13

26 6 0
                                    

Jantung pemuda tampan itu berdetak cepat. Ia merasa tersanjung, sekaligus merasa telah menerima pernyataan sikap dari Tika, yaitu sikap menyukaihya. Rasa-rasanya ia telah dibukakan pintu selebar-lebar dan dipersilakan masuk ke relung hati Tika.

"Sejak kapan kau mempelajari diriku?"

"Nanti kau akan tahu sendiri. Таk perlu menjawab sekarang. Hanya saja, agaknya kau perlu tahu bahwa ada satu hal yang menyangsikan diriku dalam mempelajari dirimu."

"Ара yang membuatmu sangsi?"

Tika diam. Mematikan rokoknya setelah dihisap panjang-panjang. Seteguk minuman pun ditelannya. Ia kembali duduk seperti semula, menatap Kanda dengan senyum tipis dan pandangan mata lembut menantang gairah. Kanda jadi salah tingkah sendiri, ikut-ikutan meneguk bir hitamnya, lalu meletakkan kaleng bir itu di meja.

"Aku nggak bisa jelaskan secara lisan ара yang kusangsikan itu. Tapi dengan perbuatan, kurasa semuanya bisa kuketahui, apakah nantinya aku masih sangsi, atau semakin percaya pada dirimu."

"Aku sulit menerjemahkan arti kata-katamu, Tika. yang simpel-simpel saja deh. Ара maksudnya?!"

Tika justru manggut-manggut kecil. "Sudah kuduga, kamu nggak suka perkataan yang berbelit-belit, mendayu-dayu, atau bertele-tele. Kau suka sesuatu yang bersifat to the point. Begitu kan?"

"Ya. Karena hidup ini membutuhkan kejelasan yang singkat."

"Aku sependapat denganmu. Tapi bagaimana kalau aku benar-benar mempersingkat dan mempertegas keinginan hatiku, apakah kau bisa menerimanya dan tidak salah persepsi terhadap diriku?"

"Aku mencoba selalu berpikir positif dalam menilai seseorang."

"Aku percaya, walau semula masih kusangsikan. Aku hanya khawatir kalau pikiran positifmu itu lupa nggak kamu bawa dan tertinggal di rumah, sehingga kau akan rnenilaiku sebagai perempuan murahan jika kukatakan ара keinginanku secara singkat dan tegas."

"Aku berjanji tidak akan menilaimu seburuk itu. Jadi sekarang katakan saja ара keinginanmu sebenarnya?"

Tika diam, menatap tak berkedip, namun sorot pandangan matanya itu pelan-pelan berubah sayu. "Kanda, aku ingin kau menciumku!"

Bergetar hati Kanda mendengarnya. Kikuk ia menjawab dan memberikan respon yang semestinya. Tika berkata lagi tanpa basa-basi dan tanpa malu-malu lagi.

"Aku ingin melihat keberanian dan kebolehanmu dalam bercinta. Dari situ aku bisa menilaimu, apakah kau lelaki yang dapat memuaskan harapanku, atau hanya sekedar hiburan selayang pandang saja."

Tantangan terang-terangan itu membuat Kanda semakin gemetar. Secara jujur diakui dalam hatinya, bahwa ia belum pernah menerima tantangan sejelas itu. Diakuinya, ia telah kalah satu point dari Tika. Mentalnya sempat guncang dan
limbung menghadapi tantangan yang sangat di luar dugaan itu.

Tika melepaskan blusnya. Cuek sekali. Blus itu dibuang ke lantai. Temyata dugaan awal Kanda memang benar, di balik blus itu Tika tidak mengenakan kutang. Dua bukitnya tampak membusung sekal, kencang dan mulus sekali. Rambutnya jadi terlepas dari ikatannya dan kini tergerai meriap sepanjang punggung, sebagian rambut jatuh di sekitar bukit dadanya.

Makin gemetar tubuh Kanda menerima tantangan yang lebih seru itu. Ia masih diam saja, terpana memandangi keindahan tubuh Tika. Senyum wanita itu semakin menggoda. Tangannya melepas ikat pinggang celana jeans-nya. Ia sempat berdiri sambil tetap mengarahkan tatapan matanya pada Kanda. Rupanya wanita itu nekat melepaskan celana jeansnya.

"Kanda, aku telah to the point," katanya sambil mendekat lagi. Perutnya yang mulus dan ramping itu berada tepat di depan mata Kanda. Ia berkata lagi dengan suara parau.

46. Misteri Bocah Jelmaan✓Where stories live. Discover now