Part 9

135 5 0
                                    

•••••

Happy Reading

•••••

Alex mengerjapkan matanya mendengar nada dering dari ponselnya.

Saat dilihat waktu menunjukan pukul setengah dua malam.

Orang gila mana yang menelfon dini hari, rasanya ia ingin mengumpat. Tapi saat melihat si penelpon ia berdecak geram.

Tanpa basa-basi ia angkat panggilan itu.

"Dia dalam pengawasan Mark, berhenti menggangguku" Ucap Alex dingin tanpa basa-basi lalu hendak mengakhiri panggilan tersebut namun di seberang sana cepat menyahut.

"Tidak perlu membuatnya datang padaku, dia sudah disini"

Alex mengerjapkan matanya lagi untuk menghilangkan kantuk. Ia pasti salah dengar.

"Kau tidak memiliki cara selain memaksanya huh?" Alex menatap datar langit-langit atapnya lalu menghela nafas.

Sedangkan disebrang sana terkekeh senang.

"Dia milikku sejak awal, tidak masalah jika memaksanya"

Mata Alex berkilat tak suka, "Dasar pengecut" Desisnya.

"Berkacalah, kau lebih pengecut di banding aku. Kenapa kau terus menunda perceraian kalian di pengadilan? Kau membuat kesabaran ku habis"

"Aku bahkan tak memikirkannya sedikitpun, untuk apa menahannya. Ada sesuatu yang harus ku urus. Berhenti mengacaukanya". Kata Alex geram.

"Satu bulan, lebih dari itu kau tahu apa yang akan kulakukan"

"Trik mu sudah tidak mempan lagi karena Ruth tengah mengandung anakku. Ia tak bisa pergi lagi dariku" Tukas Ales tajam.

"Sebenarnya aku tidak peduli sama sekali, tapi itu bagus untuk membuat Irina jauh darimu"

Tanpa sadar Alex menggenggam ponselnya erat lalu mematikan sambung telepon.

"Sial!" umpatnya.

Tidak memikirkan barang sedetik?!

Ia bahkan berhenti memikirkan Irina setelah pukul satu malam tadi.

Hanya dengan melihat bunga kesukaan gadis itu di ruang tamu, ia jadi teringat saat dirinya bermimpi erotis dengan Irina.

Alasana menunda perceraian itu karena ia tak ingin disalahkan oleh semua pihak karena bercerai dengan Irina setelah dua atau tiga tahun hidup bersama, entahlah ia lupa.

Maka itulah ia membuat rencana seolah Irina yang menginginkan perceraian ini agar mom tidak akan menyalahkan dirinya terus nanti.

Sebulan lalu saat Ia melihat surat perceraian yang sudah di tanda tangani Irina di ruang kerjanya.

Rasanya seperti.. Entahlah ia juga bingung. Perasaan senang, lega, sedih, marah, gelisah dan takut berbaur menjadi satu.

Tapi tanpa kata ia pun menanda tangani surat ini dan langsung menaruh dokumen itu sejauh mungkin dari pandangan nya.

Sejak itu ia tak lagi pulang ke mansion dan memutuskan tinggal di apartemen lamanya.

Namun hari ini cukup lelah dan terpaksa tidur di mansion. Para pelayan sangat senang melayani dirinya atau mungkin takut kehilangan pekerjaan karena kedua pemilik seperti di telan bumi.

Tapi ternyata hal ini sebuah kesalahan, dengan kembali ke mansion kenangan bersama Irina menyerbu masuk dalam fikirannya tanpa seizinnya.

Ia benci sekali situasi ini.

Last KissWhere stories live. Discover now