Relasi Rasa 18

1.3K 79 0
                                    

السلام عليكم

•••

"Gus kok tau kalo ini saya?" Tanya Ustadzah Liana dengan kepalanya yang tertoleh kebelakang.

Gus Haqi mengedikan bahunya sembari melemparkan senyuman teduhnya ke arah Ustadzah Liana.

"Ngga semua yang ninggalin duluan itu penjahatnya, terlalu banyak luka yang diterima juga dapat membuat seseorang menyerah dan pergi dengan rasa bersalah."

Ustadzah Liana menghela napasnya panjang lalu berkata, "iya benar Gus."

"Allah tau apa yang sedang bergemuruh di dalam hatimu, Allah tau apa yang sedang kamu rasakan sekarang, Allah tau apa saja yang tengah mengganggu pikiran mu tapi, Allah lebih tau bahwa kamu akan mampu dan kuat menjalani semuanya, Allah juga lebih tau bahwa akan ada waktu paling tepat dimana semua perjuangan mu serta kesabaran mu akan berbuah manis." Ucap Gus Haqi lagi setelah itu bangkit dari duduknya dan melangkah mendekat ke arah Ustadzah Liana.

"Gus." Panggil Ustadzah Liana mendongak kala mengetahui Gus Haqi berada di depannya dengan jarak yang lumayan jauh.

"Hujan tidak pernah tau dia jatuh untuk mambasahi siapa, tapi air mata tau untuk siapa dia jatuh."

"Ini alasannya gunain cadar hm? Supaya air matamu yang terjatuh itu tidak terlihat orang lain?" Sambung Gus Haqi.

"Hah? Enggak kok Gus." Elak Ustadzah Liana sembari mengelap pelupuk matanya yang berlinang, lantas ia menatap ke segala arah agar tidak bersitatap dengan Gus Haqi.

"Kamu boleh membohongi orang lain dengan sikapmu tapi kamu tidak bisa membohongi saya ustadzah, bahwa kamu itu sedang rapuh."

"Apasih Gus saya nggak lagi nangis, siapa juga yang rapuh saya kuat, saya baik-baik saja."

"Ini dia ketika mulut yang berkhianat pada hati, mulutmu berkata baik-baik saja tapi tidak dengan hati kamu."

"Nih pakai, hapus air matanya." Ucap Gus Haqi menyodorkan sebuah sapu tangan miliknya.

"Ngga usah Gus saya elap pake cadar atau jilbab saya aja."

"Nanti ingusnya terjun lho malahan nanti bikin cadar sama jilbabnya kotor."

"GUS HAQI SAYA NANGISNYA GADA INGUSNYA TAU!" Pekik Ustadzah Liana tertahan.

Gus Haqi yang mendengar itu lantas tertawa renyah, di tambah dengan sorot mata ustadzah Liana yang sedang menatap tajam dirinya bukannya membuat takut di mata Gus Haqi malah terlihat sangat lucu hingga lagi dan lagi Gus Haqi menyemburkan tawanya.

"Saya lagi nggak nglawak lho Gus kenapa malah ketawa sih." Dumel ustadzah Liana memandang aneh, Gus Haqi mengakhiri tawanya lalu menatap sebentar Ustadzah Liana sebelum mengalihkan pandangannya kembali.

"Sudah pakai saja." Mau tidak mau akhirnya Ustadzah Liana mengambil sapu tangan milik Gus Haqi namun hanya di ambil dan di pandang.

"Tenang itu bersih kok ustadzah." Ucap Gus Haqi seakan-akan tau apa yang di pikirkan Ustdzah Liana.

"Bukan itu Gus." Jawab Ustadzah Liana membuat Gus Haqi menaikkan satu alisnya bingung.

"Lalu?"

"Ini pasti sapu tangan mahal udah terlihat dari bahan dan motifnya, saya sungkan kalo saya yang pake Gus, saya kembalikan aja ya Gus." Ustadzah Liana yang ingin meyodorkan kembali sapu tangannya tapi urung kala mendengar perkataan Gus Haqi.

"Pakai saja nggak apa-apa, itu bukan sapu tangan mahal saya beli sepuluh ribu di pasar, waktu bersama Umma." Ustadzah Liana hanya mengangguk-anggukan kepala pelan pertanda mengerti.

RELASI RASA [END]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora