16 : tempat ini, ruang kosong

597 48 0
                                    

"BANGUN GAK LO HEH" bumi mengguncang tubuh saudaranya yang masih meringkuk di balik selimut. dengan nyaman sekali. seperti tidak ada niatan untuk bangun sama sekali, padahal bumi sudah sibuk bersiap-siap sejak jam 12 malam tadi. pagi ini mereka harus segera berangkat, sudah ditunggu seseorang.

langit melenguh pelan, lantas menyipitkan kedua mata, "jam berapa?"

"jam 2 pagi, dasar kebo lo tidur kayak mayat aja udah dari jam 1 gue nunggu lo bangun." bumi menjawab dengan sewot, anak itu tampak tidak bisa diam sibuk memasukkan barang ini dan itu ke dalam ransel converse yang berwarna biru dongker itu.

langit duduk, menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya, lantas ia hanya diam mencoba mengumpulkan nyawa nya yang masih terpencar-pencar dari tubuhnya. sejurus kemudian ia menguap dengan keras sekali.

"CEPET BLOK!"

bumi sepertinya sangat kesal sekarang, anak itu melempari wajah saudaranya dengan bantal. memang yang paling exticed disini adalah bumi, ia tak sabar untuk bertemu dengan mama setelah sekian lamanya.

langit mendecak dengan kesal, "iya iya gue bangun. gak sabaran amat." lantas langit menggaruk-garuk punggungnya dan berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci wajah.

30 menit kemudian dua bersaudara itu sudah siap dengan setelan masing-masing. bumi dengan celana training panjang dan hoodie berwana abu serta sepatu converse hitam putih kesayangan, langit juga tidak berbeda jauh hanya hoodie nya berwarna putih dan sepatu vans putih dengan corak merah, oh iya jangan lupakan masker. langit itu suka mabuk berat jika mengendarai mobil jarak jauh.

"adem banget ya bum." langit merapatkan hoodienya ketika melangkahkan kaki keluar rumah. giginya sampai bergemelatuk saking dinginnya, entah memang udaranya yang dingin atau dirinya yang tidak tahan dingin.

bumi melemparkan jaket bomber puffer kepada langit tanpa berkata-kata, langit menangkap dengan sigap, ia memandangi jaket itu lalu beralih menatap saudaranya yang masih mengunci gerbang rumah.

"pake." bumi berucap datar, menjawab tatapan langit yang seolah bertanya 'apa?'

tanpa basa-basi lagi langit memakai jaket berwarna hitam itu, memakai hoodie saja tidak cukup baginya, udara yang sangat dingin pagi ini bisa-bisa membuatnya sesak.

"ayo berangkat sekarang saja." pak marno datang dengan membawa mobil keluaran terbaru milik sara. wanita itu sengaja memang agar anaknya tetap nyaman untuk berkendara jarak jauh.

mobil itu mulai membelah jalanan dingin di pagi hari. mereka akan berlibur ke dieng hari ini, bersama mama.

•••

pukul 9 pagi ketika mereka sampai di bukit dieng, di daratan tinggi ini terdapat fila milik keluarga mama nya yang memang sudah lama dibangun untuk liburan, melepaskan diri dari kejenuhan pekerjaan. suasana di bukit ini juga sejuk sekali banyak pohon pinus yang di tanam dan tumbuh tinggi, namun yang tidak bersahabat adalah udaranya.

jalan setapak yang mereka berdua lewati tampak lengang, hanya ada mereka yang berjalan disini, tentu saja siapa lagi yang mau berjalan disini selain keluarga yang memiliki fila ini?

"bum, ber-henti dulu." langit menghentikan langkah bumi dengan menarik hoodie bagian belakangnya lantas mulai berjongkok, anak itu tampak mengatur napasnya yang mulai tersengal.

mereka masih setengah jalan untuk naik ke bukit menuju fila, mobil tidak bisa dipakai dan harus diparkiran di bawah. jadi satu-satunya akses menuju fila yang berada di puncak itu adalah dengan berjalan kaki melewati tangga.

bumi ikut jongkok, ia memegangi bahu langit yang naik turun dengan cepat, "jangan panik lang."

langit menghela napas panjang sekali di balik maskernya, walaupun dada nya masih terasa terhimpit batu besar tapi ia tetap berdiri untuk melanjutkan perjalanan, ini belum apa apa harus kuat.

