Mimpi buruk

887 68 0
                                    

Rama mengantarkan Amira sampai ke rumahnya. Di teras, Pak Hadi dan Bu Halimah terlihat berbincang. Mereka menautkan kedua alisnya, putrinya dibonceng Rama.

"Assalamu'alaikum paman, bibi." Rama mencium tangan Pak Hadi dan Bu Halimah.

"Wa'alaikumsalam. Kok bisa bareng pulangnya?" Tanya Bu Halimah heran.

Kemudian menyuruh Rama dan Aldo duduk.

"Tadi saya nggak sengaja lihat Amira berhenti di tengah jalan, Bi. Nggak tahunya motornya mogok." Jawab Rama.

"Padahal baru kemarin di servis, bisa-bisanya mogok lagi." Sahut Pak Hadi. Rama dan Aldo saling pandang.

"Lha, ini kenapa putri ibu kok sembab gini matanya. Kamu habis nangis Nak?" Bu Halimah memperhatikan wajah Amira yang tertunduk. Amira dan Pak Hadi masih saling diam terkait pertengkaran kemarin.

Rama berdehem sebentar sebelum bicara sambil memandang Amira yang masih diam.

"Begini Bi, motor Amira mogok tepat di depan kuburan yang terkenal angker itu. Dan kenapa Amira nangis, katanya tadi dia diganggu sama makhluk halus di sana." Jelas Rama.

"Ya Allah anakku.." Bu Halimah langsung memeluk tubuh Amira. Tidak bisa ia bayangkan jika ia berada di posisi putrinya. Membayangkan saja sudah bergidik tubuhnya, apalagi jika betulan.

"D-dia m-mau mencekik ku, Bu." Amira menangis lagi. "U-untung R-Rama datang." Lanjutnya.

Pak Hadi menatap Rama meminta penjelasan. Rama langsung mengangguk meski ia tidak melihat sendiri. Karena dari perkataan orang-orang yang ia dengar, penunggu di tempat itu memang sangat jail dan kerap sekali membuat orang yang melintas di situ mengalami ketakutan.

"Terima kasih Rama, kamu sudah menolong putri Paman. Meski Amira sudah buat kamu sakit hati." Kalimat itu seolah menyadarkan Amira agar putrinya itu tahu betapa baiknya Rama.

"Sama-sama Paman." Jawab Rama tersenyum. Amira semakin menunduk.

"Jangan pulang dulu. Kita ngopi-ngopi sebentar. Tidak masalah kan?" Tanya Pak Hadi, juga menatap Aldo.

"Tidak masalah Paman." Jawab Rama dan Aldo.

"Ajak Amira masuk Bu. Biar ganti pakaian sekalian." Ucap Pak Hadi.

Tubuh Amira masih bergetar saat dituntun Bu Halimah masuk ke dalam. Rupanya kejadian tadi membuatnya sangat syok tidak seperti kejadian sebelum-sebelumnya.

"Apa kamu masih mengharapkan Amira, Nak?" Tanya Pak Hadi dengan pandangan ke depan.

Rama tersenyum simpul sambil menunduk kemudian mengangkat kepalanya.

"Jujur saja saya masih mengharapkan Amira, Paman. Tapi ayah sudah tidak berkeinginan lagi."

Setelah pulang dari rumahnya Amira. Pak Samsul sangat marah. Kepribadian Amira sangat tidak mencerminkan perilakunya. Rupanya seperti itu sifat asli Amira. Pak Samsul juga menyuruh Rama untuk mencari wanita lain saja, atau jika Rama tidak bisa mendapatkan, ia yang akan mencarikan jodoh untuk Rama.

"Ya, tidak salah jika ayahmu melarang. Karena Paman juga malu sama ayahmu dengan sikap Amira kemarin itu." Pak Hadi menghela napas kasar.

"Paman tidak becus mendidik anak Paman sendiri. Kamu berhak mendapatkan wanita yang baik untukmu Nak." Pak Hadi menepuk bahu Rama.

"Tapi untuk melupakan Amira sangat sulit Paman." Ungkap Rama. Bisakah ia melupakan Amira begitu saja. Gadis yang mampu membuat hatinya bergetar meski hanya menyebut namanya saja.

"Segitu cintanya kamu sama Amira?" Tanya Pak Hadi terkekeh. Untuk mencairkan suasana.

Rama dan Aldo juga terkekeh.

"Dia ini udah terlalu bucin Om." Sahut Aldo.

"Apa itu bucin?" Tanya Pak Hadi. Baru kali ini ia mendengar kata itu.

