6

34 13 0
                                    

Dalam beberapa menit saja gadis itu sudah menjadi akrab dengan Kanda. Ia mengaku bernama Tika, dan mengaku sudah kenal Kanda sebagai seorang ahli trick dan animasi. Sebab menurutnya, nama Kanda tercatat dalam buku telepon para pengusaha production house. Sedangkan Tika mengaku kerja di sebuah PH yang baru buka, dan baru menangani film spot iklan.

"Jantungku kok jadi nyentak-nyentak begini, ya?" pikir Kanda. "Ара karena berhadapan dengan wanita cantik bertubuh tinggi, sekal dan berpinggul sexy ini? Ah, biasanya aku nggak pernah deg-degan kalau menghadapi gadis secantik dia. Gadis atau bukan sih? Kalau melihat kematangan pesona cintanya sih... kayaknya dia sudah bukan perawan lagi. Tapi melihat penampilannya yang trendy dan berkesan anak gaul sih... kayaknya masih gadis. Usianya sebanding dengan umurku nih. Kurasa aku nggak perlu terlalu formal menghadapinya."

Tika berhidung mancung, mirip orang bule. Kulitnya putih. Matanya tidak membelalak, tapi sedikit lebar dan indah. Berbulu mata lentik. Rambutnya panjang, diikat ke belakang sebatas punggung. Sepertinya rambut itu ditata asal-asalan, tapi sangat sesuai dengan penampilannya yang tomboy, ia
mengenakan celana jeans belel, ketat, bersepatu santai. Ada gelang kaki yang melingkar di atas tumitnya. Ia mengenakan blus ketat warna hitam yang dirangkapi kemeja lengan panjang dari bahan jeans biru donker. Kemeja itu digulung lengannya dan tidak dikancingkan bagian depannya.

Kemontokan dadanya tampak menonjol di balik blus hitamnya. Sebungkus rokok impor dikeluarkan dari saku kemejanya. Cuek sekali ia menyalakan rokok itu dengan korek api gas yang berbentuk antik serta indah. Kanda terpaksa menyimak penampilan tersebut dengan jelas-jelas, sebab ia harus mengenal Tika yang masih sendirian. Teman yang ditunggu belum muncul juga walau sudah 15 menit Tika berada di cafe tersebut.

"Pukul berapa cafemu ini tutupnya, Kanda?"

"Yaah... sekitar 30 menit lagi deh " sambil Kanda melirik arlojinya.

Tika mulai tampak gelisah. "Brengsek tuh temanku. Dia suruh aku nunggu di sini, ternyata sampai sekarang belum datang juga!" gerutu Tika.

"Tenang saja. Nggak usah terburu-buru. Kalau sampai setengah dua belas nanti temanmu belum datang juga, kutemani nunggu dia deh. Jangan khawatir, kamu nggak akan sendirian."

"Kalau memang sampai pukul setengah dua belas nanti dia belum datang, mendingan kutinggal jalan duluan aja. Ngapain nunggu orang plin-plan begitu?!"

"Memangnya mau jalan ke mana sih?"

"Coin Diskotek."

"Ooo... pasti temanmu itu cowok, ya?"

"Nggak. Cewek kok. Aku mana punya teman cowok."

"Memangnya kenapa?"

"Nggak laku," sambil Tika tertawa sumbang. "Cowok-cowok pada takut kalau kudekati. Takut dibanting. Habis, ada yang bilang, penampilanku kayak bodyguard sih."

"Pasti yang bilang orang sakit gigi," timpal Kanda dalam candanya, sehingga tawa riang mereka pun berhamburan kembali.

Ternyata sampai pukul 23.30 teman yang ditunggu Tika benar-benar belum datang. Pengunjung cafe sudah mulai sepi. Tinggal dua cafe yang belum tutup. Para pelayan di cafenya Kanda mulai berkemas-kemas untuk pulang. Kanda masih setia menemani Tika, tapi yang ditemani menampakkan rasa gelisahnya.

"Sayang sekali kalau nggak datang ke Coin Diskotek, soalnya beberapa temanku sudah nunggu di sana. Kalau sampai pukul dua belas nanti aku nggak nongol, mereka pasti pindah tempat atau pulang!"

"Kalau gitu, datang aja ke sana tanpa temanmu itu."

"Sendirian? Uuh, males deh. Ntar disangka orang aku perek kesiangan," katanya nyeplos seenaknya saja.

Kanda geli mendengar kata- kata seperti itu. "Bagaimana kalau kutemani ke sana?" usul Kanda.

