5

32 14 0
                                    

Semua orang berpaling memandang gadis cantik yang amat memukau. Aroma wangi pandan dan cendana menyebar memenuhi cafe, mengalahkan aroma nasi goreng yang sedang dibuat oleh seorang koki. Kumala Dewi menyempatkan singgah di cafenya Kanda, karena desakan dari Niko.

Malam itu, Kumala bukan hanya bersama Niko, namun juga bersama Sandhi, si sopir yang sudah dianggap seperti saudara sendiri itu.

"Gila! Rame amat, Dan," ujar Niko. "Pakai dukun dari mana kamu, bisa jadi selaris ini?!"

"Dukunnya, siapa lagi kalau bukan cewek kita yang duduk di sampingmu itu. Нее, hee, hee...!"

Senyum tipis membias cantik di wajah Kumala. Lesung pipitnya begitu memukau setiap pria yang memperhatikan ke arahnya. Pemuda berjaket hitam yang statusnya adalah sopir pribadi Kumala itu segera menimpali dengan canda, karena ia juga kenal dekat dengan Kanda.

"Wah, kalau memang dukunnya kamu, Mal... berarti kita bakalan dapat makan gratis di sini!"

"O, boleh, boleh..." sahut Kanda. "Asal kamu ditinggal di sini sebagai jaminan, boleh saja makan gratis, San. Kebetulan aku masih butuh tenaga buat cuci piring, haa, haa, haa..."

Setelah menyebutkan pesanan masing-masing kepada pelayan. Kumala Dewi berusaha bicara pelan kepada Kanda, namun suaranya itu masih bisa didengar oleh Niko Madawi dan Sandhi.

"Kamu pakai penglaris dari dukun mana sih?"

"Ah, pertanyaanmu kok aneh-aneh aja," Kanda tersipu malu.

"Terus terang, aku merasakan getaran gaib begitu kuat di sekeliling tendamu ini. Getaran gaib itu adalah getaran penarik minat orang-orang, sehingga mereka datang kemari dan bernafsu sekali menikmati hidangan di sini. Gaib pemikat dari mana, Da?"

"Sumpah mampus, aku nggak pakai dukun-dukunan segala. Kalau memang mau pakai begituan, kenapa aku mesti lari ke dukun lain? Minta aja padamu, masa iya nggak kamu berikan sih?"

"Aneh," gumam Kumala sambil melirik ke sana-ini dengan waspada. "Ada sesuatu yang menaburkan gaib di sini. Gelombang gaib pemikat para pembeli ini sangat kuat, dan aku yakin pasti ada tebusannya."

"Tebusan apaan?!" Kanda sempat merinding tengkuknya.

"Entahlah. Aku belum tahu tebusan ара yang diharapkan oleh si penyebar gelombang gaib ini. Tapi jelas, dia pasti minta imbalan."

"Masa sih?" Kanda menggumam cemas.

"Jangan-jangan minta tumbal nyawa?" bisik Niko.

"Ah, ngaco aja luh!" Kanda bersungut-sungut. "Ара benar begitu, Kumala?"

"Nggak tahu deh. Pokoknya ada tebusan yang diharapkan oleh si pemilik gaib ini. Dan... anehnya di sini nggak ada orang yang bisa kulihat sedang menaburkan gaib pemikat pembali. Aku nggak tahu dari mana sumber gaib ini?" seraya Kumala memandangi bagian atas tenda, lalu menatap ke sana-sini lagi.

"Kamu harus hati-hati, Da. Terutama kalau pulang nanti, jangan mengendarai mobil dengan ngebut," tambah Kumala.

"Yang kutakutkan, ара yang dikatakan Niko tadi benar. Ada tumbal nyawa."

Semakin merinding tubuh Kanda mendengar bisikan Kumala itu.

"Kalau memang dugaan itu bisa menjadi kenyataan, tolong deh, kamu hilangkan saja gaib itu. Aku nggak mau ada korban, baik dari diriku maupun dari para pelayan dan kokiku ini!"

Dewi Ular manggut-manggut. Setelah diam sesaat, gadis itu berkata lagi dengan nada pelan. "Gaib ini sulit disingkirkan. Kuat sekali. Memang bisa saja kudobrak paksa, tapi sebelum tahu siapa pemiliknya dan ара tujuan- nya, aku nggak mau lakukan. Takut dikira sok jago. Yang jelas... kalau nanti kamu pulang, ambillah garam sedikit saja. Masukkan dalam kotak korek api atau tempat lain, dan simpanlah dalam sakumu. Garam itu akan berguna untuk menolak tumbal kematian."

