Hari Lamaran

5K 1K 150
                                    

Hari demi hari berlalu dan kini telah tiba waktunya dimana Kak Arkhan akan melamar Namira secara resmi. Semua keluarga dan kerabat dekat diundang termasuk keluargaku tapi Mama dan Papa memilih untuk tidak datang dengan alasan keduanya akan menghadiri acara pernikahan keluarga di Jogja, padahal keduanya memutuskan untuk tidak datang karena keduanya tidak mau melihatku bersedih dan Mama Papapun memintaku untuk tidak hadir di acara lamaran Kak Arkhan, namun aku menolaknya. Aku tetap akan hadir di acara tersebut meskipun aku tahu acara tersebut pasti akan menyakitiku, aku belum menyerah, aku tetap akan memperjuangkan cintaku pada Kak Arkhan. Bila akad telah tergelar baru aku akan berusaha untuk dapat mengikhlaskannya.

Hari ini aku memakai gamis berwarna putih yang indah, seminggu yang lalu aku sengaja menjahitnya di tukang jahit langganan Mama.

"Neng Jasmine mau lamaran?" Itulah yang ditanyakan Mamang tukang jahit saat aku memberikan bahan kain yang diperlukan beserta model gamis yang kuinginkan.

"Bukan Mang."

"Kirain buat lamaran. Bahanya bagus banget modelnya juga cantik." Ya, gamis itu memang cantik dan kini aku mengenakannya. Sangat indah, andai kini aku yang bertunangan pastinya hari ini akan menjadi hari yang sangat membahagiakan bagiku.

Tok.. Tok...

Bergegas aku membuka pintu. Kak Oriana sudah berdiri di depan pintu kamarku.

"Masya Allah ada bidadari surga." Pujinya berlebihan.

"Ih Kakak lebay deh," gerutuku saat ia terus-terusan memujiku.

"Orang beneran kamu cantik banget. Kalau nggak percaya tanya Orion. Ion, Jasmine cantik bangetkan?"

Kak Orion mengangguk sambil menunjukkan kedua ibu jarinya padaku.

"Udah mantap yah pake kerudung terus?" Dengan penuh kasih sayang Kak Oriana membelai pucuk kepalaku yang tertutup kerudung berwarna putih.

"Insya Allah, Kak." Ya, setelah acara pengajian di rumah Kak Arkhan aku memutuskan untuk tetap mengenakan kerudung tapi bukan kerudung lebar seperti Arsy. Kerudung yang kugunakan hanya sebatas menutupi dada, tidak sampai pinggang. Hal ini kulakukan demi Mama, untuk pertama kalinya dalam hidupku Mama meneteskan air mata, Mama memintaku untuk tetap menggunakan kerudung. Dan akupun langsung menuruti keinginan Mama. Karena ketika Mama telah meneteskan air mata itu berarti tanda bahwa apa yang Mama minta adalah sesuatu hal yang sangat Mama inginkan jadi tidak ada alasan bagiku untuk menolaknya.

***

Kami sampai di rumah Kak Arkhan tepat pukul delapan pagi, seperti biasa Bunda Aliandra langsung memelukku dengan sangat erat.

"Maaf yah Bunda Mama sama Papa nggak bisa ikut hadir."

"Tidak apa-apa." Bunda Aliandra merangkul bahuku. "Bunda sangat senang karena kamu sudah mau hadir."

"Wah calon manten ganteng banget." Kak Orion berseru kencang saat Kak Arkhan baru keluar dari kamarnya dan benar apa yang dikatakan Kak Orion, Kak Arkhan sangat tampan. Ia menggunakan kemeja batik lengan panjang berwarna biru dan celana bahan berwarna hitam.

Setelah semuanya datang barulah kami pergi ke rumah Namira, ternyata Namira orang kaya itu terlihat dari rumahnya yang sangat besar lebih besar daripada rumahku.

Keluarga dan kerabat dari pihak Kak Arkhan disambut dengan ramah oleh keluarga besar Namira. Sesekali aku melirik ke arah Kak Arkhan yang tengah menanti kedatangan Namira yang belum kunjung terlihat batang hidungnya. Dan tak lama yang dinantipun keluar Namira menggunakan gamis berwarna biru, serasi dengan warna kemeja batik yang Kak Arkhan gunakan. Senyum Kak Arkhan langsung terbit dan pancaran cinta terlihat jelas dari cara Kak Arkhan menatap Namira. Tanpa dapat dikendalikan hatiku terasa begitu sakit. Sebesar apapun perjuanganku tetap saja tidak membuahkan hasil. Gamis warna putihku sama sekali tidak dapat menarik perhatian Kak Arkhan.

Beberapa rangkaian acarapun mulai tergelar, hingga akhirnya tiba dimana waktu pemasangan cincin. Aku tidak sanggup untuk melihatnya, meskipun kakiku terasa begitu lemas aku berusaha untuk tetap beranjak dari dudukku. Dan saat aku sudah berada jauh dari kerumunan orang banyak tangisku pecah. Aku menangis tersedu-sedu sambil memukuli dadaku yang terasa begitu sesak.

Sangat menyakitkan... Masihkah ada kesempatan bagiku untuk dapat meraih cintanya?

Sebisa mungkin aku berusaha untuk meredakan tangisku saat ponselku berdering. Mama, kontak itulah yang muncul di layar ponselku.

"Mama... Mama.. Hiks.. " Isakku. Andai aku menurutu keinginan Mama mungkin tidak akan sesakit ini.

"Maaf dengan Mbak Jasmine?"

Kebingungan seketika menyergap hatiku. "Iya.. " Meskipun bingung aku tetap menjawabnya.

"Mbak aku Andri, Mbak masih ingat aku kan?"

"Andri?" Butuh beberapa waktu untuk mengingatnya. Hingga akhirnya aku mengingatnya, "Iya.. Aku ingat. Andri putranya Om Herman." Om Herman adalah salah satu kerabat Papa yang tinggal di Kalimantan.

"Alhamdulillah Mbak masih ingat. Mbak saya ingin menyampaikan sesuatu." Andri berucap pelan. Dan entah kenapa seketika hatiku terasa tidak tenang.

"Menyampaikan apa?"

"Om Radit dan Tante Lily mengalami kecelakaan." Ucapnya dengan nada sedih.

"Apa? " Seketika rasa takut meliputi hatiku. "Bagaimana keadaan Mama dan Papa sekarang?" Tanyaku cepat.

Andri tidak langsung menjawab pertanyaanku. Hal itu tentu membuatku semakin risau.

"Jasmine," Aku menoleh ke belakang saat mendengar panggilan dari Bunda Aliandra.

"Iya.. Bunda, maaf Jasmine keluar dari ruangan... A.. Ada telepon."

Bunda Aliandra tidak mengatakan apa-apa, ia malah langsung memelukku sambil menangis tersedu-sedu.

"Bunda.. Kenapa Bunda nangis?"

"Maafkan Bunda... Jasmine. Ya Allah Bunda tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi.. "

Ayah Alka pun datang menghampiriku, matanya terlihat begitu merah. Seperti orang yang tengah menahan tangis. Tangannya membelai pucuk kepalaku dengan sangat lembut dan akhirnya sebuah kenyataan yang menyakitkanpun terungkap.

Mama dan Papa telah pergi. Pergi untuk selama-lamanya.

***

20 Rabiul Akhir 1443H

Hingga detik ini hal apa yang paling menyakiti hatimu?

Senja Bersama Arkhana | ENDWhere stories live. Discover now