"Keberatan nggak?"

"Keberatan sih nggak. Cuma kamu sendiri bagaimana, repot nggak?"

"Kurasa sih... nggak. Begitu repot kok."

"Kamu kan capek."

"Nggak seberapa capek."

"Cewekmu gimana? Ntar cemburu ama gue?"

"Aku lagi bosan pacaran. Jadi nggak punya cewek."

"Sama dong. Aku juga lagi alergi pacar, jadi nggak punya cowok. Kalau gitu, okey deh. Kita cari hiburan di Coin, yuk. Ntar gue kenalin sama teman-teman gue. Ada yang artis, ada yang foto model, ada yang... pokoknya cantik-cantik deh. Siapa tahu salah satu di antaranya ada yang elu naksir."

Tanpa banyak pertimbangan lagi, Kanda meluncur bersama Tika ke Coin Diskotek. Feroza hijau itu dikemudikan dengan santai, seolah-olah dinikmati setiap jengkal perjalanannya. Sebab saat itu hati Kanda benar-benar seperti ditaburi bunga-bunga indah yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Biasanya jika Kanda pergi dengan seorang gadis, rasa senang di hatinya tidak sebegitu besar. Entah mengapa malam ini ia merasa seperti orang yang paling beruntung dan paling bahagia, ter- utama sejak berada di samping Tika, si tomboy yang punya gerak-gerik lincah dan energik itu.

Coin Diskotek adalah tempat hiburan malam yang letaknya di lantai dasar hotel berbintang. Terkesan ngumpet. Diskotek itu pernah beberapa kali dikunjungi Kanda ketika ia masih pacaran dengan Lulu, bintang iklan teve. Sejak putus dengan Lulu, Kanda belum pernah datang lagi ke diskotek yang punya izin buka sampai pukul enam pagi itu.

"Sudah berapa lama putus sama yang namanya Lulu itu?" tanya Tika saat mereka berada di tempat parkir Roxan Hotel.

"Yaah, sekitar hampir setahun inilah..." aku Kanda dengan jujur, tanpa ada rasa malu atau gengsi sedikit pun.

"Terus, sejak itu kamu jarang ke sini lagi?"

"Bukan jarang, tapi belum pernah datang lagi. Baru sekarang aku kemari lagi. Ini juga cuma sebentar lho. Kalau kamu udah ketemu teman-temanmu, aku pulang."

"Idih, kok gitu?!" Tika bernada protes sambil menahan pundak Kanda, hingga langkah Kanda menjadi pelan dan bertatapan dengannya.

"Kan aku cuma nganterin kamu aja, Tik."

"Kalau cuma begitu sih, ngapain ikut kemari? Aku berani kok datang sendiri ke sini tanpa dianterin siapa-siapa."

"Jadi harusnya bagaimana dong?" pancing Kanda sambil tersenyum-senyum dan berdebar-debar makin indah saja.

"Aku nggak mau kalau kamu cuma sebentar. Kamu harus keluar dari sini bersamaku. Kalau kamu cuma sebentar, aku juga cuma sebentar."

"Kok gitu?" sambil Kanda tertawa pelan.

Tika bersungut-sungut seraya menuruni tangga lebar yang menuju ke lantai bawah Roxan Hotel itu.

"Pokoknya aku nggak mau kenal kamu lagi kalau kamu pulang nggak barengan aku. Aku..." Tika berhenti melangkah.

"Kita batalin aja deh, nggak usah masuk. Pulang aja sekarang, gitu?"

Tawa Kanda semakin panjang, ia berani mencolek pipi Tika. "Idih, gitu aja sewot!" lalu tangan Tika disambarnya dan mereka masuk ke Coin Diskotek sambil saling bergenggam tangan.

Sampai di dalam Tika kebingungan mencari teman-temannya. Mereka berdua dapat tempat duduk di sudut bar, agak gelap. Tika pamit mencari teman-temannya di sisi lain, Kanda hanya menganggukkan kepala dan tetap berada di tempat duduknya. Beberapa saat kemudian Tika kembali lagi sambil goyang-goyangkan badan mengikuti irama music-house yang menghentak-hentak itu.

Dengan suara agak ngotot supaya didengar Kanda, wanita berusia sekitar 28 tahun itu melontarkan kedongkolannya. "Sialan, Da! Mereka baru aja cabut dari sini, lima belas menit yang lalu."

"Kata siapa?"

"Waitress yang ada di dekat pintu masuk tadi."

****

46. Misteri Bocah Jelmaan✓Where stories live. Discover now