"gue oke." langit membenarkan letak maskernya.

"lanjut ya?" bumi bertanya dan dibalas anggukan mantap oleh langit.

lantas mereka berdua mulai melanjutkan berjalan dengan bumi yang berjalan lebih dahulu dan langit membuntuti di belakang seperti anak ayam.

bumi menatap ke arah sekitar, disini tidak jauh berbeda dengan pekarangan di belakang sekolah sd nya dulu, suasananya persis sekali seperti ini, bedanya ini di bukit dieng.

pemuda dengan mata chestnut brown itu sesekali menoleh ke belakang dan melihat bahwa saudaranya tampak kepayahan bahkan langit terus memegangi dadanya sesekali memukulinya.

bumi juga tidak bisa berbuat apapun, langit memang begitu suka memaksakan diri.

saat sampai di didepan fila bumi tak henti-hentinya berdecak kagum, bagaimana bisa keluarganya membangun rumah sebagus ini di pegunungan seperti ini, pasti membutuhkan biaya yang amat besar. apalagi letak fila nya terdapat sungai buatan, membuat tampak semakin indah.

 apalagi letak fila nya terdapat sungai buatan, membuat tampak semakin indah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"lo cocok kayaknya bakalan lang disini." bumi berkata, menoleh kepada langit di belakangnya yang masih tersengal-sengal.

"apa?"

"lo pasti udah pernah kesini kan lang?"

langit menggeleng, "gue juga baru pertamakali kesini."

mereka melanjutkan berjalan, hingga saat akan mengetuk pintu seorang wanita berumur 38 tahun menyambut bumi dengan ramah dan hangat.

"bumi ya ampun mama kangen banget sama kamu nak." itu sara benar sekali, wanita itu memeluk bumi dengan erat sekali melepas rindu setelah sekian tahun.

"mama, nggak pernah main ke rumah."

"mama sibuk nak haha, sekarang kamu sudah main ke sini kan? mama senang banget. yuk masuk." sara mengusak rambut bumi pelan, lantas membawakan koper yang sedari tadi di bawa bumi dan menggandeng tangan anaknya menuju rumah.

bumi kembali menoleh ke belakang, "lang? ma langit ga diajak?" netra berwarna chestnut brown itu menoleh ke arah mama yang berada di depan, dan langit yang berada di belakang bersamaan.

sara mendengus dengan malas, "sudahlah ayo kamu saja yang masuk, mama udah siapin makanan sejak pagi kamu harus coba bumi." tanpa mengulur-ulur waktu lagi sara menarik tangan bumi menuju ke dalam fila dan menutup pintunya dengan kasar seolah-olah tak memperbolehkan langit masuk.

"ya ampun ternyata bu sara nggak berubah."

suara pak marno mengagetkan langit yang masih menatap pintu yang sudah ditutup itu, lantas ia berbalik badan dan tersenyum kecut di balik maskernya, "iya pak ." langit berkata dengan suara bergetar, sudah sering sekali ia diperlakukan seperti ini oleh mamanya, tapi langit tak pernah terbiasa.

"masuk aja den ngga papa." pak marno hendak menuju pintu belakang, dibalas gelengan oleh langit.

"nggak sopan kayaknya pak, kan udah nggak diperbolehkan masuk."

pak marno menghela napas panjang, "bu sara kayaknya terlalu semangat bertemu den bumi, bukannya nggak ngebolehin den langit masuk rumah."

"aku mau jalan-jalan dulu deh pak, katanya ada air terjun di sekitar sini."

pak marno hanya menatap ketika langit mulai berjalan meninggalkan fila entah menuju kemana anak itu.

yang penting ingat jalan pulang ya, langit!

━━━━━━━━ ✧

will be a chance?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang