Tiga Puluh Satu

1.2K 105 102
                                    

Selesai dengan sesi makan malam, Rayline mengajak Razdan untuk berkeliling sebentar di mall tersebut. Selama mereka berjalan, Razdan mendapati banyak pasang mata yang terus memperhatikan mereka. Razdan menunduk untuk bertanya kepada Rayline yang sedang berjalan di sampingnya. "Apa memang selalu seperti ini?"

"Seperti ini gimana?"

"Diperhatikan oleh banyak orang." akhirnya Rayline mengalihkan pandangannya ke arah Razdan. Ia menelengkan kepalanya sedikit. "Kenapa? Apa kamu mulai keberatan dengan profesiku?"

Razdan menghembuskan napasnya pelan sebelum meremas pelan tangan Rayline yang berada di genggamannya. "Bukan seperti itu. Aku hanya merasa...kamu hebat. Bisa menjalani kehidupan dengan banyak orang yang melihat dan memperhatikanmu, berbicara mengenai kamu seolah mereka begitu mengenalmu meskipun kamu sama sekali nggak tahu mereka."

Rayline lalu memberikan senyum manisnya. "Itu sudah resiko dari profesi yang aku jalani, Razdan. Aku sudah tahu akan mengalami hal seperti ini saat menguatkan tekad untuk masuk ke dalam dunia entertainment. Tapi, bukankah kehidupanmu juga nggak jauh berbeda denganku?"

"Bukankah juga banyak pasang mata yang memperhatikanmu? Banyak orang juga yang membicaranku seolah tahu yang sebenarnya. Dan banyak juga yang berusaha untuk menjatuhkanmu dengan membuat cerita yang tidak-tidak tentangmu? Aku rasa, kehidupan kita nggak jauh berbeda."

Razdan menghentikan langkahnya dan membuat Rayline melakukan hal yang sama. Ia lalu menghadapkan tubuhnya ke arah Rayline. "Kamu benar. Kita sama-sama dikelilingi oleh orang-orang seperti itu."

"Tapi kamu berbeda. Kamu diharuskan untuk tetap memasang senyum ramah kepada mereka. Berbeda denganku yang bisa sesuka hati menampilkan wajah asliku dan menebas mereka tanpa memperdulikan apapun." Rayline memandang mata Razdan dengan keterdiamannya sebelum menampilkan secercah senyum manisnya. "It's fine for me, Razdan."

Sebelah alis Razdan terangkat. "Bohong kalau kamu mengatakan tidakpapa. Karena pasti ada suatu waktu dimana kamu yang merasa lelah dengan kelakuan mereka yang terkadang membuat hatimu sakit." Razdan terdiam sesaat sebelum mengajak Rayline untuk kembali berjalan menuju parkiran.

Lalu, setelah beberapa saat terlewat, dengan nada yang santai namun pasti, Razdan berkata sembari mengetatkan tautan tangannya dengan Rayline. "Tidakpapa, kamu punya aku sekarang. Silahkan menampilkan senyum ramahmu dan jika sampai ada yang berani menyakitimu, biarkan aku yang membereskannya. Biar aku saja yang mengotori tanganku untuk kamu."

-----

Kenzo sedang berjalan menelusuri kantor Sirius Agency untuk menjemput Danaya. Wanita itu hari ini memiliki jadwal pertemuan dengan sutradara dan penulis naskah yang tertarik menjadikannya sebagai salah satu pemeran di film yang akan mereka garap.

Dengan langkah santainya, Kenzo berjalan dengan diiringi siulannya yang mengikuti nada lagu dari salah satu band yang MVnya baru saja ia garap. Matanya juga berkeliling, mengitari kantor Sirius Agency yang cukup jarang ia datangi. Well, seperti biasa, penampilan dari keseluruhan gedung milik Sirius Entertainment pasti luar biasa.

Kenzo lalu menunduk sekilas untuk menyembunyikan seringai kecilnya. Tentu saja semuanya luar biasa karena sepupunya si bos besar Sirius tidak pernah suka adanya cela ketidak sempurnaan.

Pria itu sudah hendak membelokan dirinya ke arah ruangan dimana Danaya berada ketika telinganya menangkap sebuah teriakan tertahan yang berasal dari salah satu meeting room yang pintunya tertutup. Apakah sedang ada casting?

Kenzo sudah berniat untuk tidak menghiraukannya, namun suara teriakan itu kembali terdengar diikuti oleh suara benda yang dilempar. Ok, sepertinya memang ada yang tidak beres. Kenzo langsung melangkahkan kakinya ke arah pintu yang berada di sudut lorong. Masa bodoh dengan dirinya yang akan diterpa malu jika memang benar ada casting di dalam ruangan itu.

Pipe DreamHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin