Laki-laki misterius

877 63 0
                                    

"Rania mana Yah, dari tadi nggak kelihatan?" Tanya Rama. Sepulang kerja sampai ia selesai mandi, adiknya itu tidak kelihatan batang hidungnya.

"Adikmu pergi ke rumahnya Amira." Jawab Pak Samsul. Duduk di sofa sambil membaca koran.

"Tumben jam segini ke sana." Rama mendudukkan dirinya di samping ayahnya.

"Amira sakit." Jawab Pak Samsul singkat.

"Sakit!" Rama terhenyak.

"Hmm." Pria paruh baya itu menyahut dengan enggan.

Rama mempercepat langkahnya pergi ke kamar mengambil ponsel. Setelah itu ia menghubungi adiknya.

"Ya Mas, ada apa?" Tanya Rania setelah mengucap salam.

"Mas dengar, Mbak Amira sakit ya dek. Sakit apa dia?"

"Iya sakit tipes. Mas tahu dari mana?"

"Dari Ayah. Sekarang gimana keadaannya. Udah mendingan kan?"

"Ya, lumayan sih. Meski masih lemes badannya."

Terdengar obrolan dua gadis dibalik sambungan itu. Rama mengernyitkan kening. Mereka membahas nama laki-laki lain yang membuatnya penasaran.

"Dek, selain kamu di situ. Ada siapa lagi?" Mendadak ia ingin tahu.

"Ada temannya Mbak Amira Mas. Kenapa?"

"Nggak apa-apa." Obrolan dua gadis itu terlihat mengasyikkan di pendengarannya. Bahkan suara Rania yang memanggilnya tidak ia hiraukan.

"Hallo.. Mas. Mas masih di situ kan. Hallo.."

Rama tersentak. "Eh, iya. Mas masih dengar suara kamu."

"Kalau nggak ada yang ditanya lagi. Aku mati'in ya Mas."

Rama menghembus nafas kasar. Sambungannya telah mati. Padahal ia masih ingin mendengar obrolan Amira dan temannya tadi. Siapa laki-laki yang dibahas oleh gadis itu. Ia sangat cemburu.

Rama menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Menutup matanya dengan lengan.

"Rama." Pak Samsul masuk ke kamar anak sulungnya itu.

"Iya, Yah?" Rama bangkit dari berbaringnya.

"Besok malam kamu ikut Ayah pergi."

"Ke mana?" Tanya Rama.

"Ke rumahnya teman Ayah. Ayah mau mengenalkan kamu sama anak temannya Ayah."

"Maaf Yah. Rama menolak." Yang benar saja. Ia masih mengharapkan Amira, dan akan memperjuangkan gadis itu sampai bersedia menjadi miliknya.

"Tidak ada bantahan. Kamu harus ikut!" Putus Pak Samsul.

Rama mengusap wajahnya kasar. Kebencian Pak Samsul kepada Amira sudah tidak bisa ditolelir lagi. Harus dengan cara apa ia membujuk ayahnya itu.

                                     ***
Rania meletakkan ponselnya. Remaja itu kembali bergabung dengan Amira dan Nindi.

"Siapa Ran yang nelpon kamu?" Tanya Amira.

"Mas Rama, Mbak. Nanya keadaan Mbak."

Nindi mengerutkan kening.

"Siapa Rama?" Tanyanya menatap Amira dan Rania bergantian.

"Kakak aku. Sekaligus orang yang menyukai Mbak Amira." Jawab Rania jujur.

Amira mendaratkan tangannya di pinggang Rania.

"Aduh, sakit Mbak." Rania menggosok-gosok pinggangnya. Meski dalam keadaan sakit tapi cubitan Amira cukup sakit juga.

"Waaw... benarkah itu?" Nindi menggoda Amira dengan kerlingan mata.

Jin Nasab (Warisan sang leluhur)Where stories live. Discover now