It's Her

3.6K 272 3
                                    

Tepat ketika Gwen turun dari mobil dan masuk ke dalam pagar rumahnya, Daniel langsung memukul dahinya ke setir kemudi. Tangannya bergetar. Ia sebisa mungkin berakting datar tanpa ekspresi, tetapi percayalah, ia bisa gila.

Semalaman bersama Gwen bukanlah pengalaman biasa saja. Berkali-kali tubuh mereka bersentuhan. Berkali-kali tanpa sadar Daniel memegang bagian-bagian tubuh Gwen yang tak tertutup kain.

Sepanjang malam itu, Daniel tak bisa tidur. Gwen di sisinya dalam kondisi tidak sadar. Lelaki mana yang tak jadi buas?

Daniel tak bisa mengelak selatannya yang memberontak. Mau tak mau, ia pergi ke kamar mandi. Menuntaskan hasratnya sendirian sambil membayangkan Gwen. Sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya.

Tetapi, ketika hasratnya sudah tuntas sekalipun, melihat Gwen yang setengah telanjang tertidur begitu seperti memberikan pukulan telak bagi kesadarannya. Alihasil, Daniel hampir terjaga semalaman.

Gerakan Gwen yang tiba-tiba membangunkan Daniel yang baru tertidur sebentar. Dari jauh, Daniel bisa mendengar sayup-sayup suara muntahan. 

Sedikit ragu, Daniel akhirnya menyusul saat menunggui Gwen yang belum selesai. Setidaknya, ia bisa membantu perempuan itu.

Daniel menengok lagi ke arah rumah tersebut. Ia mengulum bibirnya. Dua kali ia berciuman dengan Gwen. Perasaan aneh itu terasa benar-benar menyebar ke seluruh tubuhnya. 

Sejujurnya, Daniel ingin mengungkapkan pada Gwen bahwa mereka berciuman. Hanya saja, pada akhirnya, Daniel menyimpannya seorang diri. Ia tak ingin Gwen kaget. Lagipula, mereka hanya berciuman, kan? Ciuman tanpa sadar.

Daniel menarik napas panjang-panjang. Ia merasa serba salah. Kalau terlalu ramah, ia akan dianggap mesum. Kalau terlalu dingin, apakah ia akan dianggap sebagai cowok ketus? Ia berharap, Gwen tak salah menangkap tingkahnya.

Lelaki itu kembali melajukan mobilnya. Niat hari ini, ia ingin pulang ke rumah. Ibunya sudah marah-marah karena sebulan lebih Daniel tidak pulang pada saat akhir pekan, padahal jarak rumah di utara Jakarta dan kampus di Serpong sebenarnya tidak begitu jauh. Kini, jarak itu makin dekat dengan lokasinya yang berada di Pantai Mutiara.

Tetapi, Daniel tak mungkin pulang dalam kondisi begini. Ia tak ingin dapat omelan. Lagipula, ia belum bersiap dengan laptop dan alat lain penunjang tugasnya. Jadi, yang harus ia lakukan adalah ke kos lebih dahulu, mandi, bersiap baru kembali lagi.

Daniel melajukan mobilnya. Beberapa puluh menit kemudian, ia sudah memarkirkan mobilnya di depan rumah berlantai tiga yang jadi tempatnya tinggal selama setahun terakhir.

Baru saja ia membuka pintu kamar kosnya, mata Daniel memicing melihat seorang perempuan yang berada di atas tempat tidurnya sambil bermain ponsel.

"Ammy?"

Perempuan itu bangun. Tersenyum lalu cengengesan. Ia menatap Daniel dengan sorot mata jenakanya. "Kok baru pulang?"

Daniel tak menjawab. Ia menutup pintu dengan cepat. Matanya memandangi gadis yang hanya mengenakan tanktop hitam kamisol dan celana pendek santai itu seksama.

"Kata anak-anak kamu ke club terus pulang sendiri tiba-tiba. I'm wondering..." Gadis itu bergerak ke arah Daniel. Tangannya bergerak di bahu lelaki itu lalu turun ke dadanya. "What were you doing the whole night?"

Daniel tak menjawab. Ia menepis tangan Ammy perlahan. "Amelia Rankaya," ucapnya pelan.

"What?" Ammy tampak tersenyum menggoda. Senyum yang bisa membuat semua lelaki tergila-gila.

Daniel menarik napas. Ia menatap ke arah Ammy lekat-lekat. Ammy punya semua hal yang menarik lelaki. Kulit putih, tubuh semampai dan wajah yang kecil. Senyumnya begitu memabukan.

