24 : past, re-memory

683 43 5
                                    

"Halo kami datang!" Dari arah pintu Aresh dan Sara datang bersama, Aresh terlihat menenteng sebuah kresek hitam berisi nasi goreng, makanan favorit Bumi.

"Wah pas sekali kalian datang, saya mau berbicara dengan kalian. Ayo ke ruangan saya."

"Eh?" Aresh tampak kikuk, dengan segera pria itu menaruh sementara nasi gorengnya di atas meja samping pintu dan mengikuti langkah Dokter Agam.

"Mama bawa nasgor." Sara menghampiri kedua anaknya, lantas wanita itu mengambil piring dan membuka nasi gorengnya.

"Ayo Bum di makan."

"Asikkk." Bumi tanpa aba-aba lagi mulai melahap nasi goreng itu dengan senang hati, nasi goreng selalu menjadi favoritnya.

"Aku juga pingin..." Langit hanya bisa memandangi Bumi yang terus melahap nasi goreng dengan barbarly itu, hingga akhirnya tersedak.

"Tuhkan makan tuh pelan-pelan." Sara reflek menepuk punggung anaknya. Bumi terbatuk-batuk lantas mengambil air yang disodorkan Sara. Menenggaknya dengan cepat.

"Kualat kualat, makan ga dibagi-bagi ke gue." Langit melengos malas, sedang Bumi masih terdiam, masih sedikit shock habis tersedak.

"Yee lu kan sesek, nggak boleh makan nasi goreng kek gini." Akhirnya Bumi tersadar dari lamunannya.

"Mana ada hubungannya! Sesek sama makan nasi goreng! Emang ada hubungannya Ma?" Langit menoleh kepada Sara yang duduk di brankar samping kiri nya. Wanita seumuran Dokter Agam itu mengendikan kedua bahunya.

"Mama nggak tahu, coba tanya dokter Agam aja."

Langit meluruhkan tubuhnya pasrah, "Lidahku pahit banget, pingin makan asin-asin Ma. Belakangan ini cuma makan bubur aja, pantes berat badanku nggak naik-naik."

"Bumi mending kamu makan di luar aja, ga kasian sama Langit? Liat dia udah ngiler banget nih, tuh tuh liat iler nya mau netes tuh."

"Mama apaan! Aku nggak ada mau ngiler tuh, liat nggak ngiler aku?!" Dengan kesal Langit mengusap mulutnya, Sekarang selain Bumi Mama juga sedikit menyebalkan bagi Langit. Entah sejak kapan orang-orang disekitarnya tampak begitu menyebalkan baginya.

"Iya Ma! Aku keluar aja ya, kasian langit." Bumi terbirit-birit keluar sembari membawa piring nasi gorengnya. Langit mendengus dengan kesal, padahal ia hanya curhat tentang lidahnya yang terasa pahit, ya walaupun sebenarnya Langit juga pingin makan nasi goreng sih.

Setelah Bumi keluar dari ruangan hanya ada Mama dan dirinya, di sini rasanya begitu hening sekali. Sejujurnya walaupun Langit dan Mama sudah berbaikan tapi rasa takut masih hinggap di benak langit, trauma yang terdulu-dulu ternyata tidak bisa berdamai begitu saja.

"Langit .." Mama memanggil dengan lembut, lantas sedikit mengusap surai hitam legam milik Langit yang basah karena keringat.

"Sebenarnya Mama.." Sara beralih mengusap kedua bahu Langit yang tegang, Wanita itu berusaha untuk meyakinkan anaknya bahwa ia tak akan lagi memukuli atau melakukan kekerasan lainnya pada anaknya. Hanya dengan melihat Langit yang wajahnya pias dan pucat seperti sekarang saja hati Sara sudah tercubit. Dulu benar, Sara terlalu gelap mata. Tapi berubah menjadi lebih baik tak ada batasnya 'kan?

"Mama sama ayahmu mau nikah lagi, besok Lusa."

"..."

"Semua orang sudah tahu sejak satu bulan yang lalu, Bumi juga sudah tahu, bahkan teman-teman mu disini, Aska juga sudah tahu." Netra hazel Sara menatap Langit dengan teduh.

Langit terdiam, "Apa? Mama kok nggak beritahu aku?" Obsidian kelam Langit berair, meminta jawaban atas pertanyaannya kepada Sara.

"Mama takut, kamu bakalan drop lagi jika Mama beritahu. Mama dan Ayah juga sudah merencanakan untuk memberitahu mu di waktu yang tepat."

will be a chance?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang