• PART 33 •

147 3 0
                                        

Keesokan paginya, semua orang memberikan ucapan selamat ulang tahun pada Vina. Acaranya tidak dilaksanakan pada pagi hari, siang hari, ataupun sore hari. Ya, akan dilaksanakan pada malam hari. Jadi, yang kami lakukan setelah mandi pagi dan memberikan ucapan selamat ulang tahun pada Vina adalah bersantai di lingkungan vila ini.

"Hai, Runi."

"Eh? Hai, Veyya." Aku mematikan ponselku saat mengetahui Veyya menghampiriku yang sedang duduk di teras samping vila.

Tadinya aku bersama Elsa dan Dila. Namun, Elsa memilih kembali ke kamar saja untuk membaca novel. Sedangkan Dila sedang pergi ke kamar mandi satu menit yang lalu.

Aku baru berkenalan dengan Veyya tadi malam. Bukan hanya Veyya, ada yang lain juga karena kami sekamar. Tidak mungkin, 'kan, sekamar, tapi tidak saling berkenalan ataupun menyapa?

Veyya juga satu sekolah dengan kami. Ternyata dia berada di kelas sebelas IPA enam. Saking banyaknya murid dan kelas di sekolah kami, sampai-sampai banyak juga wajah-wajah yang belum pernah aku lihat.

"Elsa sama Dila mana?" tanya Veyya.

"Oh, Elsa kembali ke kamar, kalau Dila lagi ke kamar mandi."

Veyya pun mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Btw, lo kenal sama Vina udah lama?" gantian aku yang bertanya.

Veyya tampak sedang berpikir. "Ehm ... udah sekitar hampir lima tahun? Gue sama Vina satu SMP."

"Wah, udah lama, dong, ya?"

"Iya. Dia yang ajak kenalan pertama kali. Walaupun Vina itu agak cuek, judes, dan gak sabaran, tapi dia baik, kok."

Aku tertawa pelan. "Iya, bener. Buktinya dia gak segan-segan ngundang teman-temannya yang banyak gini buat liburan bareng di vila ini."

Aku dan Veyya sama-sama tertawa. Untuk beberapa menit itu, darinya aku belajar lagi dari sebuah quotes yang terkenal sampai sekarang, yaitu don't judge a book by it's cover. Memilih teman boleh saja, tapi jangan sampai tidak mau berteman dengan orang yang kesan pertama kita padanya bisa dibilang kurang baik karena kita belum mengenalnya. Jangan lupa juga untuk berterima kasih pada orang itu atas hal yang tidak disangka-sangka yang telah diberikannya pada kita.

Aku sendiri bukannya tidak berteman dengan teman kelas yang lain. Namun, karena kenyataan bahwa semua orang sudah punya circle masing-masing. Meski begitu, ketika tidak sengaja bertemu di luar atau berada di kelompok belajar yang sama di kelas, kami tetap saling menegur dan berkomunikasi. Itu sudah cukup baik daripada tidak saling menatap sama sekali.

"Yang semalam itu teman lo?" tanya Veyya.

Aku berpikir sebentar teman yang Veyya maksud. "Arka?"

"Iya, teman lo?"

Semalam Arka benar-benar datang setelah makan malam. Vina tidak masalah bila ada orang lain yang datang. Alhasil, aku mengajaknya duduk dan mengobrol di dekat api unggun yang dinyalakan di belakang vila. Ada Elsa, Dila, dan beberapa teman lainnya yang juga ada di sana. Salah satunya Veyya.

"Iya, teman gue dari sekolah sebelumnya. Kebetulan juga liburan di sini. Kemarin gak sengaja ketemu habis salat Asar, terus ajak aja ke sini," jelasku.

Veyya ber-oh ria. "Dia kelihatan pendiam, tapi diperhatiin lagi nggak juga."

Aku tertawa pelan, lalu mengangguk membenarkan. Entah kenapa setelah hampir satu tahun tidak bertemu, tiba-tiba Arka menjadi banyak bicara. Ah, sepertinya aku yang tidak mengenalnya karena selama ini aku hanya berasumsi sendiri.

"Dulu gue juga mikirnya dia pendiam karena kita gak terlalu dekat, tapi sejak kemarin ternyata dia banyak bicara juga."

"Oh, ya? Mungkin beda kali kalau sama orang spesial," celetuk Veyya asal.

Never Gone ✔️Where stories live. Discover now