• PART 9 •

210 3 0
                                        

Hari ini ulang tahun Dila. Dan dia mengadakan pesta di rumahnya. Dari dua hari yang lalu Dila sudah mengirimkan undangan kepada teman, keluarga, dan kerabatnya melalui Whatsapp. Dan tentu saja tidak lupa dengan pacarnya--Randi.

Acaranya akan dimulai pukul setengah delapan malam. Karena memikirkan anak-anak yang beragama Islam menjalankan ibadah sholat Isya terlebih dulu agar tidak bertabrakan waktunya.

Dan sekarang waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lebih dua puluh menit yang sepertinya aku akan terlambat. Aku baru saja selesai memoles wajahku dengan bedak tipis dan juga liptint berwarna peach.

Aku tidak terlalu mengerti tentang fashion. Jadi, aku hanya memakai dress pink dan block heels berwarna putih. Yang keduanya adalah hadiah dari mama dan papa di ulang tahunku tahun lalu. Karena belum pernah dipakai, akhirnya aku memakainya hari ini agar tidak mubazir.

Aku mengambil sling bag putih kesukaanku dan ponselku, lalu keluar kamar dan pergi ke ruang tamu.

"Waah, anak Mama cantik banget. Pilihan Mama memang gak pernah salah," puji mama.

Aku tertawa, malu. "Iya, makasih, Ma."

"Lho? Ini anak Papa? Cantiknya sampai Papa gak kenal," ujar papa yang baru saja datang dari arah belakang.

"Papa," tegurku. Karena merasa tambah malu.

Papa terkekeh. "Gitu, dong, Run. Pakai baju bagus sesekali gak apa-apa. Jangan nutupin kecantikan kamu."

Mama tertawa. Sedangkan aku menunduk malu karena jarang dipuji.

"Pergi sama siapa?" tanya papa.

"Runi naik taksi, Pa. Udah pesan tadi. Kayaknya udah mau nyampai."

"Hati-hati di jalan dan nikmatin aja pestanya," kata mama.

"Pulangnya gak boleh lebih dari jam sepuluh, ya, Run? Kalau ada teman cowok yang ngantar itu lebih baik," pesan papa.

"Nggak deh, Pa. Biar naik taksi aja. Kalau gi—"

"Kakaaak, ikuuut!"

Rumi menggoyang-goyangkan tanganku begitu dia sampai di dekatku. Dia terus merengek minta ikut denganku.

"Kamu gak bisa ikut, Rumi. Di rumah aja. PR kamu belum selesai, 'kan?" tanya mama.

Rumi cemberut. "Tapi, Rumi mau ikut."

"Lain kali aja, ya, Rum? Soalnya anak kecil gak boleh ikut," kataku.

"Nanti Kakakmu pulang bawa es krim. Mau nggak?" tawar papa yang langsung dapat teguran dari mama.

"Bener?"

"Bener, dong, tapi kalau Rumi udah selesai kerjain PR-nya," jawab papa.

Rumi langsung tersenyum lebar. "Oke, Pa. Rumi kerjain PR dulu. Kakak jangan bohong, ya? Dosa."

"Hah? Oh, iya, tenang aja. Kakak gak bohong, kok."

Lalu Rumi kembali ke kamarnya dan melanjutkan menyelesaikan PR-nya. Aku menatap papa, meminta penjelasan. Namun, papa langsung memberiku selembar uang seratus ribu dari dompetnya.

"Beliin aja beberapa. Kembaliannya buat kamu."

"Bener, Pa?"

"Jangan banyak-banyak, Runi. Nanti Rumi minta terus." Mama memberitahu.

"Sebelum Runi pulang, pasti Rumi udah tidur duluan. Jadi, es krimnya di sembunyiin di kulkas aja. Pas besoknya Rumi minta, ambilnya diam-diam," jelas papa.

Aku tertawa karena penjelasan papa. "Nah, kayak yang dijelasin Papa, Ma. Disembunyiin aja sekalian nyimpan kalau lagi pengin makan."

Mama mendengus. "Anak sama Papanya sama aja," kata mama yang membuat kami tertawa bersama.

Never Gone ✔️Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt