clrl . tanjiro

463 83 31
                                    

Sebuah tangan yang lebih kekar menggenggam tangan [Name], Giyuu. Ia mengerahkan tenaganya juga. Untuk menahannya disini. Sekarang juga. Tidak membiarkannya lolos.

Muzan berteriak, jangan tanya pake apa, mulutnya kan banyak, jadi kompak teriaknya.

Ia merasakannya tubuhnya terbakar. Ia menyelimuti dirinya dengan gundukan daging. Berubah menjadi seperti bayik raksasa. The real bayi gerang.



Jadi akan kulakukan apapun, kaa-san, untuk membuatmu tersenyum dengan tulus.



“Tubuhnya—” Giyuu tersentak. Tanjiro terhisap kedalam gundukan daging itu. “TANJIRO!!” Giyuu dan [Name] berteriak. Tangan [Name] berusaha meraihnya. Gagal. Giyuu menahan tangan [Name] yang nekat itu. Menangkupnya agar tak teraih oleh Muzan.

Giyuu menggulingkan diri sambil membawa [Name].

Kaa-san, ternyata memang susah melakukannya. Jujur aku tak yakin dengan semua ini. Tapi, pengorbanan ini, semuanya. Pasti.. Aku bisa.





Giyuu dan [Name] mendongak. Tercekat. Menakutkan.

Tapi tampaknya Muzan lebih mencari tempat teduh. Panas ya, haerudang~ ia merangkak pergi sambil menguik-uik.





“JANGAN BIARKAN IA KABUR!!” Kiriya berteriak. “TAHAN IA!! KITA HARUS MEMBAKARNYA!”

maka para kisatsutai menjatuhkan rak-rak buku. Apapun, apapun untuk mencegah Muzan pergi. Mereka melakukan segalanya. Menebaskan pedang-pedang mereka.





Bahkan Getou, kakushi itu menabrakkan mobil ke tubuh bengkak Muzan. “JANGAN LARI KAU!”  sekarang seluruh kisatsutai dan kakushi memperjuangkan tiap detik ini.

“Tahan dia, kumohon!” Kiriya berteriak. Kakushi-kakushi itu benar-benar melakukannya, “PARA PILAR SUDAH BERJUANG!!”

[Name] dan Giyuu masih terpaku dengan kondisi masing-masing. Lebih tepatnya mereka sekarang dalam kondisi syok melihat Tanjiro tertelan bulat-bulat oleh iblis itu.

Yoko bahkan tercengang, tak menyangka melihat monster bayek dari dekat. “Buset ngeri.”

Giyuu menyadarkan dirinya, ia segera meraih pedang. Menoleh pada gadis dengan tatapan kosong itu sekarang. “...”

“Matte, Giyuu-san.” ia berjalan terpincang. “Aku juga.” ia mengambil pedang nafas air. “Aku akan melakukannya.”





“Iie, cukup,” Obanai yang berdiri dibelakangnya melarang. “Tenagamu sudah habis.”




Giyuu melirik Obanai yang wajahnya sudah tidak berbentuk lagi itu. “Tomioka, kali ini, aku berterimakasih padamu..”

Sanemi yang masih bisa bergerak langsung menyerang Muzan, menebas tangannya. “KURANG AJAR!! MENYERAHLAH!!“ teriaknya keras.



“Aniki!!” Genya yang sedang memapah Inosuke berteriak.

“KAKAKMU INI LEBIH DARI ITU, GENYA!!” Sanemi kembali menebas kaki Muzan. kemudian ia terjatuh. Bersamaan itu pula, rantai milik Gyomei mengikat leher Muzan.

Bayik itu menggali tanah. Berusaha bersembunyi.




“TARIK!” para kakushi membantu Gyomei. Mengerahkan seluruh sisa tenaga mereka. Membuat Muzan terbanting.

“BAKAR DIA!” Kiriya kembali memberikan perintah. Sementara kedua adiknya sudah mengatupkan jari-jarinya. Berdoa penuh penghayatan hingga menangis. “Kumohon..”



Sanemi berdiri. Giyuu dan Obanai sudah memegang pedang masing-masing, benar-benar akan membunuh Muzan pagi ini.



Klak.

COLORFUL. Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon