For The Sake of 'Content'

2.9K 277 10
                                    

Gwen memandang sedikit kagum ketika taksi online mulai memasuki area kampus. Ia pernah masuk ke area institusi pendidikan beberapa kali, ketika mengunjungi Khafa di Amerika. Tetapi, ia tak pernah menginjakan kaki di kompleks gedung perguruan tinggi lagi setelahnya.

Kawasan itu agak berbeda dengan yang selama ini ia datangi di Amerika. Tempat Khafa terdiri atas bangunan-bangunan tua. Sementara, gedung ini tampak baru dengan kaca dan desain minimalis yang estetik.

"Di sini, Non?" tanya si supir memecah lamunan.

Gwen mengangguk kecil. Ia merogoh dompet, memberikan dua puluh ribuan sebagai tip sebelum keluar dari mobil.

Kampus tidak begitu ramai. Kalau kata kebanyakan orang, bulan-bulan seperti ini adalah masa libur. Jika ada yang masuk kuliah, kemungkinan mereka tengah mengambil semester pendek atau kegiatan kampus.

Gwen berjalan di sekitar lorong fakultas desain dan seni rupa. Bau cat tercium bahkan tepat ketika menjejakan kaki di lobi yang berangin.

Beberapa orang yang melewati Gwen melirik-lirik kecil. Padahal, Gwen sudah mencoba untuk menyesuaikan pakaiannya sesederhana mungkin. Jumper abu-abu dan celana jins biru muda dipadu dengan sepatu sneakers putih jadi pilihannya. Ia hanya membiarkan rambut lurusnya tergerai begitu saja. Riasanya juga natural. Kurang lebih, seingatnya, padu padan ini yang ia kenakan ketika berperan sebagai mahasiswa dalam filmnya tahun lalu.

Ia berjalan di sekitar lorong. Menyusuri satu per satu ruangan yang kosong karena tidak ada kelas. Gadis itu terus berjalan hingga pandangannya tertumbuk pada sebuah ruangan dengan dinding kaca. 

Dalam ruangan tersebut, tampak beberapa anak perempuan sebayanya yang sedang mengukur-ukur kain dengan meteran. Beberapa lagi tampak memegangi manekin dan kain untuk menyocokan.

Gwen menarik napas panjang. Impiannya adalah ingin menjadi seorang perancang busana. Sejak kecil, ia suka sekali menyaksikan pagelaran catwalk dan pertunjukan peragaan busana.

Sebenarnya, tujuan utamanya adalah kuliah di Paris. Lalu, karena tidak tahan melakukan hubungan jarak jauh terlalu dengan Khafa, Gwen memilih untuk berkuliah di Fashion Institute of Technology di New York, kampus yang menelurkan berbagai nama di dunia fesyen. Lagi-lagi, itu semua ia batalkan ketika bertemu Arlo yang merengek-rengek memintanya untuk tinggal.

Hal yang tidak Gwen tahu adalah, Arlo sengaja memanfaatkan Gwen demi popularitas dan kekuasaan, juga kenyamanan. Mulai dari namanya yang terdongkrak naik, hingga beberapa akses dan koneksi dimakan habis oleh lelaki satu itu. Menjijikan!

Sekarang, apa lagi yang ia perbuat? Membuat klarifikasi kebohongan sambil berakting menangis minggu lalu? Klarifikasi penuh kebusukan yang membuat Gwen ingin muntah. Apa dia lupa berhadapan dengan siapa?

Getar ponsel membuat Gwen mau tak mau menghentikan lamunan dan kekesalannya. Ia mengulum senyum ketika melihat nama yang tertara di layar. Dengan cepat, Gwen mengangkat panggilan itu.

"Lo di mana?" Suara berat terdengar dari seberang telepon.

"Di depan apa ini... um..." Gwen mencari-cari. "Lantai satu, dari lobi ke kiri, ada ruangan besar dengan dinding kaca yang dipakai buat anak fashion design, sepertinya."

"Oh, oke, gue ke sana sekarang! Jangan ke mana-mana."

Tanpa menunggu jawaban Gwen, lelaki itu mematikan ponsel. Gwen mengerutkan dahi. Lelaki itu memang irit bicara atau bagaimana sih?

Tak lama, ia mendengar derap langkah yang datang. Mata gadis itu tertumbuk pada seorang lelaki yang mengenakan kemeja kasual tangan panjang yang digulung sampai siku dan dipadukan dengan celana bahan abu-abu yang membuatnya terlihat begitu dewasa.

OUT AND OUTWhere stories live. Discover now