Hamil

911 62 0
                                    

"Mbak Amira sakit?" Gumam Rania ketika melihat statusnya Nindi. Rama di sebelahnya langsung menoleh.

"Siapa Dek?" Tanyanya.

"Ini Mas, Mbak Amira sakit." Rania menunjukkan postingannya Nindi.

"Sakit apa dia?" Gumam Rama bertanya-tanya.

Rania mengangkat kedua bahunya. "Aku juga nggak tahu." Jawabnya.

"Kita jenguk yuk Mas. Penasaran aku sama sakitnya Mbak Amira. Sampai harus dirawat di Puskesmas segala." Ajak Rania.

Rama masih menimbang ajakan Rania.

"Ayo lah Mas. Jangan kebanyakan mikir. Mas Rama juga penasaran kan dengan keadaan Mbak Amira. Ya, Mas kita ke sana?" Rania mengguncang lengan kakaknya.

"Ya sudah ayo." Angguk Rama. Rania tentu senang.

"Tungguin ya Mas. Aku ganti baju dulu. Nggak lama kok." Rania berlari ke kamarnya agar Rama tidak lama menunggu.

Rama sendiri pergi ke kamar mengambil kunci motor sambil memakai jaket.

"Ayo Mas." Rania langsung menggandeng lengan Rama saat kakaknya itu menunggunya di ruang tamu.

"Kalian mau ke mana?" Tanya Pak Samsul.

"Mau ke puskesmas Yah. Jenguk Mbak Amira. Kami pergi dulu ya Yah. Assalamu'alaikum." Pamit Rania sambil mencium tangan ayahnya.

"Wa'alaikumsalam." Pak Samsul menatap kepergian kedua anaknya. Ia tahu jika anak sulungnya itu masih belum bisa melupakan Amira. Apa mungkin ia harus menyetujui permintaan Rama sebelumnya, agar putranya itu bisa bersama Amira dalam biduk rumah tangga.

                                        🍁

Sebelum ke Puskesmas. Rama dan Nindi mampir sebentar membeli buah-buahan.

"Beli apa ya Mas enaknya?" Rania memindai macam-macam buah yang akan ia bawa untuk Amira.

"Setahu Mas. Amira sukanya anggur merah dan buah jeruk. Kita beli itu saja." Rama membuka dompetnya. Lalu memberi Rania uang satu lembar berwarna merah.

Rania menyenggol lengan kakaknya dengan mengulum senyum. "Kakakku tahu banget, apa aja kesukaan Mbak Amira." Godanya genit.

"Tahu lah, bahkan makanan kesukaannya juga sangat tahu." Jawab Rama dengan memasukkan kedua tangan di saku celana.

"Oh ya? Apa emang?" Tanya Rania cepat.

"Rahasia." Bisik Rama di telinga adiknya.

"Ih, nggak asyik Mas Rama." Kesal Rania sambil mendorong tubuh jangkung itu.

Rama tersenyum tipis. Senang telah berhasil membuat adiknya kesal. Jika di pikir-pikir dirinya memang konyol. Bisa tahu semua kesukaan gadis yang hampir ia lupakan. Benarkah ia benar-benar melupakan Amira?

"Mas, ayo? Malah bengong." Tangan kanan Rania menenteng satu kantong kresek.

"Sudah?" Tanya Rama.

"Udah lah, nih lihat?"

Rama mengacak-ngacak kepala adiknya. "Udah jangan cemberut gitu. Nanti cantiknya ilang."

"Pinter banget gombalnya." Cibir Rania saat naik di jok.

Rama terdiam. Cibiran Rania mengingatkan akan Amira yang sering kali kesal jika ia gombali. Jadi kangen dengan wajah juteknya gadis itu. Belum lagi muka garangnya yang selalu membuatnya gemas.

Begitu memakirkan motornya dan Rania telah turun. Rama berpapasan dengan Angga.

"Lho kamu, Ram. Mau jenguk Amira juga?" Tanya Angga.

Jin Nasab (Warisan sang leluhur)Where stories live. Discover now