Perempuan satu itu adalah temannya semasa orientasi. Sebuah insiden mabuk dalam pesta terakhir membuat mereka berciuman, bercumbu hingga menghabiskan malam bersama. Awalnya, Daniel pikir, hubungan itu hanya sekadar cinta satu malam, hingga Ammy muncul lagi dan lagi dan lagi.

Hubungan itu berubah. Seperti sebuah simbiosis yang aneh. Ammy dan Daniel jadi dua orang yang saling membutuhkan satu sama lain. Pelampiasan atas apapun yang terjadi dalam kehidupan mereka. Saling mengisi, saling memenuhi kebutuhan.

Tak ada definisi yang pasti dari hubungan mereka. Keduanya sama-sama menyatakan tak ada perasaan dan komitmen yang mengikat mereka.

Hubungan mereka menjadi begitu abu-abu. Dan keduanya sudah terjatuh ke dalam jurang penuh tanda tanya. Jurang yang dalam. Sangat Dalam. Hingga keduanya tak tahu jalan untuk kembali.

"Daniel," bisik Ammy pelan. "Are you all good? Habis tidur sama cewek mana lagi malam kemarin?"

Daniel tak menjawab. Jika ia menjawab bahwa dirinya tidur bersama Gwen, Ammy pasti akan heboh.

"So, who's better? Me? Or that girl?"

Daniel mengulum senyum. Dia tidak berbuat apapun dengan Gwen. Hanya ciuman, dua kali. Tetapi, rsanya jauh lebih membekas daripada hubungan seks paling panas dengan gadis manapun.

"Niel..." Ammy mengalungkan tangannya ke leher lelaki itu. Menatapnya manja.

"Okay, lo lagi ada masalah apa?" tanya Daniel cepat.

"Uh uh!" Ammy menggeleng. "Nothing. Gue cuma kangen sama lo."

"Bukan masalah orangtua lagi?" ejek Daniel. "Kenapa bokap lo? Masih nyuruh lo keluar dari kuliah DKV dan masuk hukum?"

Sontak, Ammy memajukan bibir. Tebakan Daniel tepat sasaran. Ia berdecak pelan.

"Seks bukan jalan keluar." Daniel berkata lagi dengan nada pura-pura bijak.

Ammy memutar bola mata. "Tapi seenggaknya, it can ease my pain, right?"

Daniel terkekeh. Ia menatap Ammy cukup lama. Mata besarnya menatap Daniel dengan sorot yang menginginkan Daniel.

"You are my ecstasy, Niel. Lo tahu cara bikin gue lupa." Ammy berbisik.  "And, I miss you and your..." Ia diam sejenak. Tersenyum menggoda saat memegang pinggang Daniel degan sensual.

Daniel memejamkan mata. Ammy berada di depannya. Tetapi, Gwen malah bercokol di benaknya. Ia tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Ini aneh.

Ammy berjinjit, mencium bibir Daniel. Melumatnya lembut sebelum Daniel menyerah. Ia membalas ciuman itu. Tangannya memegang kepala Ammy dan menahan gadis itu. 

Keduanya berpisah setelah mulai kehabisan napas. Saling pandang satu sama lain.

Daniel dapat melihat kabut di mata Ammy. Ia mulai dipenuhi hasrat. "Sebelum kita mulai, gue cuma mau bilang, gue harus balik ke rumah siang nanti."

Ammy mengangguk pelan. "Fine by me. Gue udah nunggu semalaman, cuma bisa main sendirian sambil nyiumin bantal lo. Guess you need to make it worth a wait?"

Daniel memberikan senyum miring. "Apa permainan gue pernah ngecewain lo?"

Ammy mendongak sambil menatap Daniel yang lebih tinggi darinya. Ia pura-pura berpikir sebelum menggeleng dengan menggemaskan.

Tangan Daniel kembali meraih Ammy. Menarik gadis itu ke dalam rengkuhannya sebelum kembali melumat bibirnya dengan penuh hasrat. Tangannya bergerak ke arah bahu Ammy sebelum dengan sengaja mengusap bagian dada perempuan itu.

"What a naughty naughty girl," bisik Daniel pelan. ia mendorong Ammy ke atas ranjang. Bibirnya bergerak ke segala arah sebelum lenguhan mulai terdengar seirama dengan gerakan bibir Daniel.

"Niel, oh, damn!"

Mulut Ammy terus membisikan nama Daniel berkali-kali sementara tubuhnya bergetar tak karuan. Namun, hati Daniel untuk pertama kalinya menyebutkan nama gadis lain. Gadis yang baru saja tidur dengannya semalam.

Gadis yang mungkin tak akan pernah jadi miliknya.

OUT AND OUTWhere stories live. Discover now