"Itu Om, budak cinta istilah anak jaman sekarang." Jelas Aldo.

"Ada-ada saja." Pak Hadi geleng-geleng kepala.

Amira dan Bu Halimah datang membawa dua cangkir kopi dan cemilan ringan. Awalnya Amira ingin beristirahat tapi Bu Halimah mengajaknya keluar karena itu tidak sopan, membiarkan orang yang sudah menolongnya tidak di hormati oleh Amira.

"Terima kasih." Ucap Aldo. Amira tersenyum, Rama memperhatikan itu. Senyum yang selalu membuatnya ikut tersenyum juga.

***

Malam semakin larut. Amira terlihat gelisah dalam tidurnya. Keringat sebiji jagung memenuhi wajahnya. Kepala Amira menoleh ke kanan dan ke kiri, deru nafasnya juga tidak beraturan. Rupanya gadis itu tengah mimpi buruk.

"Aku tidak mengenalmu, kenapa kamu menyerangku?" Tanya Amira kepada seorang wanita yang usianya sedikit jauh di atasnya. Sembari membenarkan kerudungnya yang acak-acakan.

"Aku menyerangmu karena aku membencimu!" Ucap wanita itu marah, menunjuk wajah Amira.

"Atas dasar apa kamu membenciku?" Tanya Amira lagi sekaligus heran.

"Nggak sadar kamu?" Tanya wanita itu.

Amira memindai penampilan wanita dewasa di depannya. Pakaiannya terlihat elegan, wajahnya juga cantik.

"Iyalah, kamu aja ngomongnya bertele-tele." Kerus Amira. Ia juga marah, tidak ada angin tidak hujan tiba-tiba diserang begitu saja. Badannya sampai sakit semua. Terutama punggungnya yang tadi terhempas ke tanah.

"Banyak omong!" Wanita itu kembali menyerang Amira secara brutal. Amira berhasil menghindar. Sedikit berlari ke samping. Amira juga melawan wanita itu, mendorongnya hingga terjungkal.

"Sukurin. Amira di lawan." Amira tertawa melihat wanita itu kesusahan saat bangun.

Wanita itu semakin marah ketika dirinya diejek oleh Amira. Tiba-tiba saja wanita itu berubah, pakaiannya berubah menjadi warna putih menjuntai. Rambut panjang yang tidak terurus. Wajahnya bewarna merah menyala.

"K-kamu?" Amira terkejut.

"Haha... Iya, ini aku." Jawabnya dengan tertawa.

Melihat wanita di depannya bukanlah manusia, Amira memilih berlari. Wanita itu adalah hantu yang ia temui di kuburan tadi. Dan sekarang, tiba-tiba menyerangnya kembali dengan menyamar sebagai wanita cantik.

Tawa hantu itu menggema, melayang mengejar Amira.

"Haha.. tidak akan ada yang menolongmu Amira."

Amira ngos-ngosan berlari tanpa arah. Hantu itu masih mengejarnya. Tempat yang ia pijaki juga sepi, tidak ada orang lain selain dirinya di situ.

Karena tersudutkan Amira membaca beberapa ayat pendek dengan tubuh gemetaran. Hantu tersebut memekik kesakitan. Berteriak menyuruh Amira untuk berhenti sambil menutupi kedua kupingnya.

"Hentikan Amira!" Pintanya dengan marah.

"Aku bilang, HENTIKAN!!" Teriakannya menggelegar, matanya melotot semakin tajam. Dengan sisa tenaganya, hantu tersebut kembali menyerang Amira hingga Amira terkulai tak berdaya. Tubuh Amira langsung lemas seketika.

Jam menunjukkan pukul enam pagi. Bu Halimah sangat heran dengan putrinya yang belum juga keluar kamar.

"Anak ini kebiasaan. Pasti semalam main ponsel sampai larut." Gerutu Bu Halimah.

"Amira, ayo bangun!" Ucapnya sambil menyingkap gorden di jendela.

Amira membungkus seluruh tubuhnya dengan selimut. Ia mendengar suara Bu Halimah namun badannya sakit semua.

"Bangun, kamu bahkan belum sholat subuh." Bu Halimah mengguncang bahu Amira.

"Dingin Bu.." Lirih Amira.

Bu Halimah menempelkan telapak tangannya di kening Amira.

"Ya Allah, panas banget badan kamu!"

"Badanku sakit Bu.." Amira merengek. "Pindahin aku ke kasur Bu, jangan di atas batu.."

.

.

.
15 Juni 2023





Jin Nasab (Warisan sang leluhur)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang