14 : mereka kecewa pada dirinya

648 46 0
                                    

aresh frustasi. semua perasaan bercampur memenuhi relung hatinya, ia tidak bisa mengungkapkan betapa ia hampir gila sekarang.

ketika bu wahyu, guru di sekolah bumi menelpon dirinya bahwa putranya mencoba melakukan adegan bunuh diri di depan banyak murid-murid dengan cara menjatuhkan diri dari lantai dua, saat itu aresh baru menyadari bahwa anaknya selama ini tidak pernah baik-baik saja.

"bodoh, gue lambat nyadarinya, maaf bumi." aresh terus berlari menuju ruang igd tempat anaknya di bawa.

aresh sedikit mengintip kaca kecil yang terdapat di pintu igd, di sana keadaannya sangat chaos sekali. membuatnya meluruhkan badan, aresh memijit pelipis, ya Tuhan anaknya di sana sedang kritis.

pria yang sudah berumur 37 itu benar-benar merutuki dirinya, dalam batinnya ia terus menyumpah serapahi dirinya sendiri yang tidak becus dan tidak peka dengan keadaan anaknya. ia terlalu egois, aresh sibuk untuk menyembuhkan luka nya sendiri hingga melupakan anak kecil yang membutuhkan uluran tangannya.

memori itu terputar kembali layaknya kaset rusak. memori ketika keluarga kecil itu masih berbahagia, melihat kedua anaknya yang berlarian di taman rumah mereka ketika hari beranjak sore, masa-masa itu adalah masa yang akan selalu ingin aresh ulang.

"pak? bapak siapa?"

aresh mendongak, menatap seorang dokter yang baru saja keluar dari igd dengan pakaian medis lengkap.

"dok itu di sana anak saya, bagaimana keadaannya dok? dia nggak papa kan dok? ya Tuhan saya khawatir banget sampai pingin nangis."

melihat bapak anak satu yang mengelap matanya yang mulai berkaca-kaca itu, dokter berumur 52 tahun itu memegangi bahu orang di depannya ini.

"ayo kita bicarakan saja di ruangan saya bapak."

•••

bumi dinyatakan koma karena kepalanya mengalami gegar otak akibat benturan keras. bumi juga masih dalam keadaan kritis, tubuhnya bisa drop kapan saja, sekarang anaknya itu dipindahkan ke ruang icu.

aresh sudah benar-benar tidak paham sekarang, jiwa nya terguncang hebat. anaknya yang selama ini ceria ternyata telah memendam semuanya sendirian.

pria itu mengambil gawainya yang selalu ia kantongi ke mana-mana. ia ingin meminta bantuan, dirinya tidak bisa mengatasi ini semua sendirian.

dua hari kemudian, seorang wanita tergopoh-gopoh datang dengan membawa koper menuju ruang ICU. rambutnya tampak berantakan, bajunya kusut, guratan di wajahnya juga tampak lelah.

"ARESH!"

PLAK

"lo!" wanita itu menjeda ucapannya setelah berhasil menampar orang di depannya, mencoba menetralisir amarahnya yang kian menggebu-gebu.

"keadaan bumi gimana?"

"koma 2 bulan."

"gila lo ya? gimana lo bisa nggak tahu kalo anak gue sakit hah? lo ini becus gak sih?"

"dengerin gue dulu sar,"

"GAK! GAK ADA YANG HARUS GUE DENGERIN RESH!" wanita itu meraup wajahnya dengan kesal, kesal sekali dengan aresh yang tidak pernah berubah sedari dulu.

aresh hanya diam saja, tidak ingin meladeni sara yang masih dibalut emosi.

dua menit berlalu, lengang diantara keduanya. hingga dokter yang selesai mengecek keadaan bumi keluar dari ruang icu.

"dok boleh masuk ke dalam?" aresh segera mencegah langkah dokter itu.

"untuk saat ini boleh, tapi harus dengan ketentuan medis."

akhirnya mereka berdua; aresh dan sara memasuki ruang icu tempat anak mereka di rawat.

langkah sara menginjak lantai yang terasa sangat dingin, ia memejamkan mata ketika melihat tubuh anaknya yang tersambung dengan berbagai belalai alat kedokteran.

"gara-gara lo resh." ucapan sara menghunus tajam kepada ulu hati aresh.

"iya, maaf."

"lo bapak gak becus."

"iya, gue emang gak becus."

"lo bapak gak pengertian."

"iya gue gak pengertian."

"lo bajingan."

"iya gue bajingan."

"lo kok gak berubah sih resh."

"iya gue, hah?"

suasana kembali lengang, hanya suara elektrodiagram memecah keheningan
di antara mereka. hingga kemudian suara nyaring dari alat itu kembali berbunyi, disusul dengan garis lurus yang terpampang nyata. aresh dan sara panik, tubuh bumi mengejang hebat.

"MOHON UNTUK KELUAR DULU."

kedua pasutri (udah cerai) itu tergopoh-gopoh berjalan keluar, keadaan kembali chaos di dalam ruang icu. tubuh sara melemas, wanita itu meluruh ke lantai, aresh dengan sigap memegang kedua bahu sara.

sara mendongakkan kepalanya, mencoba untuk menghalau air mata yang hendak keluar. "cobaan apa lagi ini resh, langit sekarang juga kritis."

"gue benci banget sama langit, dia mirip banget sama lo. wajahnya, caranya dia jalan, senyumnya, sifatnya semua mirip lo resh, gue benci semua hal tentang lo!"

"jadi demi nggak liat dia berkeliaran di sekitar rumah, 3 hari yang lalu dia gue kunciin di gudang." sara berkata dengan enteng, tapi kali ini ia menundukkan kepalanya.

"lo boleh benci gue sar, tapi jangan sekali-kali lampiasin amarah lo ke anak-anak, mereka nggak salah sar." aresh masih memegangi kedua bahu sara yang sekarang mulai bergetar, wanita cantik itu menangis.

"gue benci-"

tut tut tut

dering ponsel memekakkan telinga, sara segera mengambil ponsel yang ia kantongi. sebelum mengangkat telpon itu sara berdehem untuk mendatarkan suaranya.

"halo sayang kenapa?"

"kamu kemana sayang? aku ke kantormu tadi pagi nggak ada."

"oh maaf belum bilang ke kamu, aku sedang ada perjalanan bisnis, besok aku pulang ke jakarta."

"oalah kamu kok ga bilang-bilang? tau gitu aku kan bisa nganter kamu ay."

"kamu kan habis pulang dari ottawa honey pasti lelah sekarang, kamu istirahat dulu ya aku ada pertemuan sekarang."

"oke, kalau ada apa-apa jangan lupa bilang aku sweetie! semangat kerjanya!"

"iya! bye bub!"

lantas panggilan itu berakhir.

"bahkan airmata mu belum kering, udah sayang-sayangan aja sama orang." aresh menyindir, ia tak heran lagi jika sara sudah memiliki pacar setelah mereka cerai beberapa tahun lalu.

"mangkanya cari."

"gue nggak akan cari pengganti, sejujurnya hati gue udah mati sar. lo yang pertama dan lo yang terakhir."

━━━━━━━━ ✧

will be a chance?Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