah ini.

"Warna putih."

Suara super ngebass tiba-tiba terdengar membuat kepalaku refleks mendongak—mengabaikan game yang sedang seru-serunya ku mainkan.

"Apanya yang putih?"

"Warna CD lo."

Buru-buru ku rapatkan kedua kaki liarku lalu bergegas duduk secara normal ketika menyadari bahwa kedua kakiku sedari tadi asyik ngangkang saking excited-nya bermain game.

Rifai melemparkan seringai mesum seraya memiringkan kepala.

"Coba dong, angkat rok lagi dikit."

"Sebelum gue angkat rok, angkat kaki lo dari sini!!!" bentakku luar biasa murka. 

Lagipula, kenapa dia kesini, deh?

Menggangu saja.

"Ngapain sih lo kesini, Kambing! Pulang sana!" usirku sewot.

"Sialan lo!"

"Kenapa? Lo tersinggung gara-gara gue ngatain lo Kambing, bukannya Monyet?"

"Serah lu dah, Babi. Nih."

Rifai tiba-tiba melemparkan sekotak game Uno Stacko di atas meja di hadapanku.

"Apaan nih?"

"Martabak! Pake nanya lagi lo. Ya itu mainan lah!"

"Beli dimana lo game ginian? Lo abis dari mall?"

"Itu bukan punya gua sih, punya si Bagas."

"Oh, punya adek lo." Aku manggut-manggut.

"Ambilin gua minum gih," perintahnya yang kini duduk tanpa izin di sofa ruang tengah disampingku.

"Ya lo ambil sendiri lah, kayak baru pertama kesini aja."

"Ya lo ambilin lah."

"Jangan sok-sokan jadi tamu deh, gak usah minum aja lah!!!"

Setelah puas membentak, ku raih sekotak uno stacko lalu mengeluarkan isinya yang berwarna-warni. Merah, kuning, hijau, biru, dan ungu.

"Lo kesini mau ngajakin gue main Uno?" Aku bertanya secara baik-baik.

"Kek bocil aja deh maen gituan," sinisnya.

"Ya terus kenapa lo bawa, Bambwang?"

"Iseng aja, sih." jawabnya seraya menyenderkan kepala di sofa.

"Tapi kayaknya asyik juga deh kalo kita mainin. Nostalgia masa kecil."

"Emang lo pernah mainin game ini?"

"Pernah sih dulu, sekali. Itu juga waktu masih kecil banget. Tapi gue masih hafal kok aturan mainnya."

"Ya baguslah, berarti gua gak usah repot-repot jelasin gimana cara mainnya. Otak lo kan lemot, pasti gak bakalan ngerti kalo gua jelasin sekali doang."

"Suka-suka lo deh, mongkey."

Aku menutup perbincangan absurd ini, duduk lesehan diikuti Rifai, lalu mulai menyusun uno balok menjadi sebuah menara dengan sangat rapi di atas lantai.

"PSYCHOPLAK"Where stories live. Discover now