"Apakah... apakah para pegawaiku juga perlu begitu?"

Dewi Ular mengangguk anggun, tenang dan memancarkan kharisma yang tetap dikagumi siapa saja yang ada di situ. Ia menyuruh Kanda membawa tempat garam ke mejanya. Tempat garam itu ditumpangi tangan secara sembunyi-sembunyi. Kanda melihat gadis itu menyala hijau bagaikan fosfor. Tapi hanya sekejap, setelah itu padam dan menjadi seperti semula, kemudian diserahkan kepada Kanda.

"Garam ini adalah garam penolak kematian gaib," kata Kumala. "Siapa pun membawa garam ini, dia akan lolos dari kematian gaib. Artinya. kematian yang dikarenakan oleh kekuatan gaib. Tapi jika kematian itu adalah kematian kodrat, nggak bisa ditolak dengan garam ini. Jadi... jangan gunakan garam ini untuk memasak. Rugi kau!"

Kanda menganggukkan kepala sambil hatinya bertanya-tanya, siapa si penyebar gaib penglaris itu Mungkinkan Bobby yang menyebarkannya? Tapi seingatnya, Bobby bukan orang yang mudah percaya oleh hal-hal bersifat takhayul.

Soal dukun, ia paling pantang. Mungkinkah di antara para pelayan atau ketiga juru masak itu yang menggunakan gaib penglaris? Lalu, tumbal ара yang dikehendaki sebagai imbalan dari gaib penglaris itu?

****

Biasanya, pukul sebelas kurang pengunjung mulai sepi. Cafe itu tutup pada pukul sebelas lewat, sekitar setengah dua belas. Tapi agaknya malam itu adalah malam keberuntungan besar bagi Kanda, karena pukul sebelas pengunjung masih ramai, bahkan masih ada yang datang dan memesan hidangan. Semakin heran hati Kanda, namun juga semakin girang hati itu.

"O, iya... sekarang aku baru ingat," ujar Kanda dalam hatinya. "Kalau nggak salah hari ini adalah hari ke-40 sejak Uca ikut aku. Apakah perubahan seperti ini yang dikatakan Uca dulu? Apakah keadaan aneh seperti ini juga yang dikatakan Kanda tempo hari? Ah, sayang Kumala dan Niko sudah pulang. Kalau belum, bisa kutanyakan padanya kebenaran dugaanku tadi."

Lima pelayan manis-manis sibuk melayani bcberapa tamu. Ada tamu lagi yang datang sendirian dan langsung menempati bangku kosong di luar tenda. Bangku tambahan itu di susun untuk dua orang. Mejanya pun termasuk berukuran kecil. Mau tak mau Kanda langsung menyambut dan melayani tamu itu, supaya si tamu tidak menunggu terlalu lama.

"Hai, selamat malam, Nona cantik. Sendirian aja nih?'' sapa Kanda dalam basa-basi keramahannya. Sikapnya yang berani basa-basi itu menunjukkan bahwa statusnya berbeda dari pelayan lainnya.

Si nona pun tahu, bahwa pemuda tampan yang mengenakan T-shirt rapi itu adalah bukan pelayan cafe, melainkan orang yang lebih tinggi jabatannya dari seorang pelayan.

"Aku lagi janjian sama teman. Mau ketemu di sini. Tapi entah dia benar-benar mau datang atau cuma bohongin aku aja. Yang penting sekarang aku mau minum dong. Ada orange juice?"

"О, ada. Jangan khawatir, mau yang spesial atau yang standar?"

Gadis cantik itu tertawa geli ditutupi jari tangannya. "Memangnya orange juice spesial itu yang bagaimana?"

"Pipet sedotannya dua. Kalau yang standar, pipet sedotannya cuma satu."

"Ya, ampun... cuma beda di sedotan aja?"

"Tapi itu menentukan nilai keromantisan, Nona. Kalau sedotannya dua, kan lebih romantis jika diminum bersama pacar."

"Itu kan kalau sama pacar, kalau sendirian kayak aku gini, ара perlu dua sedotan?"

"Siapa tahu ada orang lain yang ingin di ajak nyedot bareng?"

"Kamu aja yang nyedot bareng aku!" tawanya berhamburan, renyah dan sesekali bercampur desah. Gadis cantik itu ceria sekali, gayanya cuek, supel, berani bercanda seenaknya.

Kanda deg-degan menghadapi kecantikan bergaya tomboy itu.

****

46. Misteri Bocah Jelmaan✓Where stories live. Discover now