Doa Yang Terkabul

Zacznij od początku
                                    

"Apa saja Kak yang penting berkuah." Pintaku sebelum pergi menuju tempat yang diperuntukan untuk ibu menyusui.

Setelah menyusui Maryam aku pun kembali menghampiri Kak Arkhan. Kak Arkhan langsung mengambil alih Maryam dari pangkuanku dan menyuruhku untuk segera makan.

"Kakak duluan saja yang makan." Ucapku saat melihat kalau ia belum memakan makananny namun Kak Arkhan tidak menggubrisnya, ia tetap memangku Maryam sambil memainkan jari-jari mungil Maryam.


"Mau pesan yang lain?" Tanya Kak Arkhan saat aku sudah menghabiskan makananku.

"Tidak kak sudah kenyang. Sini Maryamnya, sekarang kakak yang makan."

Kak Arkhan menurut ia menghabiskan makannya dengan cepat.

Sepanjang perjalanan pulang aku jatuh tertidur, begitupun dengan Maryam. Kak Arkhan baru membangunkan kami saat mobilnya telah berhenti tepat di depan gerbang rumah.

"Biar Maryam aku yang gendong." Ucapnya setelah membukakan pintu mobil untukku.

Aku mengagguk. Dengan kesadaran yang belum terkumpul sepenuhnya aku turun dari mobil, aku hampir saja jatuh tersungkur saat tiba-tiba kakiku malah menginjak gamisku sendiri untung saja Kak Arkhan dengan cepat memegang tanganku.

"Hati-hati." Ucapnya lembut.

Aku mengagguk patuh. Aku langsung mendudukkan tubuhku di sofa saat telah sampai di dalam rumah sedangkan Kak Arkhan langsung membawa Maryam ke kamar untuk ditidurkan.

"Tidurlah di kamar." Ucap Kak Arkhan kepadaku yang hampir saja kembali tertidur di sofa.

"Iya," jawabku sambil beranjak dari atas sofa dan lagi-lagi gamisku terinjak oleh kakiku sendiri dan aku hampir kembali terjatuh namun dengan cekatan Kak Arkhan menahan tubuhku, tepatnya ia memelukku, jarak wajah kami menjadi sangat dekat, saking dekatnya sehingga aku dapat merasakan hembusan napas Kak Arkhan menerpa permukaan wajahku.

Jantungku berpacu dengan sangat cepat, kedua tanganku terkepal kuat dan mataku sontak kupejamkan saat Kak Arkhan semakin menghapus jarak yang tercipta.

Apa yang akan Kak Arkhan lakukan?

Apa Kak Arkhan akan menciumku?

Satu

Dua

Tiga

Aku menghitung dalam hati, namun tidak ada yang terjadi.

"Berdiri yang benar." Ucap Kak Arkhan melepaskan pelukkannya.

Aku langsung kembali membuka mataku, wajahku terasa panas. "Iya."

"Sepertinya mulai hari ini kita harus menjaga jarak."

"Apa?" Menjaga jarak? Apa dia berniat membatalkan pernikahan?

"Aku takut tak dapat mengkontrol diriku. Kita belum kembali terikat pernikahan." Ucap Kak Arkhan. "Jadi bila kamu perlu ditemani ke suatu tempat untuk membeli sesuatu biar Bunda atau Arsy yang menemanimu."

Aku mengangguk. Memang akan lebih baik seperti itu, terkadang aku pun lupa kalau aku dan Kak Arkhan belum kembali terikat pernikahan jadi tentu akan sangat berdosa kalau kami melakukan hal-hal yang tidak diperbolehkan oleh agama.

***

Kak Arkhan dan aku benar-benar menjaga jarak, kami baru bertemu kembali saat akan pergi menuju Gili Trawangan untuk melangsungkan akad nikah.

Kenapa kami melangsungkan pernikahan disana? Karena itu adalah salah satu mimpi terbesarku. Menikah di pulau tempat aku dilahirkan. Tempat dimana aku menghabiskan banyak waktu indah bersama kedua orangtuaku dan tentunya Kak Arkhan. Ya, Pulau Gili Trawangan adalah pulau di mana aku dan Kak Arkhan melewati masa kecil bersama.

Tepat pukul delapan malam kami telah sampai di Gili Trawangan. Semua persiapan untuk hari esok sudah siap. Pandanganku tertuju pada meja akad yang sudah dihias dengan begitu cantik. Kursi-kursi yang diperuntukan untuk para keluarga yang akan hadir di acara akad pun sudah tersusun dengan rapi, ratusan atau mungkin ribuan bunga lily yang sudah menghiasi tempat akad pun membuat semuanya terlihat semakin indah.

Mataku terasa memanas saat tiba-tiba wajah Mama dan Papa terbayang di pelupuk mataku. Mereka tersenyum bahagia.

Akhirnya apa yang ku mimpikan bisa menjadi sebuah kenyataan. Kalimat itu seakan diucapkan oleh keduanya.

"Kenapa?" Tanya Kak Arkhan yang berdiri di sampingku.

Tanganku menyeka air mata yang secara tak kusadari ternyata sudah membasahi pipiku. "Terimakasih telah mewujudkan mimpiku." Air mata yang turun dari mataku malah semakin deras.

"Kenapa menangis?" Kak Arkhan terlihat khawatir.

"A..aku sungguh ba..bahagia," ucapku tersendat-sendat karena tangisan yang sama sekali tak mampu aku kontrol.

Ini sebuah tangisan kebahagian, bukan tangisan kesedihan.

Kak Arkhan menatapku dengan tatapan lembut."Maafkan aku baru bisa mewujudkannya sekarang harusnya dari dulu aku melakukan semua ini." Tangannya mengambil tisu yang ada di atas meja akad, dengan penuh hati-hati ia menyeka air mata yang sudah kembali membasahi pipiku.

Aku menggeleng. "Allah maha tahu mana waktu terbaik untuk mengabulkan segala keinginan hamba-Nya."

Kak Arkhan tersenyum. "Ya Allah maha tahu akan hal itu dan Allah Maha baik karena telah kembali mengijinkanku untuk meminangmu."

T B C

Padalarang, 28 Dzulhijjah 1444H












Senja Bersama Arkhana | ENDOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz