Sembilan

1.4K 115 8
                                    

Wajah Razdan yang semula serius langsung berubah cerah ketika menyambut Rayline yang baru saja memasuki ruangannya. Pria itu langsung meletakkan berkas yang sedang dipegangnya dan beralih berpangku tangan dengan mata yang tak lepas dari wanita di hadapannya.

Ray yang mendapatkan perlakuan seperti itu dari kekasihnya kini jadi salah tingkah. Ia berjalan mendekat dan berhenti ketika dirinya sudah sampai di depan meja pria itu. "Apa aku secantik itu? Sampai ngebuat kamu terpesona seperti sekarang?" akhirnya Ray memutuskan untuk menggoda Razdan.

Razdan tersenyum sebelum kemudian bangkit berdiri dan menghampiri Rayline. Tanpa kata pria itu menarik Ray ke dalam pelukannya. "Ya. Pacar aku secantik itu."

Ray yang berada di dalam pelukan kekasihnya menunduk dan menempelkan sebelah pipinya di dada pria itu. Mereka berdua sama-sama terdiam seolah meresapi kedekatan yang ada untuk menghapus rasa rindu yang telah menumpuk.

Razdan lalu melerai pelukan mereka untuk melihat keseluruhan wajah Rayline. Keningnya lalu mengerut tatkala memperhatikan kedua mata wanita itu. "Kamu habis nangis?"

Tentu saja Rayline sedikit terkejut ketika Razdan mengetahui hal itu. Tadi, dia hanya menangis sebentar dan dia sudah mengecek penampilannya tadi saat di dalam lift. Tidak mungkin kan, dia memberitahukan perihal kejadian tadi kepada Razdan?

Kepala wanita itu lalu menggeleng. "Enggak. Mungkin karena aku tadi banyak nguap makanya mataku jadi berair." pandangan Razdan menyipit. "Apa setelah aku selesai telpon, kamu nggak langsung tidur?"

"Aku langsung tidur kok." sahut Ray langsung. Razdan melepaskan pelukannya dan masih dengan tatapan curiga, ia berucap kembali. "Waktu tidurmu cukup kalau begitu. Terus, apa yang buat kamu ngantuk sampai banyak nguap?"

Ray mengedikan kedua bahunya. "Entah. Mungkin aku cuma lagi kurang fit aja."

Razdan tahu kalau Ray sedang berbohong. Wanita itu habis menangis dan ia pasti akan mencari tahu alasannya.

"Apa aku nggak ganggu kamu?" tanya Ray dengan matanya yang melirik ke arah meja Razdan. Meja itu kini terisi beberapa tumpukan berkas, belum lagi layar komputer yang menampilkan data grafik.

"Lebih baik kamu dateng sih, dari pada enggak." jawaban Razdan membuat sebelah alis Rayline terangkat. "Maksudnya?"

Razdan menyeringai singkat sebelum menunduk dan berbisik, "Kalau kangennya belum ilang, konsentrasiku nggak bisa bagus, Ray." ucapan pria itu langsung membuat Ray memukul lengannya. "Nggak usah gombal. Udah sana kerja dulu." setelah mengatakan itu, Ray pun langsung membalikan tubuhnya dan mendudukan diri di sofa yang ada di ruangan itu.

Wajah Razdan kini terhias dengan sebuah senyum geli. Lalu, setelah memastikan Ray sudah nyaman dengan posisinya, ia pun kembali mendudukan dirinya di kursi. "Tadi aku sudah pesankan makan siang. Sembari tunggu datang, aku selesaikan ini dulu ya."

Pandangan Rayline kembali berlabuh pada kekasihnya. Ia kemudian mengangguk dan berkata, "Anggap saja aku nggak ada, Razdan. Aku juga mau menghafal naskah."

"Ok."

Keheningan yang tercipta karena kesibukan masing-masing itu akhirnya hancur saat pintu ruangan Razdan tiba-tiba saja terbuka dan menampilkan sesosok orang yang membuat Razdan mengurut kening.

Wajah Keanu terlihat panik saat dirinya tidak bisa mencegah masuknya si tamu. "Mohon maaf, Sir, saya su-"

"Tidakpapa, Keanu. Sudah kamu keluar saja." potong Razdan langsung yang membuat Keanu menghela napas lega. Pria itu pun bergerak cepat meninggalkan ruangan sang bos.

"Ada urusan apa?" tanya Razdan dengan nada kesal. Pria itu lalu bangkit berdiri dan berjalan ke arah Rayline.

"Pantas saja, Keanu berusaha keras sekali untuk mencegahku masuk, ternyata kau sedang menyembunyikan wanita cantik ini." Kenzo - sepupu Razdan kini berdiri dengan senyum jahil yang ditampakannya.

Pipe DreamWhere stories live. Discover now