Setelah aku memikirkannya berulang-ulang, aku masih tidak percaya. Lebih tepatnya sulit kupercaya. Namun, mau bagaimanapun aku mencoba menyangkalnya. Nyatanya itu adalah fakta sebenarnya yang harus kuterima.
Menyukai Iftah? Itu bukan sesuatu yang salah. Siapa yang tahu kalau pada akhirnya aku akan menyukainya? Iftah adalah laki-laki yang baik. Dan dia sudah pernah menyatakan perasaannya padaku. Seperti yang pernah Elsa tanyakan, aku pun membenarkannya juga. Untuk apa mencari yang jauh, kalau ada yang dekat? Ditambah yang dekat itu sudah pasti juga.
Akan tetapi, aku ingin memastikannya sekali lagi. Aku ralat perkataanku sebelumnya yang ingin memastikan beberapa kali. Aku hanya perlu sekali.
Dan disinilah aku sekarang. Duduk sendirian di bangku panjang sekolah dekat parkiran motor. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.37 sore. Seharusnya Kak Nata sudah keluar sekitar 7 menit yang lalu, tapi kalau dihitung juga dengan waktu berjalan sampai ke parkiran. Mungkin dikurangi 2 atau 3 menitan. Ah, sudahlah. Ini bukan pertama atau kedua kalinya aku menunggu seseorang. Tidak masalah bagiku menunggu sedikit lagi.
Awalnya saat aku pulang dari sekolah tadi, aku ingin tidur, tapi karena masih kepikiran dengan perasaanku. Aku jadi tidak bisa tidur. Alhasil, aku ingin memastikan lagi perasaanku yang satunya hari ini juga. Jadi, aku mengajak Kak Nata bertemu setelah Kak Nata selesai bimbingan belajar di kelasnya.
Saat aku baru berdiri karena bosan duduk, suara keramaian dari sebelah kiriku membuatku menoleh. Dan kulihat ada Kak Nata dari kumpulan siswa-siswa yang sepertinya mau ke parkiran.
Kak Nata berlari pelan ke arahku setelah berpamitan dengan teman-temannya. Namun, anehnya perasaan deg-degan yang biasa kurasakan saat melihat Kak Nata dari jauh sudah tidak kurasakan lagi. Dan juga senyum itu. Jantungku tidak berulah lagi, berdetak normal. Jadi, ini adalah jawaban yang sebenarnya atas perasaanku?
"Hai, Run." Kak Nata sampai di depanku dengan mengangkat sebelah tangannya, menyapaku. "Sorry, gue masih ngajarin temen dulu. Udah nunggu lama, ya?" tanyanya.
"Oh, nggak apa-apa, kok, Kak. Gue juga baru datang beberapa menit yang lalu," jawabku.
"Bagus, deh. Jadi, mau ngomong apa? Padahal, kan, bisa gue yang nyamperin lo. Kenapa jauh-jauh kembali ke sekolah lagi?"
"Oh, itu ... duduk dulu, deh, Kak. Biar enak ngobrolnya." Aku dan Kak Nata sama-sama duduk di bangku panjang yang tadi kududuki. "Ehm, jadi gini, Kak. Sebenarnya gak penting-penting juga, sih. Gue cuma mau mastiin kal—"
"Woi, Nat!" Suara seseorang memotong kalimatku. Aku dan Kak Nata sama-sama menoleh ke sumber suara. Hm, ternyata Kak Valdo. "Lo masih di sini? Gue kira udah pulang."
"Belum. Masih ngobrol dulu sama Arunika," jawab Kak Nata.
Kak Valdo menatapku. "Oh, lo yang waktu itu, 'kan? Gak bosen apa sama, nih, anak? Cewek-cewek lain, sih, udah bosen ngejar-ngejar dia. Mungkin cuma gue yang masih bertahan sama dia."
Aku hanya tersenyum kikuk. Bingung mau menjawab apa.
"Ngomong apa, sih, lo? Mending lo duluan aja sana. Nanti gue nyusul," usir Kak Nata.
"Gue tunggu lo aja, biasa di warung depan. Kalau udah calling gue," ujar Kak Valdo sebelum pamit pergi duluan.
"Sorry, dimaklumin, ya. Memang gitu dia orangnya," kata Kak Nata, mengalihkan pandanganku dari punggung Kak Valdo yang sudah menghilang.
"Santai aja, Kak. Kak Valdo itu lucu. Kalau dari pengamatan gue, Kak Valdo itu setia kawan. Bener gak, Kak?" tanyaku.
Kak Nata mengangguk. "Iya, Valdo itu setia kawan. Pernah gue lupa bawa tugas gue yang seharusnya dikumpulin hari itu dan Valdo malah bohong ke guru kalau dia gak ngerjain tugasnya. Padahal malam sebelumnya dia udah nyalin tugas punya gue. Haha. Jadinya kita dihukum bareng. Kadang susah tebak pikirannya. Sering tidur di kelas dia, tapi anaknya baik banget. Makanya gue gak mau pacaran itu, ya, karena dia. Gue gak mau waktu gue bareng dia jadi berkurang dan akhirnya persahabatan kita jadi renggang. Gue aneh, ya?" ceritanya.
YOU ARE READING
Never Gone ✔️
Teen Fiction⚠️ Jangan memplagiat ceritaku.. Sudah kuperingatkan dengan baik-baik, ya :) -------------------- "Aku tidak pernah pergi ... dan tidak akan pernah kemana pun." Aku menyukainya tanpa alasan, tapi tidak terlalu mengharapkan balasan. Meski begitu, aku...
