Enam: Hukum

56 1 0
                                    

Aku berulang kali membolak-balikan badan berusaha memejamkan mata. Tetapi nihil. Aku tidak mengantuk sama sekali.

Ku tutup seluruh tubuh dengan selimut tebal hingga menutupi kepala.

Beberapa saat kemudian, aku bangkit duduk—melempar jauh selimut dengan napas tersengal-sengal.

Tidak bisa.

Aku tidak bisa hanya rebahan di kamar seperti orang pe'a.

Aku ingin keluyuran.

Buru-buru ku tukar pakaianku. Lalu ku lempar piyama yang ku lepas ke atas tempat tidur.

Berjinjit penuh kewaspadaan menuju pintu keluar sebelum kemudian seseorang berdeham membuatku terhenyak seketika.

Kepala perlahan ku tolehkan ke arah laki-laki yang barusan mencegat ku dari arah belakang.

"Papa?"

"Mau kemana kamu malam-malam begini?"

Ya, setelah sekian lama, hari ini Papa pulang. Membuatku alhasil tidak bisa sebebas kemarin.

"Zura ... gak mau kemana-mana kok, Pa." Aku meringis. Berkali-kali mengumpat dalam hati saking sebalnya.

Kenapa Papa harus pulang hari ini, sih?

Kenapa tidak lusa saja?

Besok hari minggu. Aku pasti tidak diizinkan pergi kemana-mana.

"Jangan-jangan selama Papa pergi, tiap malam kamu keluyuran, ya?"

"Apa? Issh, kata siapa? Nggak kok, Zura gak suka keluyuran." Aku berusaha meyakinkan Papa. Namun, kepekaannya bisa dengan mudah mengetahui bahwa aku sedang berdusta.

"Jangan bohong sama Papa, Zura. Kamu tiap malam suka keluyuran, kan?"

"Ya udah deh iya, iya, Zura ngaku, Zura emang suka main, tapi bukan keluyuran."

"Kamu juga suka bawa cowok ke kamar, kan?"

"Hah??? Pa-papa dapet info darimana? Zura gak pernah bawa cowok ke kamar, kok."

"Udahlah kamu gak usah bohong lagi."

"Zura gak bohong, Pa!" bantahku dengan nada suara tinggi.

"Terus kenapa pembantu di rumah kita kamu pecat semua tanpa alasan?"

Skakmat.

Papah benar, aku memang sudah memecat ART di rumah ini.

Aku tak ingin ada satu orang pun yang mengganggu ketika aku sedang menganiaya para binatang bersama Rifai. Makanya aku memecat seorang ART, tukang kebun, sekaligus seorang security yang biasa jaga diluar.

Setiap habis menyiksa, aku sendiri yang membersihkan seluruh jejak darah serta buraian usus di setiap sudut rumah.

"Papa emang bener, semua pembantu di rumah ini udah Zura pecat, tapi Zura gak pernah bawa cowok kok, apalagi keluyuran malem-malem."

"PSYCHOPLAK"Where stories live. Discover now